• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Jalan Sunyi Algoritma Hati

Membentuk algoritma hati yang baik seperti halnya meniru algoritma media sosial, yakni "memperbanyak interaksi" dengan kebaikan

Muhammad Nasruddin Muhammad Nasruddin
21/06/2024
in Personal, Rekomendasi
0
Algoritma hati

Algoritma hati

662
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perihal hati memang tidak ada yang bisa menerka. Kadang sekarang A, besoknya B. Yang terucap A padahal isi hatinya B. Algoritma hati manusia memang cukup unik. Itulah kenapa dalam kajian tasawuf kita sering diajarkan untuk selalu berkhusnudzan kepada siapa pun. Terlepas dari bagaimana tindakan yang mereka lakukan.

Memang ini bukan perkara mudah. Kebanyakan manusia hanya menilai orang lain dari sisi luarnya saja. Apalagi di era media sosial di mana manusia hidup di  dua dunia: nyata dan maya. Padahal kehidupan di dunia maya tidak sepenuhnya mencerminkan kehidupan seseorang di dunia nyata. Begitu pula sebaliknya. Entah itu negatif atau positif.  

Husnuzan itu Wajib tapi Juga Harus Hati-Hati

Husnuzan kepada orang lain memang menjadi kewajiban. Supaya kita lebih selamat atas apa yang tidak kita ketahui. Bisa jadi asumsi kita terhadap sesuatu itu benar, dan kita selamat karena memang begitulah kebenarannya. Dan jika asumsi kita itu salah, kita masih selamat berkat sikap husnuzan kita kepadanya. 

Akan tetapi dalam satu kondisi kita juga perlu berhati-hati meskipun sudah berhusnuzan. Di kehidupan ini apa saja bisa terjadi. Kalau kata Bang Napi dalam serial berita RCTI dulu berpesan begini, “Waspadalah, waspadalah! Kejahatan terjadi bukan semata-mata karena niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan”.

Belum lama ini jagat media sosial profesional LinkedIn dikejutkan dengan curhatan seorang jobseeker yang mendapat pelecehan seksual dari seseorang yang mengaku reviewer CV.  Jika menilik profil akun tersebut, pelaku memang terlihat memiliki pengalaman  profesional dengan pengikut lebih dari enam puluh ribuan orang.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha

Awet Muda di Era Media Sosial: Perspektif dan Strategi Perempuan

Jamilah binti Abdullah: Kisah Perempuan yang Mendampingi Dua Syuhada

Pelaku tersebut kemudian menjadi viral setelah beberapa orang menyampaikan pengakuan yang sama atas hal yang kurang mengenakkan ketika hendak mencari pekerjaan. Sebelumnya pelaku memberikan kesaksian bahwa akunnya mengalami peretasan sehingga disalahgunakan.

Akan tetapi kesaksiannya malah menjadi bahan rujakan netizen LinkedIn. Ya, tahu sendiri tidak mendapat julukan media sosial profesional namanya kalau penggunanya orang-orang serampangan. Kabar terakhir yang saya ikuti akhirnya pelaku mengakui perbuatannya tersebut dan sekarang akun LinkedIn-nya sudah menghilang.

Peristiwa ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus yang terjadi karena adanya “kesempatan”. Entah itu karena memiliki privilege, memiliki jabatan, kekuasaan, maupun status sosial lainnya. Bahkan, orang yang kita lihat aktif dalam berbagai aksi kebaikan pun bisa saja terjerat dalam kasus seperti ini. Pada akhirnya kita memang harus berbaik sangka tetapi jangan lupa untuk selalu waspada dalam menyikapi hal demikian.

Naik Turunnya Iman

Kadar iman seseorang tidak akan pernah habis. Akan tetapi selalu fluktuatif, naik turun seiring berjalannya waktu. Iman memang letaknya di hati. Sedangkan hati manusia selalu berbolak-balik dan mudah terombang-ambingkan. Kadang merasa sangat baik hingga muncul sikap merasa paling benar atas apa yang ia kerjakan. Kadang juga berada di titik terendah sehingga tidak luput dari perbuatan-perbuatan tercela.

Saya jadi teringat sebuah novel kontroversial karya Muhiddin M Dahlan yang berjudul “Tuhan, Izinkan Aku Jadi Pelacur”. Sebuah novel yang kemudian  Hanung Bramantyo menggarapnya menjadi sebuah film dengan judul yang sedikit berbeda:  “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa”. Film yang baru rilis sejak 22 Mei 2024 kemarin hingga 10 hari penayangannya telah mencapai 442 ribu penonton.

Dengan alur yang hampir sama, novel ini mengisahkan seorang perempuan yang awalnya memiliki semangat beragama yang tinggi. Terlihat cukup antusias, kemudian ada seorang kawan yang mengajaknya bergabung ke dalam jamaah yang menurutnya sangat islami. 

Akan tetapi seiring berjalannya waktu, fakta di lapangan tidak sesuai dengan ekspektasi yang ia bayangkan. Bahkan ia menjadi korban pelecehan seksual dari pemimpin jamaah tersebut. Ringkasnya, ia kemudian menantang Tuhan bahwa sebaik-baik laki-laki yang ia temui hanyalah seonggok daging tidak berdaya di hadapan perempuan.

Menurut saya, novel ini bukan untuk mendiskreditkan lemahnya iman si perempuan. Namun sebaliknya, bahwa tingkat keimanan seseorang tidak dapat diukur dari balutan “pakaian” yang secara lahiriah terlihat sangat islami, khusyuk, dan alim. Seperti yang Muhiddin ceritakan dalam novelnya, banyak jamaah yang terlihat sangat rajin beribadah akan tetapi ternyata di dalamnya tidak demikian. 

Hati memang ibarat sepotong bulu yang berada di pucuk pohon. Mudah terombang-ambingkan dan mudah goyah. Tidak heran jika Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu berdoa supaya hati ini selalu Allah teguhkan pada agama yang Ia ridhoi.

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik

Artinya: “Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

Membentuk Algoritma Hati

Pertanyaannya, bagaimana supaya hati tidak mudah goyah?

Jika menilik pada mekanisme media sosial kita akan menjumpai yang namanya algoritma. Kita akan selalu disuguhi dengan konten-konten yang cenderung sering kita akses sesuai dengan kebiasaan dan preferensi kita.

Artinya, semakin banyak kita berinteraksi dengan satu topik tertentu, media sosial akan menyuguhkan informasi-informasi yang kita butuhkan. Tidak jarang bahwa beranda media sosial seseorang menampilkan konten-konten yang berbeda. 

Parahnya, jebakan algoritma ini dapat membuat seseorang menjadi bebal. Terlalu fanatik dengan apa yang ia yakini. Atau terlalu benci dengan apa yang tidak ia sukai. Memang tujuan dari media sosial adalah menjadikannya nyaman untuk berselancar di sana. Memberikan validasi atas apa yang mereka pikirkan sehingga ia tidak mudah berpindah ke platform lain.

Lantas apa hubungannya dengan hati?

Saya tertarik untuk meniru jebakan algoritma ini sebagai strategi untuk meneguhkan hati. Jika tujuan media sosial adalah membuat kita tidak mudah beralih ke platform lain sebab konten-konten yang kita sukai selalu muncul di beranda, maka untuk membentuk algoritma hati yang baik kita perlu sering berinteraksi dengan orang baik.

Seperti yang sering anak-anak lantunkan di antara adzan dan iqomah, bahwa salah satu obat hati adalah berkumpul dengan orang-orang saleh. Guru saya menyebut hal demikian sebagai obat hati paling mudah dan paling mujarab.

Semakin sering kita berkumpul dengan orang saleh, menghadiri majelis taklim, selawat, atau pengajian maka algoritma hati kita akan tergiring menuju sebuah kebaikan. 

Tidak berhenti pada perkumpulan secara fisik. Di era digital ini kita juga harus menjadikan apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, dan apa yang kita baca selalu berorientasi pada kebaikan. Ketika lingkungan nyata dan maya kita selalu diliputi oleh kebaikan, bukan tidak mungkin hati kita akan selalu terpaut dengan kebaikan pula.

Meskipun kita bukan orang baik, namun jangan sungkan untuk berkumpul dengan orang baik. Karena perihal hati tidak ada yang bisa mengetahui. Apalagi soal mati yang menjadi rahasia Ilahi. Bisa jadi hal tersebut yang kemudian mengantarkan kita menuju surga-Nya nanti. Amiin. []

 

Tags: algoritma hatikebaikankeimananmedia sosial
Muhammad Nasruddin

Muhammad Nasruddin

Alumni Akademi Mubadalah Muda '23. Dapat disapa melalui akun Instagram @muhnasruddin_

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version