Di tengah kondisi masyarakat India yang masih kental dengan budaya patriarki, sepasang suami istri berkomitmen untuk “melawan arus”. Mampukah rumah tangga yang mengusung kesetaraan gender itu bertahan?
Mubadalah.id – Film Ki & Ka arahan sutradara R. Balki punya dua tokoh utama protagonis, yaitu Kia dan Kabir. Dalam gramatika bahasa Hindi, dikenal sistem gender yang membedakan kata benda sebagai feminin dan maskulin. Ki dalam bahasa Hindi berkategori feminin, berarti hers dalam bahasa Inggris. Sementara itu, ka berkategori maskulin, berarti his.
Film Ki & Ka Seolah mematahkan stereotip tentang perempuan, Kia digambarkan sebagai alpha woman. Jiwa kepemimpinannya sangat dominan. Kabir justru tergambarkan sebagai sosok laki-laki yang jiwa femininnya lebih dominan. Secara karakter, ia justru lebih lembut daripada Kia. Karakternya ini saling melengkapi dengan Kia. Ibaratnya Kia memegang gas, Kabir memegang rem sehingga dapat berjalan bersama.
Perasaan saling melengkapi inilah yang membuat Kia dan Kabir memutuskan untuk menikah setelah bertemu di pesawat kemudian menjalin hubungan. Ada beberapa poin dalam pernikahan Kia dan Kabir yang menjunjung tinggi kesetaraan, tetapi juga menghadapi tentangan.
Diskusi Sebelum Pernikahan
Pernikahan Kia dan Kabir berlangsung setelah mereka melakukan diskusi dan membuat kesepakatan. Terkait perbedaan usia, yakni Kabir yang masih 20-an awal, sementara Kia sudah jelang 30-an, yang tidak lazim dalam masyarakat mereka, mereka menganggapnya bukan masalah.
Yang paling penting tentunya tentang pembagian kerja ketika mereka menikah nanti. Disepakatilah bahwa Kia yang akan bekerja mencari nafkah, sementara Kabir yang akan mengurus rumah. Keputusan ini berdasarkan atas sikap saling menghormati, bahwa Kabir menghormati keinginan Kia yang ingin mengejar karier, sementara Kia menghormati keinginan Kabir untuk mengurus rumah seperti mendiang ibunya.
Tak mendapatkan restu dari ayah Kabir, mereka pun tinggal di apartemen Kia. Dalam masyarakat India, pasangan yang tinggal di pihak perempuan disebut gharjamai. Laki-laki yang tinggal di keluarga perempuan sering kali mendapatkan stigma negatif karena biasanya mereka yang menyediakan tempat tinggal dan memenuhi kebutuhan keluarga.
Mengenali Potensi Diri
Manusia, baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi yang sama, seperti sama-sama memiliki akal, emosi, dan hasrat seksual. Keduanya punya hak yang sama untuk mengenali dan mengembangkan karunia dari Allah itu untuk menjadikannya manusia yang utuh.
Sedari awal, Kia dan Kabir masing-masing sudah mengenali potensi dirinya. Kia memahami bahwa dia punya potensi besar dalam bisnis sehingga berkarier di dunia korporat adalah jalannya. Ia tidak memaksakan diri untuk menikah atau menjalin hubungan dengan dengan laki-laki yang tidak bisa menerima bahwa ia tidak terampil dalam urusan rumah tangga.
Demikian halnya dengan Kabir yang mengenali bahwa potensi dia adalah pekerjaan dalam rumah tangga. Ia lebih suka berkutat di dapur menghasilkan berbagai hidangan, mendekorasi rumah, bersosialisasi dengan tetangga, dan mengatur keuangan keluarga daripada bekerja kantoran.
Kesadaran akan potensinya ini mendapatkan tentangan dari ayahnya yang berharap Kabir akan meneruskan usahanya. Ayahnya pun meragukan apakah anaknya itu akan berhasil dalam pernikahannya dan melabelinya sebagai laki-laki yang payah.
Masalah Rumah Tangga sebagai Tanggung Jawab Bersama
Layaknya rumah tangga lainnya, Kia dan Kabir juga menghadapi masalah. Salah satu masalah yang mereka alami ialah finansial. Apartemen yang mereka sewa akan pemiliknya jual. Kabir yang sudah mendekorasi apartemen itu sesuai impiannya merasa sangat sayang jika mereka harus pindah.
