Mubadalah.id – Hari Pendidikan Nasional baru saja kita peringati beberapa hari yang lalu. Namun tahukah teman-teman, masih banyak sekali kebijakan pendidikan di negara kita yang masih bias dan diskriminatif terhadap perempuan.
Berikut, redaksi rangkum dari buku “Feminisme Sebuah Kata Hati” karya Gadis Arivia tentang kebijakan pendidikan yang melindungi perempuan dari diskriminasi gender. Antara lain:
Kebijakan yang Memastikan Akses Pendidikan
Kebijakan ini biasa dipakai oleh kaum feminis liberal untuk mengusulkan undang-undang yang melindungi perempuan dari diskrimininasi dalam pendidikan. Misalnya, memastikan bahwa perempuan tidak akan mereka arahkan pada pendidikan yang stereotype, tidak mengalami diskriminasi dalam penyeleksian studi.
Selain itu, adanya bantuan finansial (beasiswa) bagi anak bila perlu adanya tindakan afirmasi (affirmative action), penyediaan fasilitas yang memadai termasuk kualitas pengajar yang telah ikut pendidikan perspektif gender.
Kebijakan yang Memperhatikan adanya Persoalan Budaya Patriarkal
Kebijakan ini sebagian besar mengadopsi pandangan feminis radikal. Yakni kebijakan yang memastikan bahwa akan ada sanksi pada institusi-institusi pendidikan bila mempraktikkan diksriminasi terhadap perempuan. Terutama dalam hal adanya pelarangan bagi pelajar yang mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD) untuk meneruskan sekolah.
Adanya pelajaran yang mengkhususkan pendidikan hak-hak reproduksi. Kebijakan ini juga melarang diksriminasi gender dalam seluruh tingkat pemerintahan, swasta, dan institusi-institusi pendidikan.
Kebijakan yang Berpihak pada Ekonomi Lemah (Persoalan Kemiskinan)
Tentang kebijakan pendidikan ini menganut teori Marxis/Sosialis yang menganggap bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan akses pendidikan untuk semua golongan. Kebijakan ini memperjuangkan pendidikan gratis untuk level pendidikan dasar, menengah, dan menengah atas.
Memastikan pula bahwa kurikulum dan fasilitas yang didapat di sekolah pemerintahan sepadan dan berkualitas. Paling tidak mempunyai standar baik. Atau sama dengan sekolah swasta yang melayani keluarga mampu. Sekolah swasta yang melayani keluarga mampu harus menerima persentase tertentu murid-murid dari keluarga tidak mampu.
Kebijakan yang Memperhatikan Kurikulum dan Teks-teks Sekolah
Kebijakan ini memperhatikan kurikulum dan teks-teks bias gender. Sesuai dengan teori feminisme post-strukturalis dan post-modernisme. Kurikulum bias gender perlu kita bongkar, dan kita gantikan dengan kurikulum yang berpihak pada kesetaraan gender. Pendidikan gender wajib kita siarkan di dalam setiap level pendidikan.
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Tawaran empat kebijakan pendidikan di atas, yang telah redaksi paparkan apakah cukup untuk menyelesaikan persoalan gender dalam dunia pendidikan?
Nampaknya, persoalan paling penting yang perlu kita atasi dalam menjalankan program apapun selain kesiapan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, untuk menjalankan program tersebut, juga yang paling penting adalah memberantas kasus korupsi. Terutama yang dilakukan oleh para pejabat di negeri ini. Mereka tak malu lagi untuk flexing, atau pamer kehidupan mewah di media sosial, sementara masih banyak anak-anak bangsa yang mengalami putus sekolah, stunting, dan kemiskinan akut.
Korupsi yang kronis di tingkat pemerintahan, telah merugikan masyarakat, dan lebih merugikan lagi pada masyarakat terpinggirkan, seperti kaum miskin dan perempuan. Apa artinya kenaikan anggaran pendidikan hingga 30 persen, dan program Merdeka Belajar. Semua itu tidak ada artinya bagi kemajuan pendidikan di Indonesia bila dana-dana tersebut tak pernah sampai ke tangan masyarakat.
Nampaknya perjalanan panjang masih akan terus perempuan lalui. Entah berapa lama lagi untuk mencapai kesetaraan gender dalam dunia pendidikan. Kita masih harus terus berjuang kawan. Meski tak pernah tahu sampai kapan. Menggantang harap, sebagaimana mimpi Ki Hadjar Dewantara, dan Nyi Hadjar Dewantara untuk pendidikan yang adil setara di negeri ini. (Zahra)