Mubadalah.id – Siapa yang tidak mengenal Ning Khilma Anis. Saya kira bagi pecinta karya fiksi nama Khilma Anis sudah sangat tidak asing. Apalagi ketika salah satu karyanya “Hati Suhita” yang bergenre fiksi ini diangkat kedalam layar lebar, nama Khilma Anis semakin sering kita dengar di media sosial. Bahkan di beranda media tiktok penulis, video terkait film Hati Suhita dan Ning Khilma Anis masih menjadi FYP (For Your Page). Itulah awal kali di mana penulis mengetahui dan mengenal Ning Khilma Anis.
Ning Khilma Anis bernama lengkap Khilma Anis Wahidah, beliau adalah salah satu pengasuh di PP An Nur Jember. Namun, sebelum itu beliau pernah nyantri di beberapa tempat seperti PP As Sa’idiyyah Bahrul Ulum Jombang dan PP Ali Maksum Krapyak.
Sebagai seorang penulis yang memiliki background pesantren, maka tidak heran jika karya-karya Ning Khilma ini sangat identik dengan ciri khas pesantren. Sebelum novel Hati Suhita, terdapat novel berjudul “Wigati” dan “Jadilah Purnamaku Ning” yang juga sangat kental dengan ciri khas pesantren.
Selain ciri khas pesantren, karya-karya ning Khilma ini sangat kental dengan budaya Jawa. Hal ini karena beliau menginginkan “orang-orang yang ada di pesantren itu mengetahui tentang filsafat jawa, tentang falsafah kebudayaan, tentang ajaran nenek moyang terutama tentang mikul dhuwur mendem jeru” ungkap Ning Khilma Anis dalam podcast di akun youtube TV9 New Media.
Menjadi Penulis Ala Ning Khilma Anis
Sebagai seorang santri yang setiap harinya berada di dalam pesantren, tentu saja tidak mudah untuk menjadi seorang penulis. Apalagi dalam pesantren kesempatan untuk menulis sangat minim karena sibuk dengan berbagai kegiatan yang padat.
Dalam podcast yang tayang pada akun youtube TV9 Ning Khilma Anis membagikan cara menjadi penulis bagi para santri baik yang ada di pesantren ataupun sudah tidak lagi. Untuk menjadi seorang penulis santri harus melakukan beberapa langkah berikut. Ini tips menulis ala Khilma Anis
Pertama, Berkah
Bagi seorang santri berkah merupakan sesuatu yang dianggap sakral. Oleh sebab itu sebelum melangkah lebih jauh terkait menulis maka yang paling utama yang kita pegang hari ini adalah berkah. Mau sebagus apapun tulisan kita, sebagai santri kalau tidak berkah sangat sulit.
Untuk mendapatkan berkah tersebut maka harus terjadi hubungan yang baik antara kita dengan kiai ketika kita mondok di pesantren. Terutama berkah dari guru, kiai, orang tua, kalau punya suami berarti berkahnya suami, kalau punya istri berarti berkahnya istri.
Kedua, Sering ziarah Kubur
Tradisi ini sudah sangat melekat dengan para santri “Jika penulis lain lebih banyak menyarankan untuk membaca buku, perbanyak latihan menulis, dan kursus menulis, kalau saya tidak” tegas Ning Khilma. Menurut Ning Khilma ziarah kubur ini sangat penting.
Hal ini karena makam para wali tersebut mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan seseorang. “Kalau ingin menjadi penulis dengan efek seperti novel suhita ini, itu sangat penting terutama pada Walisongo,dan para pejuang yang menyebarkan Islam pada waktu itu”. sambung ning Khilma Anis
Ketiga, Sering tawassul
Ketika kita ingin menulis maka sebaiknya sebelum memulai menulis sebaiknya bertawasul terlebih dahulu. Menulis yang kita awali dengan tawasul maka akan mempermudah dalam menulis. Tidak ada istilah macet, justru berbagai macam ide bertebaran di luar kepala kita.
“Sebenarnya menulis itu adalah kekuatan di luar diri kita, saya tidak pernah berfikir bahwa ini adalah keterampilan saya sendiri karena saya membaca, tetapi karena faktor x yang mengiringi kita dari doa-doa itu tadi”.
Keempat, mempunyai tokoh idola
Para santri di pesantren tidak hanya mendapatkan pengajaran satu ilmu saja, tetapi berbagai macam ilmu pengetahuan. Sseperti ilmu agama, ilmu hidup, belajar ilmu kepemimpinan, sehingga waktu untuk menjadi penulis atau belajar menulis nyaris tidak ada.
Lantas, bagaimana bisa orang yang ada di pesantren dengan berbagai kegiatan yang pada dan waktu istirahat yang sedikit tetap bisa menjadi penulis? jawabannya adalah karena punya tokoh idola didalam dunia penulis.
Ning Khilma menyarankan para santri harus mempunyai tokoh idola minimal satu saja sudah cukup. Tetapi semua karyanya dari awal hingga akhir harus kita baca dan kita pelajari. Berangkat dari idola tersebut maka secara tidak langsung kita akan dibimbing oleh beliau.
Walaupun tidak mempunyai kesempatan untuk bertatap muka, namun, esensinya bukan terletak pada pertemuan tersebut tetapi pada kita mempunyai panutan dalam menulis. “Jangan sampai ketika ingin menjadi penulis tetapi orang yang kita idolakan bukan seorang penulis”, pesan Ning Khilma
Kelima, menjadi orang yang adaptif
Di Era teknologi ini kita dituntut untuk menyesuaikan diri dengan dunia digital yang terus berkembang. Jangan alergi dengan media sosial, harus bisa menggunakan dan memanfaatkan media sosial dengan baik.
Kelima tips yang Ning Khilma sarankan, yang menurut penulis sangat unik dan out of the box. Berangkat dari tips-tips tersebut penulis baru menyadari bahwa menjadi penulis tidak hanya menggunakan jalur konvensional seperti pelatihan, workshop dan membaca. Namun perlu kita dukung dengan hal-hal yang bernuansa spiritual.
Tips menulis ala Ning Khilma yang bernuansa islami dengan ciri khas pesantren ini penulis kira tidak hanya tertuju khusus kepada santri. Ataupun orang-orang yang berada dalam lingkungan pesantren. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi yang belum pernah nyantri juga bisa mempraktikkan tips-tips tersebut.
Mari mulai menulis karena menulis adalah ibadah yang menyenangkan. Wallahua’lam. []