Jumat, 26 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Manunggaling Kawula Gusti

    Manunggaling Kawula Gusti, Pengakuan Inklusivitas dalam Sufisme Jawa

    penari disabilitas

    Bersama Penari Disabilitas, Yura Yunita Tegaskan Panggung Seni Milik Semua

    Halaqah Kubra KUPI

    Ada yang Tertinggal di Jogja: Sebuah Kenangan Halaqah Kubra KUPI

    Perhatian Ibu

    Hari Ibu dan Perhatian Kecil yang Terlalu Sering Kita Abaikan

    Selamat Natal

    Selamat Natal sebagai Perayaan Spiritual dan Kultural: Suara Seorang Muslim

    Keadilan Hakiki

    Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    Keadilan Hakiki Bagi Perempuan

    Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    Natal

    Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    Perspektif Keadilan Hakiki Perempuan

    5 Prinsip Dasar Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Manunggaling Kawula Gusti

    Manunggaling Kawula Gusti, Pengakuan Inklusivitas dalam Sufisme Jawa

    penari disabilitas

    Bersama Penari Disabilitas, Yura Yunita Tegaskan Panggung Seni Milik Semua

    Halaqah Kubra KUPI

    Ada yang Tertinggal di Jogja: Sebuah Kenangan Halaqah Kubra KUPI

    Perhatian Ibu

    Hari Ibu dan Perhatian Kecil yang Terlalu Sering Kita Abaikan

    Selamat Natal

    Selamat Natal sebagai Perayaan Spiritual dan Kultural: Suara Seorang Muslim

    Keadilan Hakiki

    Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    Keadilan Hakiki Bagi Perempuan

    Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    Natal

    Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    Perspektif Keadilan Hakiki Perempuan

    5 Prinsip Dasar Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Grooming Behaviour dan Pudarnya Nalar Kritis Para Gawagis

Trah Kiai tidak hanya menjadi glamor simbolik, seorang Gus seharusnya memahami bahwa setiap anak punya hak atas tubuhnya sendiri.

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
11 November 2025
in Publik
0
Grooming Behavior

Grooming Behavior

2.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Media sosial ramai memperbincangkan sebuah adegan Gus Elham Yahya sebagai pendakwah yang sedang mencium anak kecil. Video lainnya menunjukkan unsur cat calling pada jamaah perempuan cantik, yang menghadiri pengajian Gus Elham tersebut. Video lain juga memperlihatkan Gus yang unjuk kebolehan menyanyi lagu dangdut dengan duduk di kursi majelis pengajiannya.

Berita ini mencuat, dan mayoritas kontra akan perilaku sosok Gus Elham Yahya. Selain sedang mencium pipi anak kecil dengan terjadi lebih dari sekali, video lainnya menunjukkan Gus yang sedang berada di tengah kerumunan para perempuan muda yang mengaguminya, bak selebritas.

Dalam dakwah, konten dan peran sosial, gelar Gus bisa memberi keunggulan simbolik berupa trust dan otoritas. Istilah Gus atau Gawagis adalah gelar kehormatan yang lazim di lingkungan pesantren di Jawa sebagai panggilan untuk putra-putri ulama Kyai atau Ibu nyai. Tindakan mencium anak kecil berulang kali adalah sebuah pelanggaran etika, adab dan potensi pelecehan.

Fenomena “Gus ngartis” semakin terasa. Sebutan Gus, seharusnya melekat pada warisan keilmuan, keteladanan, dan perjuangan sosial kiai pesantren, kini  tereduksi menjadi label “selebritas.” Media sosial berubah menjadi panggung pamer dan validasi, bukan lagi ruang refleksi ilmu dan kritik sosial.

Grooming Behavior yang Mendapat Kritik Serius

Grooming behavior adalah proses manipulatif oleh pelaku kekerasan seksual untuk mendekati, memengaruhi, dan mengendalikan korban, terutama anak-anak atau remaja. Memiliki tujuan akhir yaitu melakukan pelecehan atau eksploitasi seksual.

Trah kiai dengan sebutan Gus memiliki peran sosial, budaya, ekonomi, dan media, panggilan hanya terjadi khusus di masyarakat pesantren dan komunitas Islam di Jawa. Gelar ini punya muatan simbolik, sosial, dan budaya yang melekat.

Masalah muncul ketika sebutan “Gus” dipakai sebagai modal branding personal, sementara substansi keilmuan dan kepekaan sosial mulai kabur. Tidak lagi bicara amar ma’ruf nahi munkar, maqasidu syari’ah, maslahatu amah atau ubudiyah melainkan dakwah menyesuaikan pasar melalui kata-kata manis, gombalan viral, atau gimmick khas influencer.

Alhasil, Gus lebih mirip selebritias ketimbang pewaris tradisi intelektual pesantren. Akibatnya, daya kritis ikut menghilang. Trah keturunan kiai yang awalnya menjadi harapan akan hadirnya sosok penerus dalam penegas moral dan pengingat keadilan memudar. Usai pengajian malah sibuk berpose bersama para lawan jenis, lalu menormalisasi mencium pipi anak kecil, di tengah maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di pesantren, sungguh ironis.

Kondisi ini berbahaya, ketika seseorang yang memiliki relasi kuasa dengan melakukan hal yang tabu. Masyarakat kehilangan salah satu sandaran sebagai penjaga moral masyarakat melalui agama. Sebaliknya, publik hanya mendapat pertunjukan “kesalehan visual” seseorang yang bergelar Gus. Simbol status sosial tersebut menjadi identitas prestise. Simbol ini menjadi modal sosial yang menarik, hingga terjadinya desakralisasi gelar dan fungsionalisme kosong.

Memaknai Ulang Gelar Gus sebagai Trah Kiai

Gelar Gus sebagai “status sosial kosong” tanpa kontribusi nyata. Ketika sebuah popularitas menjadi. Dalam Islam, semua manusia sama, dan yang membedakannya adalah tingkat ketakwaan. Gelar Gus dalam konteks ini menjadi dogmatis, bebas kritik serta memperkuat budaya “kultus figur”.

Gelar “Gus” sering menjadi bobot simbolik yang lebih tinggi dibanding “Ning”. Dalam banyak konteks, peran kepemimpinan publik lebih sering memilih Gus untuk menjadi rujukan daripada Ning. Ning sering berada di dalam peran domestik atau pendidikan dalam pesantren, sehingga pengaruh publik terbatas jika perbandingannya dengan kiprah Gus.

Ketika Gus tampil dengan gaya hidup glamor, mobil mewah, barang bermerek, muncul pertanyaan: apakah gaya itu konsisten dengan pesan dakwah yang menekankan kesederhanaan. Ada ketegangan antara ekspektasi masyarakat terhadap kesederhanaan ulama vs kenyataan gaya hidup Gus tertentu. Potensi elitisme, apabila Gus menjadi simbol status tinggi, memunculkan sekat sosial antara santri “kelas bawah” dan “kelas atas”, mengarah ke kasta internal.

Harapan bahwa santri harus “naik kelas” agar layak mengikuti gaya Gus dapat membebani masyarakat secara ekonomi dan social. Fenomena Gus seharusnya tidak hanya menjadi glamor simbolik, tapi harus memiliki kontribusi nyata, substansi ilmiah, keagamaan, dan sudah seharusnya peran Gus membawa makna yang konstruktif.

Gus dan Relasi Kuasa dalam Isu Kekerasan Seksual

Otoritas keagamaan, melalui gelar Gus berpotensi menciptakan ketimpangan kekuasaan yang memancing terjadinya kekerasan seksual. Grooming behavior bisa terjadi secara langsung maupun terselubung. Video gus Elham saat mencium anak kecil dengan mengulum pipi adalah sesuatu yang sensitif, dengan melibatkan anak di bawah umur, di depan public dan dalam sorotan kamera.

Label Gus seharusnya menjadi perwakilan otoritas moral, spiritual, dan sosial. Supaya memiliki pengaruh terhadap jamaah, terutama santri dan masyarakat awam. Sayangnya relasi sosial ini bersifat patriarkal dan hierarkis, di mana jamaah memosisikan diri sebagai pihak yang harus taat, manut, atau sami‘na wa aṭa‘na.

Menurut teori Michel Foucault, kekuasaan tidak hanya berada di tangan penguasa politik, tetapi juga melekat pada pengetahuan, wacana, dan otoritas moral. Dalam konteks “Gus”, ada tiga bentuk relasi kuasa yang sering muncul. Pertama, potensi terjadinya kuasa simbolik karena gelar Gus adalah sebagai gelar terhormat karena keturunan kiai, atau wali. Jamaah sulit mengkritik dan menolak perilaku “Gus” meski bahkan jika terjadi perilaku yang tidak senonoh.

Kedua adalah kuasa spiritual, di mana Gus mendapat anggapan memiliki karomah atau barokah. Sehingga perintah dalam sebuah permintaan sentuhan, masyarakat menganggap sebagai bagian dari “ritual” mendapatkan karomah dan sulit untuk menghindarinya. Terlihat pula di beberapa video viral, menampilkan sosok Gus Elham yang menyentuh air minum dari jamaahnya. Jamaah dengan sangat bangga menerima air tersebut.

Ketiga, kuasa sosial-ekonomi, di mana Gus punya akses terhadap pendidikan, ekonomi dan status sosial tinggi. Sehingga memunculkan ketergantungan, terutama pada jamaah perempuan atau dhuafa. Jamaah sulit menolak perilaku tersebut, sama dengan menolak rezeki. Terlihat dalam video anak kecil tersebut tidak nyaman, namun berubah menerima ciuman karena mendapat uang saku sebagai imbalan bersedia mendapat ciuman di pipi. Video lainnya, jamaah dengan paras yang cantik sedang bertanya, namun justru menerima cat callling. 

Jeratan Hukum terhadap Kekerasan Seksual oleh Tokoh Agama

Kekerasan seksual tidak selalu berupa paksaan fisik, tetapi sering muncul melalui manipulasi spiritual. Contohnya, pelaku yang meyakinkan korban bahwa tindakan tertentu seperti mencium adalah normal dan wajar. Pemanfaatan posisi kuasa seperti sosok Gus menganggap dirinya “berhak” melakukan kontak fisik karena statusnya lebih tinggi.

Hal demikian adalah bagian gaslighting religius, di mana korban menjadi merasa berdosa atau tidak sopan jika menolak. Beberapa kasus di pesantren menunjukkan bahwa pelecehan bisa terjadi oleh tokoh dengan gelar “Gus”, dan sulit tindak lanjut ke ranah hukum karena korban takut menjadi sosok yang mencemarkan keturunan ulama atau menodai nama baik pesantren. Kasus kekerasan seksual yang terjadi dengan pelaku bergelar Gus di Jombang dan di Trenggalek. 

Menurut Kimberlé Crenshaw dalam perspektif feminisme interseksional, memberi penekanan bahwa perempuan di lingkungan religius mengalami penindasan berlapis. Penyebab terjadinya kekerasan seksual antara lain penyebabnya gender, kelas sosial, dan posisi religius. Karena posisi Gus berada dalam relasi kuasa, maka tanggung jawab etik dan hukumnya lebih besar, bukan sebaliknya.

Anak bukanlah objek rasa gemas manusia dewasa. Anak adalah makhluk yang harus mendapat perlindungan. Pendidikan  perlindungan anak berawal dari kesadaran diri, bahwa setiap bentuk pelecehan, sekecil apa pun, tidak boleh mendapat ruang. Baik di rumah maupun ruang publik seperti di sekolah, pesantren atau panggung dakwah. Dalam hal ini, kita harus memahami pokok persoalan. Para GUs seharusnya tahu  bahwa setiap anak punya hak atas tubuhnya sendiri.

Dalam pendekatan sosio-legal, kekerasan seksual oleh tokoh agama tidak hanya pelanggaran moral saja.  Terjadinya kekerasan seksual di pesantren oleh tokoh agama adalah bentuk pelanggaran kepercayaan publik dan hukum pidana, hal ini tertulis dalam Undang-Undang Tindakan Pencegahan Kekerasan Seksual No. 12 Tahun 2022. []

 

 

 

 

 

 

Tags: CatcallingGawagisGrooming BehaviorKekerasan di PesantrenKekerasan seksual
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis bisa dihubungi melalui IG : Halimatus_konsultanhukum 2123038506

Terkait Posts

Kekerasan Seksual
Aktual

Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

16 Desember 2025
sikap ambivalen
Aktual

Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

15 Desember 2025
Kekerasan Seksual
Aktual

Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

26 November 2025
Presiden Meksiko Dilecehkan
Publik

Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah

8 November 2025
Hari Santri Nasional
Publik

Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

24 Oktober 2025
Kekerasan Seksual
Publik

Mengapa Kita Tidak Boleh Melupakan Kasus Kekerasan Seksual?

21 Oktober 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Anak Perempuan Disabilitas Menyelamatkan Pohon Terakhir di Desanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Manunggaling Kawula Gusti, Pengakuan Inklusivitas dalam Sufisme Jawa
  • Bersama Penari Disabilitas, Yura Yunita Tegaskan Panggung Seni Milik Semua
  • Ada yang Tertinggal di Jogja: Sebuah Kenangan Halaqah Kubra KUPI
  • Hari Ibu dan Perhatian Kecil yang Terlalu Sering Kita Abaikan
  • Selamat Natal sebagai Perayaan Spiritual dan Kultural: Suara Seorang Muslim

Komentar Terbaru

  • Jade3395 pada Manunggaling Kawula Gusti, Pengakuan Inklusivitas dalam Sufisme Jawa
  • Registrera pada Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu dalam Perspektif Mubadalah
  • best online betting sites pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • drover sointeru pada Antara Banjir Informasi, Boikot Stasiun Televisi, dan Refleksi Hari Santri
  • free pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Account
  • Home
  • Khazanah
  • Kirim Tulisan
  • Kolom Buya Husein
  • Kontributor
  • Monumen
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Rujukan
  • Tentang Mubadalah
  • Zawiyah
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID