• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Ibadah, dan Bagaimana Cara Mencari Allah yang Hilang

Ketika kita serius kembali mencari Allah yang hilang, maka kita harus lepaskan segala pertimbangan duniawi, yang sarat dengan ingar-bingar manusia

Mamang Haerudin Mamang Haerudin
15/11/2021
in Hikmah
0
Tips Menghilangkan Rasa Minder

Tips Menghilangkan Rasa Minder

109
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Orang boleh jadi rajin beribadah setiap hari, membaca Al-Qur’an, qiyamul lail, bahkan menunaikan puasa sunah, tetapi semua itu tidak menjamin secara otomatis membuatnya mampu dekat dengan Allah. Ibadah demi ibadah yang ia lakukan seperti tak membekas dalam perilaku sehari-hati, apalagi sampai menyentuh hati.

Termasuk misalnya jika ada orang yang berpenampilan serba tertutup, layaknya orang saleh, namun ia justru menjadi biang masalah, membenci siapapun yang tidak sependapat dengannya, akhlaknya malah memusuhi orang lain yang berbeda dengannya, melakukan korupsi, mendengki, mudah tersinggung dan maunya cuma dihormati/dilayani.

Nah, permasalahan ini jamak dialami oleh kita sekalian. Hal itu bisa jadi karena ibadah dan kebaikan yang kita lakukan mengalami disorientasi niat. Niatnya keliru. Niatnya bukan semata-mata karena Allah, melainkan karena manusia. Maka juga jangan aneh, jika orang bisa berilmu setinggi langit, tetapi di saat yang sama akhlaknya sangat jauh dari baik. Gelar akademik, status sosial yang disandangnya, sama sekali tidak berbanding lurus menghasilkan kebaikan-kebaikan. Ini bisa terjadi karena kita berbicara tidak sesuai dengan apa yang diperbuat.

Semakin parah apabila ada orang yang hidupnya memang tidak berorientasi pada kehidupan akhirat. Jangankan untuk beribadah, dalam bekerjapun selalu punya orientasi bagaimana caranya mendapat keuntungan, uang yang banyak, rumah megah dan mobil mewah. Tidak peduli halal atau haram, tidak peduli kawan atau lawan, semuanya bisa dikondisikan asalkan sesuai dengan keinginan. Orang rela berbuat curang dan berbohong hanya demi agar terlihat hebat di mata banyak orang.

Kejujuran yang menjadi modal utama hidup berkah, betul-betul tak ada dalam kamus hidupnya. Bahkan saking jahatnya, ia bisa saja berkata baik, tetapi itu hanya sebagai pemanis dari aib-aib dan perbuatan jahatnya selama ini. Inilah barang kali cerminan orang yang zhahirnya kaya tetapi sangat miskin mental dan jiwanya.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Bekerja adalah Ibadah

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Padahal kalau mau kita renungkan, walau dalam waktu sekejap, buat apa hidup kita dipandang hebat orang lain, sementara batin kita bergemuruh, resah dan selalu merasa dihantui oleh banyaknya kesalahan yang telah diperbuat. Hidup menjadi asing, karena hidupnya dibuat-dibuat dan direkayasa.

Di saat itulah pada akhirnya, orang akan menemukan titik jenuh dalam hidup. Yakni ketika Allah menguji hatinya dengan gejolak-gejolak yang menggelisahkan. Hidupnya gersang, banyaknya uang sama sekali tidak berpengaruh baik dalam hidupnya. Hidupnya gersang. Inilah saatnya ia kembali mencari Allah yang hilang.

Maka memang tidak ada jalan lain kecuali kita kembali kepada Allah. Berusaha mengenal Allah dengan lebih serius. Ikhtiar mengenal Allah harus kita maknai sebagai proses, sehingga tobat dan hijrah kita dapat dilakukan dengan tekun dan sabar. Sebab apa? Orang yang mengenal Allah belum tentu orang yang setiap harinya selalu mengucapkan kata Allah.

Sebab malah bisa jadi orang yang sering mengucapkan kata Allah, ia yang justru paling jauh dengan Allah. Maksud saya bahwa Allah dan manusia itu punya dimensi yang berbeda. Allah itu immateri, sementara manusia itu materi. Jangan samakan Allah dengan manusia, karena Allah serba tak terduga.

Sebab kalau kita mau bercermin kepada Nabi Muhammad saw., yakni setiap kali beliau merasa gundah-gelisah, yang beliau lakukan adalah bertahanuts, bertapa, berdiam diri, hening, menyepi untuk benar-benar lepas dari ingar-bingar dunia. Momen di mana Nabi saw., dan Allah begitu dekat dan intim.

Jadi hampir dapat dipastikan bahwa ibadah hakikat yang Nabi saw., lakukan adalah dalam keadaan tersembunyi, tidak untuk disiarkan kepada banyak orang. Karena hanya dengan kesungguhan kita ‘menyembunyikan’ ibadah hakikat ini dapat terhindar dari ria dan apresiasi dari sesama manusia. Cukup ia dan Allah saja yang merasakan, yang bisa jadi tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Kesungguhan dalam menyembunyikan ibadah hakikat yang dilakukan Nabi itu, bukan berarti Nabi tidak melakukan dakwah, mengajak umatnya dalam kebaikan. Sudah barang tentu Nabi memberikan pesan dan contoh yang baik karena kualitas umatnya yang awam. Dari sinilah kita bisa ambil hikmah bahwa kualitas iman kita harus meningkat dari maqam awam sampai maqam khawas dan khawasil khawas.

Dalam tataran awam, biasanya ibadah masih bersifat seremonial, dilakukan dengan ramai, karena perintah, takut oleh atasan dan lekat dengan ingar-bingar dunia. Ibadah yang levelnya berada dalam level paling rendah, hanya sekadar ikut-ikutan kebanyakan orang.

Maka dengan demikian, ketika kita serius kembali mencari Allah yang hilang, maka kita harus lepaskan segala pertimbangan duniawi, yang sarat dengan ingar-bingar manusia. Sebab pengalaman spiritual orang akan berbeda-beda, bahkan cara menempuhnya pun berbeda-beda.

Di saat itulah kita sudah tidak lagi takut dengan penilaian manusia, tak peduli lagi dengan pujian dan cacian. Ia semakin menikmati kedekatannya dengan Allah, yakni dengan mewujudkannya dengan membantu sesama yang membutuhkan, berani melawan segala kezaliman, jujur dalam apapun persoalan. Itulah mengapa Allah bisa hilang, tidak lain karena kita masih membelenggu hidup kita dengan standar hidup kebanyakan orang, itulah yang akhirnya membuat jiwa kita frustasi dan tidak tenang. Wallaahu a’lam. []

Tags: AllahHikmahibadahkehidupanmanusia
Mamang Haerudin

Mamang Haerudin

Penulis, Pengurus LDNU, Dai Cahaya Hati RCTV, Founder Al-Insaaniyyah Center & literasi

Terkait Posts

Menyusui Anak

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version