• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Gus Dur Tegaskan Kawin Anak Bahaya Bagi Perempuan

Kata Gus Dur, dalam kasus perkawinan di bawah umur, agama seringkali dijadikan pembenaran

Redaksi Redaksi
05/12/2022
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Kawin anak

Kawin anak

368
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Fenomena kawin anak merupakan bukan isu yang baru bagi sebagian masyarakat di Indonesia.

Dalam beberapa catatan, fenomena kawin anak di Indonesia dimulai sejak akhir tahun 1970 an dan awal 1980 an. Hingga saat ini fenomena kawin anak semakin marak terjadi di sebagian masyarakat.

Di Kabupaten Cirebon, menurut data pada tahun 2020 dari Pengadilan Agama, terdapat 478 layangan surat permohonan izin, dan diterima dan 446 yang diputuskan oleh pihak pengadilan untuk menikah di usia dini.

Data tersebut naik dua kali lipat dari pada pada tahun sebelumnya. Data tahun 2019 tercatat hanya 236 anak yang izinnya diterima.

Dengan semakin meningkatnya fenomena kawin anak, sebetulnya apa sih penyebabnya?

Baca Juga:

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Menurut Abdurrahman Wahid (Gus Dur), seperti dikutip di buku Fikih Kawin Anak yang ditulis oleh Mukti Ali, dkk, menyebutkan dalam kasus perkawinan di bawah umur, agama seringkali dijadikan pembenaran.

Agama tidak membatasi usia pernikahan. Begitu seseorang tamyiz (pintar), ia sudah boleh menikah. Begitu longgarnya ketentuan agama, oleh orang yang kecenderungan fikih atau legalistiknya kuat, hal ini kemudian menjadi patokan.

Karena itu, kata Gus Dur, hal ini harus semua orang perhatikan secara serius. Penggunaan fikih secara formalistik ternyata mengakibatkan pengorbanan kelompok masyarakat lemah, khususnya perempuan.

Oleh sebab itu, perlu kita lakukan adalah pembenahan terhadap pemahaman fikih. Fikih-nya tidak perlu kita ubah, tetapi pengertian penerapannya perlu kita pertimbangkan.

Fikih adalah hukum. Setiap hukum bergantung pada bagaimana melaksanakannya. Hukum merupakan perangkat yang akan menjamin tercapainya suatu sasaran. Dan sasaran itu sudah ada dalam pengertian agama, yaitu demi kemaslahatan rakyat (maslahah al-ra’iyyah).

Perhatikan Dua Dimensi

Di samping itu, perkawinan di bawah umur juga seringkali terjadi akibat pergeseran orientasi dalam pernikahan. Padahal, kata Gus Dur, dalam pernikahan harus memerhatikan dua dimensi.

Pertama dimensi kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Harus ada ikatan kasih sayang dan ikatan sosial.

Kedua dimensi fisis dan biologis. Ini menyangkut kesehatan reproduksi dan pengembangan keturunan.

Agar fikih tidak mengorbankan perempuan, kata KH. Sahal Makhfudz, kita membutuhkan Fiqh al-Nisa (Fikih Perempuan).

Yaitu fikih yang secara khusus menyoroti persoalan-persoalan hak-hak reproduksi perempuan. (Rul)

Tags: anakBahayagus durkawin anakKH. Abdurrahman Wahidperempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Boys Don’t Cry

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

2 Juli 2025
Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID