Mubadalah.id – Agama merupakan sistem yang mengatur kepercayaan manusia serta bentuk peribadatan kepada Tuhan. Selain itu ada sebuah kepercayaan spiritual yang hampir semua orang di dunia meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang lemah, sehingga kita membutuhkan tempat untuk bersandar. Atau mengadu dan meminta pertolongan atas semua permasalahan hidup yang kita hadapi. Serta agama juga mengatur bagaimana tata cara hidup manusia, kemana tujuan hidup ini dan bagaimana cara berbuat baik kepada alam semesta.
Agama semestinya berperan demikian dalam kehidupan manusia, cinta damai dan menjadi panduan untuk menghormati orang lain agar bisa hidup berdampingan dengan tenang.
Namun entah kenapa konsep beragama yang cinta damai ini berbanding terbalik dengan praktik sebenarnya tentang agama di Indonesia. Agama semacam menjadi kendaraan untuk mencapai kepentingan pribadi. Padahal modus agama yang mereka gunakan juga masih serupa dan terus berulang. Akan tetapi masyarakat masih saja tertipu dengan modus yang sama.
Ucapan Manis dan Pakaian Agamis
Pertama, yang menjadi pokok permasalahan kenapa orang sering tertipu modus agama, adalah mudahnya kita terhasut dengan ucapan janji manis dan penampilan yang agamis. Lalu berjenggot memakai jubah kemudian mengucapkan potongan ayat Al-Qur’an dalam pidato mereka. Orang awam sudah merasa yakin dan terbius kalau mereka adalah seorang Ustadz yang hebat atau Kyai yang sakti. Sebenarnya ini bukanlah hal baru lagi karena memang sudah Al-Qur’an jelaskan bahwa mereka ini ahli memainkan kata-kata untuk menipu manusia.
Contoh kasus yang pernah viral dulu yaitu menggandakan uang oleh Kanjeng Dimas Pribadi. Dia dengan pakaian jubahnya kemudian punya semacam pondok yang katanya konon setiap satu minggu sekali mengadakan santunan kepada anak yatim. Sehingga membuat orang-orang yakin bahwa dia adalah orang yang sakti.
Berbeda cerita kalau dia hanya memakai pakaian biasa kemudian berada di tengah keramaian orang-orang dan mengatakan ‘saya bisa menggandakan uang’ pasti banyak orang tidak percaya. Namun karena tampilannya yang agamis ditambah dengan menggunakan modus kesalehan serta membawakan ayat-ayat bahwa sedekah tidak mengurangi harta untuk kepentingan pribadi dirinya sendiri.
Dalam surat Al-An’am Ayat 112 sudah ada penjelasan bahwa: “Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).”
Modus Untuk Jualan
Saya berikan contoh lain sebuah kasus kenapa agama mudah menjadi tameng oleh orang-orang munafik. Di mana modus jasa agen travel haji dan umrah selalu jadi ladang yang menggiurkan untuk menipu orang awam. Mereka memanfaatkan ketulusan dan niat baik orang lain yang ingin beribadah haji maupun umrah untuk memperkaya diri sendiri.
Coba bayangkan hanya dengan mengutip dalil bahwa salat di Makkah atau Madinah lebih baik 1000x daripada salat di masjid biasa, sudah membuat orang awam menjadi tergiur. Kalau mau membuat agen travel untuk liburan ke luar negeri susah untuk kita jual. Orang-orang kaya lebih memilih memakai pesawat pribadi saja lebih leluasa daripada menggunakan agen jasa liburan.
Bagaimana? cukup masuk akal bukan? Setiap orang baik yang ekonominya mapan ataupun tidak pasti punya keinginan pergi ke tanah suci. Mereka tidak ada bayangan ke luar negeri untuk liburan. Tetapi ke luar negeri untuk beribadah ke tanah suci, dan berziarah ke makam Nabi Rasulullah SAW.
Pemahaman yang Keliru
Memahami agama hanya dengan nafsu pribadi saja atau belajar agama hanya melalui internet tanpa adanya bimbingan dari Ustadz yang berkompeten di bidangnya. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab kenapa agama bisa kita salahgunakan.
Punya anggapan takfir yaitu bahwa semua orang di luar kelompoknya adalah kafir dan berhak mereka bunuh. Atau memiliki pemahaman bahwa bom bunuh diri adalah bentuk jihad yang Rasulullah SAW lakukan juga bentuk pemahaman yang keliru mengenai agama. Karena perilaku seperti ini termasuk dalam benih-benih pemahaman khawarij yang menganggap bahwa semua hal harus sempurna dan tidak ada salah.
Seperti dalam sifatnya orang khawarij menganggap dirinya alim dan kelompoknya yang paling benar. Sehingga ketika ada orang memiliki pendapat berbeda dengan kelompoknya akan dianggap melanggar hukum Allah. Kemudian berlanjut ketika sudah melanggar hukum Allah berarti halal darahnya dan boleh mereka bunuh.
Padahal perbedaan dalam agama adalah hal yang biasa dan wajar. Menjadi sunnatullah yang sudah Nabi Muhammad Rasulullah SAW gariskan. Perbedaan seharusnya kita sikapi sebagai bentuk anugerah keragaman dari umat Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Jangan sampai memahami agama hanya sebagai ritual saja. Salat, zakat, puasa tanpa kita maknai spiritualitasnya salat itu untuk apa? zakat itu untuk apa? Karena tujuan beragama adalah agar lebih saling mencintai. Bukan malah menjadi pembenci dan merasa paling benar sendiri. []