• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Indonesia Gelap, Kegelapan bagi Masa Depan Perempuan

Sepertinya memang jalan panjang kesetaraan di negeri ini kian terjal dan berliku, namun semangat ini tak boleh sekalipun layu.

Zahra Amin Zahra Amin
26/02/2025
in Publik
0
Indonesia Gelap

Indonesia Gelap

1.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Berderap dan melaju menuju Indonesia baru. Singsingkan lengan baju singkirkan semua musuh-musuh. Rakyat pasti menang melawan penindasan, rakyat kita pasti menang.”

Mubadalah.id – Lagu di atas kami nyanyikan bersama, ketika aku berkesempatan mengikuti aksi Kamisan yang ke 852, pada Kamis 20 Februari 2025 di depan Istana Negara Jakarta. Aksi ini selain memperingati Hari Keadilan Sosial Sedunia, juga bagian dari gerakan perlawanan terhadap situasi sosial politik hari ini, yang kita kenal dengan Indonesia Gelap.

Gerakan “Indonesia Gelap” yang berlangsung pada 17 dan 20 Februari 2025 itu, menjadi momentum bagi masyarakat menyuarakan kegelisahan terhadap ketimpangan yang semakin nyata. Dalam aksi ini, berbagai kelompok akan menyoroti dampak efisiensi anggaran terhadap semua sektor masyarakat termasuk dampaknya terhadap perempuan, anak perempuan dan kelompok rentan.

Aksi Indonesia Gelap juga menjadi simbol perlawanan terhadap kegelapan sistem yang menindas dan menuntut transparansi serta keadilan sosial. Selain itu, menuntut kebijakan pemerintah yang lebih pro-rakyat.

Beban Berlipat Ganda bagi Perempuan

Mila Joesuf mengatakan dalam ulasannya di laman Suluh Perempuan bahwa efisiensi anggaran yang pemerintah terapkan sering kali justru menambah beban perempuan. Pemotongan anggaran di sektor kesehatan dan pendidikan, misalnya, berdampak besar bagi perempuan yang lebih bergantung pada layanan publik ini.

Minimnya anggaran untuk program perlindungan perempuan juga memperburuk situasi korban kekerasan berbasis gender. Di mana perempuan sulit mengakses bantuan hukum, layanan kesehatan, dan rumah aman.

Baca Juga:

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

Perempuan dan Akar Peradaban; Membaca Ulang Hari Kartini Melalui Buku Sarinah

Empat Cara Laki-laki Membuktikan Cinta pada Kartini

Ketika Para Ibu Sudah Turun ke Jalan 

Pengurangan subsidi bagi kebutuhan dasar seperti pangan, listrik, dan transportasi juga berdampak langsung pada perempuan. Terutama mereka yang bekerja di sektor informal atau menjadi tulang punggung keluarga. Ketika negara abai dalam memberikan perlindungan ekonomi, perempuan terpaksa menanggung beban yang lebih besar untuk bertahan hidup.

Aksi ini juga memperlihatkan bagaimana kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat memperburuk kondisi perempuan di berbagai sektor. Dengan partisipasi berbagai elemen masyarakat, aksi ini akan menjadi momentum untuk menekan pemerintah. Harapannya agar memberikan solusi nyata termasuk bagi perempuan yang selama ini terpinggirkan dari agenda pembangunan.

Negara Gagal Melindungi Perempuan

Aku sepakat dengan apa yang Mila Josesuf paparkan dalam artikelnya tersebut. Di negara ini, ada berbagai regulasi yang bertujuan melindungi perempuan, namun sayangnya implementasi masih jauh dari harapan.

UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) misalkan, yang kita harapkan menjadi tonggak perlindungan perempuan masih menemui banyak kendala dalam penerapannya. Banyak aparat penegak hukum yang belum memiliki perspektif gender, sehingga korban sering kali disalahkan atau terabaikan.

Di sisi lain, pendidikan dan media masih mereproduksi narasi yang menormalisasi ketidakadilan gender, misalnya dalam representasi perempuan yang hanya melihatnya sebagai pelengkap atau objek seksual.

Selain itu, peran perempuan dalam politik masih minim. Meskipun ada kebijakan afirmatif seperti kuota 30% perempuan dalam parlemen, realitasnya perempuan dalam politik sering kali menjadi token tanpa suara yang berdaya. Hambatan struktural seperti budaya politik yang maskulin, kekerasan politik berbasis gender, dan pembungkaman aktivis perempuan semakin memperburuk keadaan.

Tingginya angka kekerasan seksual terhadap aktivis perempuan juga menjadi bukti bahwa negara gagal dalam memberikan perlindungan bagi mereka yang berjuang melawan sistem patriarki yang menindas. Pembungkaman terhadap perempuan yang bersuara dalam gerakan sosial, baik melalui ancaman, kriminalisasi, maupun serangan digital, semakin menghambat perjuangan menuju kesetaraan.

Agenda Prioritas Perempuan yang Semakin Hilang

Indonesia Gelap yang kita hadapi hari ini, yang berkaitan dengan situasi politik Indonesia menjadi kenyataan pahit agenda prioritas perempuan yang semakin kabur, hilang dan entah. Pada 29 November 2023, gerakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) telah mendeklarasikan Maklumat Politik Ulama Perempuan, yang didalamnya memasukkan lima agenda prioritas perempuan.

Agenda prioritas perempuan. Antara lain:

Satu, endidikan dan akses bagi perempuan. Akses pendidikan berkualitas bagi perempuan belum merata terutama di kota-kota yang lebih kecil atau desa. Dua, kesehatan perempuan dan anak perempuan. Karena yang perlu perawatan kesehatan secara khusus adalah perempuan, dengan sekian pengalaman biologisnya.

Tiga, praktik yang membahayakan perempuan. Akhir-akhir ini banyak sekali kasus kekerasan seksual, dan kekerasan domestik yang intensitasnya semakin mengerikan. Jumlahnya juga semakin banyak. Seperti perkawinan anak, pernikahan yang tidak tercatatkan, pemaksaan perkawinan, atau pemaksaan penerimaan terhadap perkawinan oleh suaminya. Ini adalah praktik yang membahayakan perempuan, dan anak perempuan

Empat, akses terhadap pengembangan potensi perempuan, akses terhadap dunia kerja, dan akses terhadap peningkatan keterampilan perempuan. Memastikan dunia kerja yang berkeadilan, dan lebih ramah terhadap pengalaman perempuan.

Lima, program kepemimpinan perempuan untuk membibit secara sengaja, membuka ruang-ruang politik bagi perempuan. Yakni untuk membangun ekosistem yang akan melahirkan pemimpin perempuan.

Sepertinya memang jalan panjang kesetaraan di negeri ini kian terjal dan berliku, namun semangat ini tak boleh sekalipun layu. Seperti kisah Nyai Ontosoroh dalam lakon Bumi Manusia. “”Kita sudah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.” Tentu, kita harus terus mengepalkan tangan, berteriak nyaring dan lantang menyuarakan perlawanan. []

Tags: Aksi Kamisangerakan perempuanIndonesia GelapMaklumat Politik Ulama PerempuanPolitik Perempuan
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Trans Jogja

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

3 Juni 2025
Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Ruang Aman bagi Anak

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tubuh yang Terlupakan

    Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita
  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31
  • Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban
  • Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh
  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID