Mubadalah.id – Islam mengajarkan bahwa berkeluarga adalah salah satu sarana menjaga martabat dan kehormatan manusia.
Karena itu, Islam menolak praktik-praktik berkeluarga yang menistakan martabat manusia sebagaimana dijalankan oleh masyarakat Arab pra-Islam. Misalnya mengubur bayi perempuan hidup-hidup: menjadikan perempuan sebagai hadiah, jaminan hutang dan menjadi jamuan tamu.
Bahkan mewariskan istri pada kerabat laki-laki suami, mengawini ibu, anak, saudara perempuan kandung, dan bibi menuntut ketaatan mutlak istri, memperlakukan istri dan anak perempuan seperti budak.
Termasuk budak seksual, prilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mengawinkan anak perempuan sebelum mengalami haid, memaksa anak kawin, dan merampas mahar dari perempuan.
Selain menghapus, Islam juga membatasi dengan ketat beberapa praktik berkeluarga lainnya. Misalnya, membatasi jumlah istri dalam poligami dari tak terbatas menjadi maksimal empat dengan syarat adil. Serta dengan dorongan kuat untuk monogami. Perceraian yang boleh rujuk yang semula tak terbatas menjadi hanya boleh dua kali.
Di samping itu, Islam juga memunculkan nilai baru untuk memperkuat keluarga. Misalnya penegasan bahwa perkawinan adalah janji kokoh (mitsaqan ghalizhan) dan perintah pergaulan yang layak (mu’asyarah bil-ma’ruf) antara suami dan istri. Serta pengaitan ketakwaan dan keimanan dengan prilaku dalam berkeluarga.
Islam juga memberikan perempuan hak waris, hak sumpah untuk membatalkan sumpah suami yang menuduhnya berzina tanpa saksi, hak cerai gugat (khulu‘), dan masih banyak hal lainnya.
Sayangnya beberapa sikap dan tindakan tidak manusiawi dalam kehidupan keluarga seperti pada masa Jahiliyah ternyata masih kita jumpai hingga hari ini. Misalnya perkawinan paksa, perkawinan anak, poligami dengan penelantara keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, dll.
Sikap dan tindakan buruk semacam itu jelas mengancam sulitnya perkawinan yang kokoh dan keluarga bermartabat dan harmonis (sakinah) untuk terwujud.
Calon pasangan suami istri perlu memiliki landasan dan bekal pemahaman yang cukup tentang kehidupan keluarga yang baik dan sesuai tuntunan agama. Hal ini meliputi perencanaan yang matang dan tujuan yang jelas. Serta dan bekal cukup agar perkawinan bisa kokoh dan mampu melahirkan keluarga sakinah. []