Sebagai pengatur keuangan keluarga, Kabir merombak anggaran agar bisa menyisihkan uang. Untuk mendapatkan uang tambahan, ia memanfaatkan pertemanan dengan ibu-ibu tetangganya. Kabir menjadi instruktur gym mereka dan mendapat upah yang lumayan. Dengan uang yang ia kumpulkan, ia dan Kia bisa membeli apartemen itu.
Saling Menghormati Hak Seksual
Salah satu hal yang ditekankan ketika membicarakan kesetaraan gender ialah membuat pengalaman reproduksi perempuan menjadi lebih nyaman. Perempuan memiliki pengalaman reproduksi yang khas, dengan durasi berbeda-beda, dan membawa konsekuensi rasa sakit atau adza, kurhan (melelahkan), dan wahnan ala wahnin (sakit berlipat-lipat).
Hubungan seksual yang terasa nikmat antara laki-laki dan perempuan pun perlu kita bicarakan karena akan membawa rentetan konsekuensi bagi perempuan. Dari hubungan itu akan ada kemungkinan perempuan hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui. Mengingat bahwa tubuh perempuan yang akan mengalaminya, perlu kesiapan yang matang untuk memutuskan apakah ia ingin hamil atau tidak.
Mempertimbangkan kesibukan Kia di pekerjaannya, Kia dan Kabir menunda momongan. Akan tetapi, satu hari ia curiga bahwa dia hamil. Kabir berusaha menenangkan dan meyakinkan Kia bahwa mereka sudah berusaha mencegah kehamilan itu. Namun, bila memang itu terjadi, mereka akan mencari solusi bersama.
Kerja Domestik Maupun Publik yang Sama Pentingnya
Kia dan Kabir sepakat bahwa kerja domestik maupun publik sama pentingnya. Pekerjaan Kia dalam sektor publik tentunya memiliki peran utama untuk menyangga rumah tangga dalam hal finansial. Output-nya pun nyata sehingga Kia punya kesempatan untuk tampil dan mendapatkan sorotan. Namun, hal ini tidak membuatnya lupa akan suaminya yang punya peran besar dalam mendukung kariernya.
Pemikiran Kabir akan pentingnya kerja di sektor domestik terpengaruhi oleh mendiang ibunya. Baginya, peran serta ibunya sangat besar di balik kesuksesan ayahnya sebagai pebisnis. Namun, peran itu sering kali terabaikan dan dianggap tidak ada. Hasil kerja itu hanya dianggap berjalan sebagaimana mestinya, tidak mendapat apresiasi yang layak sebagaimana kerja publik.
Berawal dari interview Kia yang menyebutkan bahwa ia punya suami yang hebat, tiba-tiba saja Kabir menjadi sorotan masyarakat. Pemikiran Kabir akan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sektor publik maupun domestik membuatnya mendapatkan banyak undangan untuk berbicara dalam seminar bertema kesetaraan gender.
Kia merasa cemburu akan popularitas Kabir. Kesibukan Kabir yang baru, yakni menjadi pembawa acara memasak di TV, bintang iklan, dan pembicara seminar pun membuat pekerjaannya di rumah terbengkalai. Waktu mereka bersama semakin sedikit. Rumah tangga mereka pun goyah.
Ide besar dalam film ini ialah pemahaman bahwa seks dan gender adalah dua hal yang berbeda. Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang sifatnya biologis, terkait dengan organ reproduksi, dan tidak dapat kita pertukarkan. Sementara itu, gender adalah konstruksi budaya yang membedakan peran laki-laki dan perempuan dan sifatnya sangat cair, dapat dipertukarkan.
“Pertukaran peran” dalam rumah tangga yang tidak lazim dalam masyarakat India berusaha dinormalisasi dalam film ini. Perempuan bisa menjadi breadwinner, sementara laki-laki bisa mengurus rumah tangga.
Tanpa saling merendahkan, film ini menempatkan keduanya dalam posisi setara. Istri yang bekerja tetap menghormati dan bangga akan suaminya. Sementara itu, suami yang tinggal di rumah tetap mendukung karier istri dan berkontribusi untuk rumah tangga. []