Mubadalah.id – Hari Buku Nasional kita peringati setiap tanggal 17 Mei setiap tahunnya. Peringatan ini dilakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat dan menghargai buku sebagai sumber ilmu pengetahuan dan hiburan. Selain itu, Hari Buku Nasional juga menjadi momen yang tepat untuk mengenang jasa-jasa sastrawan Indonesia yang telah memberikan kontribusi besar bagi dunia sastra di Indonesia.
Mendengar kata “sastrawan”, tentu nama-nama yang terlintas di pikiran kita adalah Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, dan sastrawan lainnya. Siapa yang tidak mengenal sastrawan terkenal seperti mereka? Meskipun banyak sastrawan laki-laki terkenal di Indonesia, bukan berarti tidak ada sastrawan perempuan yang melegenda serta berjasa bagi bangsa Indonesia.
Dalam artikel ini, kita akan mengenali beberapa sastrawan perempuan Indonesia yang juga melegenda, dan telah memberikan sumbangsih besar bagi dunia sastra Indonesia. Perempuan-perempuan hebat tersebut antara lain sebagai berikut:
Raden Ajeng Kartini
Kartini adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang terkenal sebagai penulis. Karya-karyanya berupa surat-surat yang ia kirimkan kepada sahabatnya di Belanda, telah memberikan kontribusi besar bagi gerakan emansipasi wanita di Indonesia.
Surat-surat tersebut telah dibukukan dalam bukunya yang sangat terkenal berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku ini berisi kumpulan surat-surat yang Kartini tulis. Di mana ia mengangkat isu-isu tentang emansipasi wanita, pendidikan, dan kehidupan sosial di Indonesia pada masa itu.
Raden Ajeng Kartini atau lebih terkenal dengan Kartini adalah seorang tokoh perempuan yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah dan meninggal pada usia 25 tahun pada tanggal 17 September 1904. Pada catatan biografinya yang Achmad Fahrudin tulis, Kartini ia juluki sebagai “Pahlawan Emansipasi Wanita”.
Kartini berusaha menunjukkan bahwa perempuan Indonesia memiliki potensi untuk meraih pendidikan yang setara dengan laki-laki. Selain itu, perempuan juga memiliki hak yang sama dalam masyarakat. Meskipun karyanya tidak banyak, namun ide-ide yang diangkat dalam karya-karyanya memiliki pengaruh besar dalam pergerakan sosial dan politik di Indonesia, khususnya dalam perjuangan emansipasi wanita.
Karya tersebut juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing dan menjadi bahan bacaan bagi banyak orang di seluruh dunia.
Raden Dewi Sartika
Raden Dewi Sartika merupakan advokat dan tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita. Seperti RA. Kartini, Dewi Sartika juga menjadi tokoh perempuan yang terkenal dan terakui sebagai pahlawan nasional di Indonesia. Selain sebagai pendidik, Dewi Sartika juga merupakan seorang penulis dan jurnalis.
Beliau lahir pada tanggal 4 Desember 1884 dan meninggal pada 11 September 1947 di Tasikmalaya. Dalam masa hidupnya, Dewi Sartika banyak menulis dan mengirimkan tulisan ke berbagai media massa.
Melansir dari web Museum Pendidikan Nasional, tulisan Dewi Sartika pernah terpublikasikan di media cetak, saat itu beliau menulis: “Alangkah sedihnya mereka yang tidak bisa membaca dan menulis, karena orang yang demikian ibarat hidup di dalam kegelapan atau umpama orang buta berjalan di tengah hari.
Maka jika jadi perempuan harus bisa segala-gala.”Berdasarkan gagasan tersebut lahirlah Sekolah Kautamaan Istri dengan konsep: cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), pinter (pintar), dan wanter (percaya diri). Selain itu, juga terbit dalam bentuk buku yang berjudul Kaoetamaan Istri yang baru-baru ini terbit ulang yang terwartakan di BandungBergerak.id.
Justina Ayu Utami
Menurut Wikipedia, Justina Ayu Utami atau Ayu Utami adalah seorang aktivis, jurnalis, dan sastrawan berkebangsaan Indonesia. Berbeda dengan Kartini dan Dewi Sartika yang merupakan sastrawan yang terkenal sebagai pahlawan nasional, Ayu Utami lebih kita kenal sebagai novelis.
Ayu adalah sastrawan tahun 90-an. Ia lahir pada tanggal 21 November 1968 di Bogor, Jawa Barat. Ia lulus kuliah Bahasa Rusia di Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan pernah menjadi wartawan di beberapa majalah. Antara lain Humor, Matra, dll. Sebagai seorang novelis, ia memenangkan sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998.
Saman adalah judul novel pertamanya yang mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap sebagai novel pembaru dalam sastra Indonesia. Kabarnya dalam 3 tahun, Saman terjual 55 ribu eksemplar. Selain itu, masih banyak karyanya novel Larung, kumpulan esai, biografi dan ia juga beberapa kali memperoleh penghargaan di antaranya Prince Claus Award tahun 2000. Sungguh menakjubkan bukan?
Tiga tokoh perempuan di atas adalah sastrawan perempuan terkenal, dua diantaranya adalah seorang pahlawan dan satunya novelis. Bagaimapun 3 perempuan di atas sangat berjasa bagi dunia sastra di Indonesia. Selain mereka, masih banyak sastrawan perempuan yang juga mendunia, di antaranya: Mira W., Nh. Dini, Dewi Lestari, Asma Nadia, dan banyak lagi sastrawan perempuan yang berkontribusi bagi sastra Indonesia.
Maka dalam peringatan Hari Buku Nasional kali ini, mari kita kenang jasa-jasa mereka dan terus menghargai karya-karyanya sebagai warisan budaya bangsa yang tak ternilai harganya. Dan teruntuk perempuan Indonesia “Jangan pernah takut menyuarakan pikiran atau pendapat, terlahir sebagai perempuan bukan berarti tidak boleh berkarya. Semangat, kita bisa!” []