Mata dunia menyoroti konflik saling serang antara pasukan Hamas Palestina dan pasukan Israel serta menuntut perdamaian.
Mubadalah.id. – Media saat ini sedang gencar memberitakan penyerangan antara pasukan Hamas dan Israel. Penyerangan yang menimbulkan ratusan korban jiwa tersebut menyita perhatian publik.
Mengutip dari CNBC, hingga Kamis, 12 Oktober 2023 kemarin, sudah sebanyak 1.354 orang korban meninggal dunia, dan 6.049 orang luka-luka di Gaza Palestina. Data tersebut berdasarkan paparan data dari Kementerian Kesehatan Palestina.
Dari banyaknya jumlah korban tersebut, sudah sebanyak 12 pegawai Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) juga tewas di Gaza. Sebanyak 1.300 orang juga menjadi korban jiwa karena terbunuh di Israel akibat konflik tersebut.
Mata dunia menyoroti konflik saling serang antara pasukan Hamas Palestina dan pasukan Israel serta menuntut perdamaian.
Masyarakat Indonesia yang mengaku sebagai saudara sesama muslim mulai menyuarakan pembelaan terhadap Palestina. Pembelaan atas nama sesama muslim ini menuntut negara untuk segera menentukan sikap dalam konflik tersebut.
Pembelaan Indonesia Bukan Semata Karena Agama
Menyikapi hal demikian, sebelum meledaknya perang tersebut, Indonesia sendiri telah mengambil sikap tegas dengan menyampaikan pembelaan terhadap Palestina dan menyerukan perdamaian.
Indonesia menyampaikan sikap pembelaan terhadap Palestina. Hal demikian bukan semata karena Palestina negara Muslim. Namun pembelaan yang ada adalah karena rasa keadilan yang harus ditegakkan dan penghapusan kedzaliman dalam bentuk penindasan yang harus dihapuskan.
Artinya meskipun bukan Palestina yang mengalamai ketertindasan, Indonesia juga akan melakukan pembelaan, sebagaimana Indonesia juga mendukung perdamaian negara non Muslim seperti Kongo yang menjadi negara bagian Afrika dengan penduduk mayoritas kristen.
Resolusi konflik Indonesia fokus pada cita-cita perdamaian dan ketertiban dunia. Mengakui toleransi dan menghormati negara-negara lain, baik negara muslim maupun non muslim lainnya. Sebagaimana Indonesia mengakui adanya kebinekhaan etnis, suku dan agama yang ada di Indonesia.
Pembelaan Indonesia akan perdamaian di Palestina adalah karena ketertindasan dan ketidakadilan global yang dialami. Sehingga Indonesia memberi perhatian dan menaruh dukungan kepada negara yang tertindas dengan memberikan solusi perdamaian, menghormati HAM dan Hukum Internasional.
Seruan Perdamaian Indonesia untuk Palestina dan Israel.
Seruan dan ajakan perdamaian untuk mengatasi konflik antara Palestina dan Israel menjadi solusi sebagaimana Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ungkapkan pada sidang PBB, di New York, 23 September 2023 lalu.
Indonesia siap menjadi juru damai dan menjembatani perdamaian antara Palestina dan Israel. Perdamaian dan penghapusan konflik menjadi tahta tertinggi yang harus selalu dijunjung. Indonesia yang sebelumnya mendapatkan suara tertinggi dalam pencalonan menjadi Dewan HAM PBB tentu merasa ikut bertanggungjawab demi tegaknya HAM tersebut.
Mengutip tanyangan KompasTV. Dalam sebuah kesempatan sidang PBB. Indonesia lewat Menlu Retno dan delegasinya mengenakan pakaian batik khas berbagai daerah di Indonesia yang kala itu seluruh delegasi dari negara angota PBB lainnya mengenakan pakain formal jas, blazer dan kemeja. Menlu ingin menggambarkan kebhinekaan Indonesia yang mampu mencapai kesatuan jua dan cita-cita yang tidak mustahil untuk dicapai juga oleh dunia.
Berpedoman pada Dasasila Bandung. Indonesia menghormati HAM dan piagam PBB sebelumnya pada konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Indonesia mengajak dunia untuk berpikir dengan paradigma baru guna mengatasi penindasan.
Seruan Perdamaian Indonesia dan Ajakan Perhatian Dunia
Ungkapan Menlu mengutip pidato Presiden RI saat berhasil menjadi ketua G20 ASEAN tahun sebelumnya pantas menjadi perhatian. “Kekuasaan negara bukan semata karena power yang dimiliki dan bukan semata-mata bisa mendikte negara lain. Kekuasaan adalah untuk mendengar pendapat pihak lain.” Demikian, hendaknya juga menjadi kesadaran bersama bagi negara-negara PBB.
Konflik antara Palestina dan Israel merupakan suatu ketidakadilan global yang nyata di depan mata dunia. Sehingga hal demikian harusnya menjadi perhatian bersama. Bukan hanya perhatian namun juga jalan keluar dan solusi yang ada.
Demikian juga dalam konflik tersebut tidak boleh ada negara digdaya yang menggunakan power-nya untuk menakut-nakuti negara lain. Negara harus bersatu untuk mendorong perdamaian, bukan memberikan dorongan keberpihakan. Terlebih jika hanya ingin saling menampilkan kekuatan yang ada, ini akan memecahkan persatuan global.
Indonesia ingin bersikap objektif menanggapi kasus tersebut serta mencarikan solusi lewat negosiasi dan diplomasi. Mengajak negara lain untuk fokus kepada solusi dan bukan pada penyebab kasus.
Adanya spirit Perdamaian tersebut tentu harus bersambut gayung dengan negara lain. Solidaritas dan tanggungjawab kolektif atas perdamaian dan stabilitas global merupakan tanggungjawab bersama di mana masing-masing negara harus bersama-sama memikulnya.
Penyelesaian terhadap konflik yang ada hendaknya diselesaikan di meja perundingan bukan di medan peperangan. Negara-negara lain juga harus memastikan tegaknya perdamaian dengan tidak meninggalkan negara yang terjajah dan mengalami ketidakadilan global meringkuk sendirian. []