Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa hamil dan menyusui juga menjadikan perempuan bisa memilih, apakah ia berpuasa Ramadhan atau tidak.
Perempuan, kata Nyai Badriyah, bebas memilih sepanjang masa hamil dan menyusui itu.
Bahkan, Nyai Badriyah mengungkapkan, tak hanya tiga bulan atau empat bulan. Jika ditotal masa hamil sembilan bulan dan masa menyusui dua tahun, maka total masa bebas memilih berpuasa atau tidak adalah dua tahun sembilan bulan atau 33 bulan.
Bandingkan dengan kebijakan negara yang hanya memberi waktu cuti melahirkan 3 bulan.
Demi menjaga kualitas kesehatan reproduksinya dan melindungi kesehatan anak yang dikandung dan dilahirkannya, perempuan, kata Nyai Badriyah, diberi masa bebas memilih oleh Allah sebelas kali lipat yang diberikan negara. Subhanallah.
Meskipun cuti puasa tidak menggugurkan kewajiban perempuan haid, nifas, hamil dan menyusui untuk berpuasa qadha di saat yang lain, tetap saja adanya pilihan cuti puasa merupakan simbol kerahiman Allah terhadap kaum perempuan dan anak.
Kebebasan perempuan untuk memilih cuti puasa atau tidak, adalah bukti bahwa keadaan perempuan merupakan alasan utama perumusan hukum dalam syariat.
Nyai Badriyah mengungkapkan, bandingkan dengan negara yang jarang bahkan sering tidak menjadikan keadaan perempuan sebagai dasar perumusan kebijakan.
Bandingkan pula dengan kebiasaan yang berlaku di sebagian masyarakat yang tidak menganggap masa reproduksi sebagai sesuatu yang perlu perhatian.
Apa yang terjadi? Ibu menjalani proses reproduksinya sendiri, kurang perhatian saat hamil, tak memberikan support gizi dan perhatian memadai saat menyusui, bahkan membiarkan merawat dan mengasuh anak sendiri sambil mengerjakan semua pekerjaan rumah. Tampak sekali kesenjangannya dengan perlakuan Allah, bukan? (Rul)