Mubadalah.id – Tak sedikit dari kita menyaksikan beberapa kasus anak-anak yang tumbuh dewasa dengan kondisi mental yang rapuh, mudah menyerah, dan kehilangan arah. Situasi ini kerap kali bukan disebabkan oleh faktor eksternal semata. Melainkan karena rapuhnya fondasi karakter dan mental anak yang tidak dibentuk sejak dini.
Pembentukan karakter anak seharusnya tidak boleh orang tua tunda hingga mereka dewasa. Karena masa kanak-kanak merupakan masa emas, di mana fondasi kepribadian dan mental spiritual dibangun.
Jika pada usia dini anak tidak memiliki dasar yang kuat dalam hal karakter, emosional, dan spiritual. Maka pada masa mendatang besar kemungkinan ia akan menjadi manusia yang rapuh—dan ini bisa berdampak fatal, tidak hanya bagi hidupnya, tapi juga bagi orang-orang di sekitarnya.
Tanggung jawab utama dalam pembentukan karakter itu tentu berada di pundak orangtua. Orangtua harus sadar bahwa mereka memegang peran sentral dalam membentuk kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) anak.
Seperti dalam pandangan Maria Ulfa Anshor dalam bukunya Parenting With Love, pertanyaan besar tentang bagaimana memberikan fondasi kuat untuk kecerdasan otak dan mental anak memang bukan perkara mudah. Namun, jawabannya bisa kita telusuri mulai dari bagaimana pasangan mempersiapkan dan mengawali kehidupan keluarga yang sehat dan penuh kasih.
Mendidik anak sebaiknya harus dimulai dari mendidik diri sendiri sebagai orangtua. Artinya, orangtua harus menjadi pribadi yang mampu memberikan keteladanan secara personal maupun sosial. Sebab, anak-anak belajar tidak hanya dari kata-kata, tapi juga dari tindakan dan sikap keseharian orangtua. Hal inilah yang kita sebut sebagai tanggung jawab moral orangtua.
Pandangan Al-Ghazali
Pemikiran ini selaras dengan pandangan Imam al-Ghazali. Dalam karyanya, ia menggambarkan proses pendidikan anak layaknya menanam benih tanaman. “Jika sejak awal kita rawat dengan baik. Maka hasilnya akan tumbuh kokoh dan sehat.”
Al-Ghazali menegaskan bahwa orangtua harus menjadi guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Karena fitrah manusia membutuhkan tuntunan agar tidak menyimpang dari jalan kebaikan.
Salah satu model keteladanan terbaik tentu adalah Rasulullah Muhammad Saw. Keteladanan beliau dalam mendidik anak-anak, khususnya para putrinya, menunjukkan bagaimana cinta, kelembutan, dan prinsip-prinsip hidup luhur yang Nabi tanamkan sejak dini.
Dari Fatimah az-Zahra, kita belajar bagaimana sosok perempuan tumbuh dengan keteguhan, ketakwaan, dan kepedulian sosial yang tinggi—semua bermula dari pola asuh yang penuh cinta.
Maka, sudah saatnya kita kembali melihat peran orangtua bukan sekadar sebagai pengasuh. Tapi sebagai pembentuk karakter dan penentu arah masa depan anak. Oleh karena itu, dunia yang makin kompleks hari ini menuntut generasi yang kuat secara mental, cerdas secara emosional, dan kokoh dalam spiritualitas. Dan semua itu bermula dari rumah—dari kita sebagai orangtua. []