ABU Hamid al-Ghazali, lahir di Thus (w. 505 H/1111 M) dari keluarga miskin. Ayahnya bekerja sebagai pemintal benang. Al-Ghazali adalah tokoh besar yang selalu menakjubkan sepanjang hidupnya. Sejumlah predikat kesarjanaan paripurna dianugerahkan orang kepadanya; sang filosof, teolog, faqih dan sufi besar.
Pikiran-pikirannya cemerlang dan mengagumkan. Karya-karya intelektualnya sangat subur, tajam, kritikal dan ensiklopedis. Gurunya, Imam al-Haramain, menyebutnya “Bahr Mughdiq” (lautan luas-deras). Sampai hari ini namanya tak lupa disebut orang, terutama jika bicara soal intelektualisme Islam dan sufisme.
Orang besar selalu melahirkan pikiran-pikiran brilian dan sering inovatif. Pikiran seperti ini acap mengagetkan tradisi. Maka al-Ghazali juga hadir dengan pikiran-pikiran kontroversial, baik pada masa hidupnya maupun pasca kematiannya. Dialah sosok yang berdiri tegak di antara dua kutub yang berhadap-hadapan secara diametris, antara tradisonalisme dan Rasionalisme.
Dunia Islam pasca kematiannya seakan-akan hanyut, tenggelam dan terserap di bawah pengaruh “sihir”nya yang menggairahkan, mencerahkan maupun yang meninabobokan, memabukkan, bahkan acap menghancurkan (dekonstruktif). Kaum muslimin sedunia benar-benar terbelah. Para pemujanya menyebut al-Ghazali sebagai “Hujjah al-Islâm” (Sang Juru Bicara Islam) atau “Pendekar Islam dari Thus”, dan “Sang Penyelamat Keilmuan Islam” (Muhyîy ‘Ulûm al-Dîn).
Dialah tokoh yang berhasil melakukan konstruksi secara final doktrin-doktrin sufisme mazhab Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, sebuah sistem aliran esoterisme Islam yang dianut berjuta-juta muslim di dunia. Ali Sami al-Nasyar mengatakan bahwa di tangannya lah seluruh bangunan sufisme Sunni berhasil dirumuskan dengan tuntas dan menjadi acuan kaum Sunni sampai hari ini.
Begitu al-Ghazali wafat (1111 M), dunia meratapinya berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Para pemujanya, dengan rintihan dan sedu-sedan yang menggamit relung hati, menyenandungkan koor madah ini:
ابا حامد انت المخصص بالحمد
وانت الذى علمتنا سنن الرشد
وضعت لنا ”الاحياء“ يحيي نفوسنا
وينقذنا من ربقة المارد المردى
O, Abu Hamid, engkaulah yang patut dikagumi
Engkau ajarkan kami jalan kebenaran
Engkau beri kami “al-Ihyâ`”
Membuat jiwa kami bergairah
Ia lepaskan kami dari belenggu petaka
yang menyesatkan.
Meski banyak orang mengkritiknya dengan keras dan tajam, tetapi hal itu tak membuat para pengagumnya surut untuk terus memujinya, mengagumi dan membelanya:
وإذا الحبيب اتى بذنب واحد
جاءت محاسنه بألف شفيع
Bila pun kekasih
datang dengan satu dosa
Tetapi ia membawa seribu kebaikan
Benar, meskipun al-Ghazali dianggap melakukan satu kesalahan atau kekurangan dalam hal tertentu, karena dia juga manusia, akan tetapi menurut pengagumnya dia memiliki banyak sekali pikiran dan pandangan yang luar biasa dan bermanfaat bagi berjuta-juta orang. Satu dosa yang dilakukannya itu telah lenyap ditelan sejuta kebaikan yang telah dia berikan dengan cuma-cuma.
(Diambil dari buku : “MENGAJI PLURALISME KEPADA MAHAGURU PENCERAHAN”, Husein Muhammad, Mizan).