Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa perintah memberikan ASI selama dua tahun penuh kepada ibu yang melahirkan adalah perintah universal dan visioner.
Pasalnya, perintah dan visioner itu karena hari ini saja kita saksikan kampanye ASI Eksklusif 6 Bulan tidak direspon dengan merata oleh para ibu.
Menurut Nyai Badriyah, banyak alasan para ibu tidak menyusui anaknya misalnya karena pekerjaan, kesibukan, hingga kecantikan bentuk payudara.
Padahal manfaat pemberian ASI sudah sangat jelas diketahui seperti sebagai makanan bayi paling bergizi, untuk ketahanan tubuh bayi, merekatkan hubungan kasih ibu-anak, lebih ekonomis, lebih praktis, dan sekaligus bisa menghindarkan ibu dari kehamilan jika dilakukan dengan benar.
Perintah menyempurnakan pemberian ASI kepada para ibu ini menunjukkan sensitivitas al-Qur’an dalam perlindungan anak yang tidak mungkin bisa meminta haknya.
Maka, Nyai Badriyah mengingatkan, kepada para ibulah seruan ini jadi tanggung jawabnya agar mereka lebih memikirkan kepentingan anaknya dari pada menuruti hasrat pribadinya yang mungkin enggan memberikan ASI secara maksimal.
Sensitivitas Al-Qur’an Terhadap Pemberian Asi
Salah satu Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI) itu menyebutkan bahwa sebagai kalam Allah Sang Pencipta Manusia, al-Qur’an senantiasa mengerti dan memahami manusia dengan beragam keadaan dan kecenderungannya.
Pesan-pesan al-Qur’an mengenai relasi suami-istri pun demikian. Jika hari ini kita sering bicara tentang sensitivitas gender, untaian kalimat dalam al-Qur’an telah menunjukkan hal tersebut.
Yakni, memberikan norma yang sensitif gender tanpa subyektivitas sempit, yang mendorong manusia mencapai sebuah relasi yang adil, setara, serta berorientasi pada perlindungan seluruh anggota keluarga, terutama yang lemah.
Betapa dalam dan sensitifnya pemahaman al-Qur’an terhadap relasi suami-istri antara lain tampak jelas dalam surat al-Baqarah ayat 233 yang artinya:
“Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang hendak menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi rizki dan pakaian kepada para ibu secara patut.
Seseorang tidak terbebani selain menurut kadar kemampuannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya.
Demikian pula para waris. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.
Dan jika kamu ingin anakmu menyusu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran secara patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Nyai Badriyah mengingatkan, jika kita perhatikan setiap kalimat dalam ayat di atas, tampak jelas bahwa al-Qur’an selalu menyampaikan norma ideal kepada sasaran yang tepat.
Dengan cara ini, kata Nyai Badriyah, al-Qur’an telah menjadi pemberi peringatan secara tidak langsung agar pihak yang tidak lari dari tanggung jawab seperti hal yang sering manusia lakukan karena nafsunya. (Rul)