• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Dongeng tentang Bojo Jangkrik

Beberapa pasangan menikah memperoleh pendapatan yang cukup, akan tetapi bermasalah pada komunikasi keuangan

Dhuha Hadiyansyah Dhuha Hadiyansyah
28/11/2023
in Keluarga, Rekomendasi
0
Bojo Jangkrik

Bojo Jangkrik

884
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di Jawa Timur ada dongeng tentang ayam betina yang menikahi seekor jangkrik. Singkat cerita, ayam terpesona dengan jangkrik yang mungil, lincah dan pandai mengerik. Setelah menikah, mereka pun tinggal bersama.

Jangkrik tidur dalam dekapan bulu-bulu ayam yang hangat. Sebelum matahari terbit, ayam berkokok lantang, memberi tanda bahwa sudah waktunya bangun.

Jangkrik belum juga bangun. “Kang, kamu tidak enak badan?” Sapa ayam yang diiyakan oleh si jangkrik. Dengan sigap, ayam betina membuatkan wedang jahe, berharap suaminya lekas membaik. Sambil memijit, ayam menyuapi suaminya.

Setelah selesai sarapan, Ayam pamit untuk bekerja di kebun. Di sepanjang jalan, ayam betina beryanyi menunjukkan hatinya yang riang. Dia merasa hidupnya sudah lengkap karena sudah memiliki suami.

Setelah memastikan istrinya tidak ada di rumah, jangkrik mulai beraksi. “Ayo teman-teman, kita berpesta!” Seru jangkrik memanggil teman-temannya. Mereka pun berpesta: makan, minum, joget, dan bermain dadu.

Baca Juga:

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

Setelah jam empat sore, jangkrik mengajak teman-temannya untuk beres-beres rumah. “Sebentar lagi istriku akan pulang. Ayo, jangan sampai meninggalkan jejak.”

Perilaku Bojo Jangkrik

Tak berapa lama, ayam pulang dan melihat suaminya masih tergolek di tas ranjang. “Kamu belum membaik, Kang?” Ayam langsung memasak rawon, berharap jangkrik akan doyan makan dan segera sembuh. Karena masih kenyang, jangkrik ogah-ogahan makan, membuat ayam menjadi makin kuatir.

Hari berikutnya terjadi hal yang sama: ayam betina kerja di sepanjang siang dan jangkrik berpesta dengan teman-temannya sampai sebelum istrinya pulang. Kali ini, ayam masak sup jamur untuk makan malam. Jangkrik hanya makan sedikit dan kemudian dipukpuk oleh ayam supaya lekas tidur.

Usai suaminya mendengkur, ayam mulai bersih-bersih kandang. Betapa kaget ketika dia hendak membuang sampah. Ternyata, tong sampahnya berisi makanan dan minuman bekas pesta. Ayam betina menahan diri dan berlaku seperti biasa. Usai menyiapkan sarapan, dia mohon diri hendak bekerja di kebun. Akan tetapi, kali ini dia tidak benar-benar pergi tetapi bersembunyi untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya.

Sejurus kemudian, jangkrik memanggil teman-temannya dan mulai menabuh gendang, minum dan makan-makan.  Darah ayam betina mendidih, dia langsung keluar dari persembunyian, mengamuk dan mengusir semua jangkrik yang ada, termasuk suaminya.

Sejak saat itu, jika ada suami yang perilakunya seperti itu, orang Jawa Timur akan berkata, “Bojo jangkrik!”. Kata “bojo” dalam Bahasa Jawa adalah androgini, bisa digunakan untuk pasangan pria (suami) atau wanita (istri).

Hikmah dari Kisah Dongeng

Tentu saja, tulisan ini tidak hendak mengajari pembaca untuk mengumpat ke pasangan dengn kata “jangkrik” jika dia nyatanya pengangguran tapi banyak maunya, atau tidak produktif secara ekonomi. Dongeng tidak pula perlu ditanyakan apakah kejadiannya faktual atau fiksi belaka. Yang terpenting dari dongeng adalah nilai atau hikmah apa yang ingin disampaikan.

Ada beberapa fakta tentang keuangan dalam pernikahan. Pertama, ketidakseimbangan atau ketidakstabilan keuangan dalam pernikahan itu sangat menyebalkan. Kedua, keuangan menentukan kuasa dan kendali dalam hubungan. Ketiga, di Indonesia, ekonomi menjadi sebab perceraian tertinggi kedua. Oleh sebab itu, pastikan melek keuangan sebelum menikah. Jangan sampai menjadi bojo jangkrik.

Melek finansial berarti seseorang telah mampu menggunakan dan memahami keahlian finansial, mulai bagaimana membuat budget (termasuk tentang kesimbangan arus uang masuk dan keluar), menabung, investasi, utang-piutang, perencanaan keuangan, hingga komunikasi keuangan.

Beberapa pasangan menikah memperoleh pendapatan yang cukup, akan tetapi bermasalah pada komunikasi keuangan. Misalnya, pasangan tidak terus terang untuk apa saja pos-pos keuangan. Akhirnya, hubungan menjadi tegang dan diwarnai ketidakpercayaan.

Jika ada yang ragu-ragu tentang literasi keuangan ini, jangan kuatir. Ada beberapa situs di internet yang menyediakan tes literasi finansial ini secara gratis, terutama yang berbahasa Inggris.

Jangan pernah meremehkan isu finansial dalam pernikahan/keluarga. Apalagi cuma berbekal ungkapan lama: miskin tidak masalah, yang penting nanti kalau sudah menikah, Allah yang akan menjamin rizkinya. Percayalah bahwa miskin dalam kondisi bujang itu lebih baik daripada saat Anda sudah menikah. []

 

Tags: Bojo JangkrikistriKeuangan keluargaLiterasi KeuanganperkawinanRelasisuami
Dhuha Hadiyansyah

Dhuha Hadiyansyah

Dosen pada Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) dan fasilitator Sekolah Pernikahan

Terkait Posts

Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

30 Mei 2025
Al-Ḥayā’

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

29 Mei 2025
Merariq Kodek

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

28 Mei 2025
Kafa'ah yang Mubadalah

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

27 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID