• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Dilarang Menggunakan Sebutan Tuna atau Cacat untuk Difabel!

Bahasa memainkan peran penting dalam membentuk cara pandang masyarakat terhadap suatu kelompok.

arinarahmatika arinarahmatika
11/03/2025
in Personal
0
Sebutan Tuna

Sebutan Tuna

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Masyarakat sering kali menggunakan istilah yang kurang tepat ketika menyebut penyandang disabilitas. Seperti sebutan tuna atau cacat bagi penyandang disabilitas sudah lama masyarakat gunakan, Tetapi kini, banyak pihak yang mengingatkan bahwa istilah tersebut tidak lagi sesuai dan bahkan menyinggung penyandang disabilitas.

Direktur SAPDA, Nurul Sa’adah Andriani, dalam acara Akademi Mubadalah 2025 di Hotel Tara Yogyakarta (11/2), menegaskan pentingnya penggunaan istilah yang lebih inklusif dan menghormati martabat penyandang disabilitas.

Mengapa “Tuna” dan “Cacat” Tidak Dapat Diterima?

Menurut Nurul, kata “tuna” atau “cacat” mengandung konotasi negatif yang bisa merendahkan penyandang disabilitas. Kata “cacat” misalnya, mengandung arti rusak atau tidak sempurna, yang bertentangan dengan prinsip kesetaraan hak asasi manusia. Sementara itu, kata “tuna” dalam bahasa Indonesia berarti “kehilangan” atau “tidak memiliki”. Seakan-akan menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki kekurangan daripada orang lain.

Nurul juga menyoroti pentingnya penggunaan istilah yang lebih netral dan menghormati individu. Menurutnya, masyarakat sebaiknya mulai mengganti istilah seperti “tuna rungu” atau “tuna netra” dengan “difabel rungu” dan “difabel netra”. Hal ini bertujuan untuk menegaskan bahwa penyandang disabilitas bukanlah orang yang “kurang”, tetapi hanya memiliki cara berbeda dalam menjalani kehidupan.

Mengenal Abilisme

Perilaku diskriminatif terhadap penyandang disabilitas disebut abilisme. Ini merupakan prasangka sosial yang beranggapan bahwa individu non-disabilitas lebih superior daripada individu dengan disabilitas. Abilisme bisa terjadi dalam berbagai bentuk, baik secara tersurat maupun tersirat. Contohnya adalah pembangunan fasilitas publik yang tidak ramah difabel, seperti gedung tanpa jalur khusus kursi roda.

Baca Juga:

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

Difabel dan Kekerasan Seksual: Luka yang Sering Tak Dianggap

Senyum dari Jok Motor : Interaksi Difabel Dengan Dunia Kerja

Dalam konteks bahasa, abilisme juga muncul melalui penggunaan kata-kata yang kurang sensitive seperti istilah yang vulgar dan merendahkan sebaiknya tidak digunakan. Sebagai contoh, penyebutan “buta” untuk seseorang yang memiliki disabilitas netra dapat menyakitkan dan tidak menghormati individu tersebut.

Istilah yang Lebih Tepat

Sebagai alternatif, istilah yang lebih sopan dan netral bisa masyarakat gunakan, seperti kata Disabilitas netra (penglihatan) untuk menggantikan “tuna netra”, Disabilitas daksa (fisik) untuk menggantikan “tuna daksa”, Disabilitas grahita (intelektual) untuk menggantikan “tuna grahita” dan Disabilitas rungu (pendengaran) untuk menggantikan “tuna rungu”.

Namun demikian, penting untuk memahami bahwa tidak semua penyandang disabilitas menyukai istilah baru yang kita berikan kepada mereka. Misalnya, komunitas tuli lebih memilih menamai diri mereka dengan “Tuli”, dengan hurf “T” besar daripada “tuna rungu”. Karena istilah “tuli” memiliki makna sosial dan budaya yang lebih positif bagi mereka.

Peran Bahasa dalam Kesetaraan Sosial

Bahasa memainkan peran penting dalam membentuk cara pandang masyarakat terhadap suatu kelompok. Sebaliknya, bahasa mencerminkan kepribadian dan sikap seseorang terhadap orang lain. Oleh karena itu, penggunaan istilah yang lebih inklusif dan menghargai penyandang disabilitas adalah langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.

Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah dan berbagai pihak perlu melakukan sosialisasi mengenai istilah yang lebih tepat untuk penyandang disabilitas. Selain itu, media massa juga memiliki tanggung jawab besar dalam membiasakan penggunaan istilah yang lebih tepat. Sejumlah inisiatif juga masyarakat lakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan istilah yang lebih inklusif.

Langkah-langkah ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat harus berperan aktif dalam menciptakan lingkungan inklusif bagi penyandang disabilitas. Dengan demikian, perubahan dalam penggunaan bahasa yang lebih menghormati hak-hak penyandang disabilitas merupakan bagian penting dari upaya menciptakan kesetaraan di tengah masyarakat.

Mari, Hormati Penyandang Disabilitas

Penggunaan istilah “tuna” atau “cacat” dalam menyebut penyandang disabilitas sudah tidak lagi relevan. Sebagai gantinya, masyarakat bisa menggunakan istilah “difabel” atau “disabilitas” karena lebih netral dan tidak mengandung konotasi negatif. Selain itu, masyarakat perlu memahami bahwa abilisme masih sering terjadi, baik dalam bentuk bahasa maupun kebijakan publik.

Dengan membiasakan penggunaan istilah yang lebih inklusif, kita dapat membantu membangun masyarakat yang lebih adil dan menghormati hak-hak penyandang disabilitas. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mulai menggunakan istilah yang tepat dan berempati dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas, agar tercipta lingkungan yang inklusif dan bebas dari diskriminasi! []

Tags: CacatDifabelInklusi SosialIsu DisabilitasPenyandang DisabilitasSebutan Tuna
arinarahmatika

arinarahmatika

Terkait Posts

Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan
  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID