Mubadalah.id – Di atas landasan pesan-pesan normatif universal al-Qur’an, sudah saatnya perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kesetaraan manusia, laki-laki dan perempuan, dilakukan melalui beragam cara yang mungkin.
Selain melalui karya-karya akademis dan dialog-dialog kebudayaan dalam arti luas, perjuangan tersebut juga bisa kita lakukan melalui media budaya dalam arti seni, dongeng, dan karya sastra, baik prosa, puisi, dan syair-syair.
Media sastra yang terakhir ini barangkali paling menarik banyak orang dan efektif. Apalagi jika kemudian dibuat komposisi musik yang indah. Sebagaimana yang sudah kolaborasi Rahima dan Fahmina Institute rintis bersama dalam karya mereka berjudul Shalawat Kesetaraan (shalawat al-musawah).
Seni musik adalah kreasi kebudayaan paling universal. Musik menjadi semua orang nikmati di muka bumi ini. Bahkan kadang sebagian orang banyak menggilai. (Baca juga: Keistimewaan Shalawat Jibril Membuat Rezeki Mengalir Tanpa Henti)
Karya seni musik, juga kreasi kebudayaan lainnya, sanggup menyatukan keretakan dan keterpecahan manusia akibat perbedaan-perbedaan politik, ideologi, etnisitas, dan sebagainya.
Konon, bangsa-bangsa Arab di Timur Tengah, termasuk Israel, mampu melupakan permusuhan dan perbedaan-perbedaannya ketika Ummi Kultsum tampil dalam pagelaran konsernya.
Ummi Kultsum adalah penyanyi legendaris Mesir yang tetap bangsa Arab cintai sampai hari ini. Al-Athlal (puing-puing) adalah salah satu nyanyian Ummi Kultsum yang kita dengarkan pada saat perjanjian Camp David, yang menandai berakhirnya perang dan permusuhan Mesir dan Israel. []