• Login
  • Register
Kamis, 19 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Film 17 Surat Cinta Membuka Mata Indonesia Tentang Deforestasi

Surat-surat ini bukan hanya sekadar protes, melainkan juga bentuk cinta kepada hutan dan alam

Ahmad Ali Ahmad Ali
21/01/2025
in Film
0
Film 17 Surat Cinta

Film 17 Surat Cinta

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Film dokumenter 17 Surat Cinta menggambarkan realitas pahit yang dialami oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan akibat deforestasi dan ekspansi besar-besaran perkebunan sawit di Indonesia sampai 17 juta hektar.

Melalui  kisah nyata yang tersampaikan dengan visual yang menyentuh, film ini memberikan perspektif tajam tentang dampak kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan investasi dan pengembangan ekonomi. Di mana kebijakan ini tanpa mempertimbangkan keberlangsungan lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat adat.

Pemerintah, dalam upayanya meningkatkan pendapatan negara, sering kali menjadikan pembukaan lahan sawit sebagai solusi cepat. Namun, di balik keuntungan ekonomi yang pemerintah janjikan, ada harga yang harus terbayar oleh masyarakat adat, yaitu kehilangan ruang hidup mereka

Film 17 Surat Cinta menunjukkan bagaimana pembukaan lahan sawit sering kali pemerintah lakukan dengan mengabaikan hak-hak masyarakat adat. Hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka, terampas dan dihancurkan demi kepentingan korporasi besar.

Padahal, masyarakat adat memiliki hubungan spiritual dan ekonomi dengan hutan. Hutan tidak hanya menyediakan pangan, tetapi juga identitas budaya mereka. Ketika hutan hilang, masyarakat adat tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga akar kehidupan yang sudah terwariskan dari generasi ke generasi.

Baca Juga:

Surga Raja Ampat dan Ancaman Pertambangan Nikel

Kisah Ibunda Hajar dan Sarah dalam Dialog Feminis Antar Agama

Two State Solution: Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?

Menyemarakkan Ajaran Ekoteologi ala Prof KH Nasaruddin Umar

Rusaknya Ekosistem Alam

Banyaknya bencana alam yang menimpa Indonesia memunculkan banyak asumsi tentang penyebabnya di antaranya adalah minimnya resapan air dan ruang terbuka hijau, dan eksploitasi sumber daya alam yang membabi buta.

Dalam Film 17 Surat Cinta, dampak deforestasi besar-besaran tergambar begitu nyata. Ekosistem yang dulu kaya menjadi rusak akibat pembukaan lahan secara masif. Satwa liar kehilangan habitat mereka, sementara tanah yang dulu subur kini menjadi tandus. Deforestasi tidak hanya menghapus keberadaan pohon, tetapi juga menghancurkan keseimbangan alam.

Salah satu dampak yang paling jelas adalah banjir. Dengan hutan yang berfungsi sebagai penahan air kini beralih menjadi perkebunan sawit, air hujan tidak lagi terserap secara alami. Alhasil, desa-desa yang berada di sekitar kawasan tersebut menjadi langganan banjir.

Dalam beberapa adegan di film ini, penonton dapat melihat bagaimana banjir mengubah kehidupan masyarakat menjadi penuh penderitaan. Rumah-rumah tenggelam, ladang pertanian rusak, dan sumber mata pencaharian hilang.

Sialnya, penderitaan tidak hanya dialami oleh manusia. Satwa liar, seperti orang utan, harimau sumatera, dan gajah, terpaksa keluar dari habitatnya karena kehilangan tempat tinggal. Beberapa bahkan menjadi korban perburuan ilegal akibat konflik dengan manusia yang semakin meningkat.

Film 17 Surat Cinta berhasil menyampaikan pesan bahwa kerusakan lingkungan ini bukan hanya tentang manusia, tetapi juga tentang makhluk hidup lain yang menjadi bagian dari ekosistem.

Pelestarian Alam dalam Islam

Dr. Faqihuddin Abdul kodir, Menyampaikan dalam islam, menjaga dan melindungi alam adalah tanggung jawab keimanan bagi manusia di muka bumi ini.

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya : Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (QS. Al-A’raf, 7: 56).

Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil-’Alamin tentu selalu menanamkan komitmen untuk merawat bumi. Sebagaimana yang termuat dalam pada QS Ar-Rum (30:41) perihal larangan manusia berbuat kerusakan di bumi:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Artinya :Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar) ( Q.S. Ar-Rum, 30:41)

Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan kepada para pemeluknya untuk melestarikan bumi dan memberikan mandat kepada manusia sebagai khalifah fi al-ardI.

Oleh karena itu, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam semesta. Itulah yang harus manusia lakukan. Tetapi, kenyataan berbicara lain. Manusia justru memicu perusakan dan mengundang bencana.

17 Surat Cinta: Suara Perjuangan yang Tidak Didengar

Bagian yang paling menyayat hati dalam dokumenter ini adalah kisah 17 surat yang dikirimkan oleh masyarakat adat dan aktivis lingkungan kepada pemerintah. Surat-surat tersebut adalah simbol cinta dan harapan mereka agar hutan dan alam tetap lestari.

Surat-surat ini tidak hanya berisi keluhan, tetapi juga harapan, permohonan, dan permintaan agar pemerintah menghentikan kebijakan deforestasi besar-besaran yang merusak. Namun, surat-surat tersebut tidak pernah mendapat balasan.

Surat-surat ini bukan hanya sekadar protes, melainkan juga bentuk cinta kepada hutan dan alam. Cinta yang tidak egois, tetapi penuh pengorbanan untuk menjaga bumi yang lebih baik.

Melalui surat ini, 17 Surat Cinta ingin menyampaikan pesan bahwa perjuangan masyarakat adat dan aktivis lingkungan adalah perjuangan yang mulia, meskipun sering kali terabaikan oleh pihak berwenang.

Dengan semangat ini, kita harapkan film dokumenter “17 Surat Cinta” bisa menjadi langkah awal bagi banyak orang untuk lebih peduli dan beraksi dalam melestarikan hutan Indonesia. []

Tags: aktivis lingkunganDeforestasiFilm 17 Surat CintaIndonesiaislamIsu Lingkungan
Ahmad Ali

Ahmad Ali

Terkait Posts

Tastefully Yours

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

19 Juni 2025
Bela Negara

Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

14 Juni 2025
Resident Playbook

Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

4 Juni 2025
Film Cocote Tonggo

Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

31 Mei 2025
Film Cocote Tonggo

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

28 Mei 2025
Self Awareness

Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

24 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • SIS Malaysia

    Berproses Bersama SIS Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kalau Paham Konsep Mubadalah Kiai Faqih, Yakin Deh Nggak Kena Queen Bee Syndrome!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya
  • Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur
  • Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga
  • Ibnu Khaldun sebagai Kritik atas Revisi Sejarah dan Pengingkaran Perempuan
  • Jangan Rampas Hak Perempuan Memilih Pasangan Hidupnya

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID