• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Gus Dur Tegaskan Kawin Anak Bahaya Bagi Perempuan

Kata Gus Dur, dalam kasus perkawinan di bawah umur, agama seringkali dijadikan pembenaran

Redaksi Redaksi
05/12/2022
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Kawin anak

Kawin anak

365
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Fenomena kawin anak merupakan bukan isu yang baru bagi sebagian masyarakat di Indonesia.

Dalam beberapa catatan, fenomena kawin anak di Indonesia dimulai sejak akhir tahun 1970 an dan awal 1980 an. Hingga saat ini fenomena kawin anak semakin marak terjadi di sebagian masyarakat.

Di Kabupaten Cirebon, menurut data pada tahun 2020 dari Pengadilan Agama, terdapat 478 layangan surat permohonan izin, dan diterima dan 446 yang diputuskan oleh pihak pengadilan untuk menikah di usia dini.

Data tersebut naik dua kali lipat dari pada pada tahun sebelumnya. Data tahun 2019 tercatat hanya 236 anak yang izinnya diterima.

Dengan semakin meningkatnya fenomena kawin anak, sebetulnya apa sih penyebabnya?

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Menurut Abdurrahman Wahid (Gus Dur), seperti dikutip di buku Fikih Kawin Anak yang ditulis oleh Mukti Ali, dkk, menyebutkan dalam kasus perkawinan di bawah umur, agama seringkali dijadikan pembenaran.

Agama tidak membatasi usia pernikahan. Begitu seseorang tamyiz (pintar), ia sudah boleh menikah. Begitu longgarnya ketentuan agama, oleh orang yang kecenderungan fikih atau legalistiknya kuat, hal ini kemudian menjadi patokan.

Karena itu, kata Gus Dur, hal ini harus semua orang perhatikan secara serius. Penggunaan fikih secara formalistik ternyata mengakibatkan pengorbanan kelompok masyarakat lemah, khususnya perempuan.

Oleh sebab itu, perlu kita lakukan adalah pembenahan terhadap pemahaman fikih. Fikih-nya tidak perlu kita ubah, tetapi pengertian penerapannya perlu kita pertimbangkan.

Fikih adalah hukum. Setiap hukum bergantung pada bagaimana melaksanakannya. Hukum merupakan perangkat yang akan menjamin tercapainya suatu sasaran. Dan sasaran itu sudah ada dalam pengertian agama, yaitu demi kemaslahatan rakyat (maslahah al-ra’iyyah).

Perhatikan Dua Dimensi

Di samping itu, perkawinan di bawah umur juga seringkali terjadi akibat pergeseran orientasi dalam pernikahan. Padahal, kata Gus Dur, dalam pernikahan harus memerhatikan dua dimensi.

Pertama dimensi kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Harus ada ikatan kasih sayang dan ikatan sosial.

Kedua dimensi fisis dan biologis. Ini menyangkut kesehatan reproduksi dan pengembangan keturunan.

Agar fikih tidak mengorbankan perempuan, kata KH. Sahal Makhfudz, kita membutuhkan Fiqh al-Nisa (Fikih Perempuan).

Yaitu fikih yang secara khusus menyoroti persoalan-persoalan hak-hak reproduksi perempuan. (Rul)

Tags: anakBahayagus durkawin anakKH. Abdurrahman Wahidperempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version