Mubadalah.id – Jaringan Indonesia Inklusi menggelar pertemuan Stakeholder Suara Inklusi. Kegiatan yang di fasilitasi Pamflet Generasi itu mendorong kolaborasi multipihak untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi kelompok rentan.
Kegiatan ini mendiskusikan Lembar Rekomendasi Indonesia Inklusi serta upaya tindak lanjutnya bersama dengan 18 organisasi dan/atau konsorsium penerima hibah program Linking and Learning oleh Voice.
Sorotan utama dari inklusi sosial yang diperjuangkan adalah dalam mengakses sumber daya, layanan sosial dan publik, serta partisipasi politik.
Untuk mewujudkan ini, pemangku kepentingan yang terlibat meliputi sesama organisasi masyarakat sipil, pemerintah, donor, dan media.
Beberapa lembaga yang turut hadir meliputi Komnas HAM, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Komnas Perempuan, dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN).
Koordinator Pamflet Generasi, Coory Yohana mengatakan bahwa Lembar Rekomendasi ini adalah hasil konsolidasi dari Jaringan Indonesia Inklusi yang terdiri dari lima pemangku hak.
Yaitu, penyandang disabilitas, perempuan yang mengalami eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan, kelompok rentan berdasarkan usia, terutama orang muda dan lansia, kelompok adat dan etnis minoritas, serta kelompok minoritas gender dan seksual.
“Bulan September lalu, kami semua berkumpul di Makassar untuk merumuskan lembar rekomendasi Indonesia Inklusi yang perlu disampaikan kepada para pemangku kepentingan,” kata Coory, seperti dalam rilis yang Mubadalah.id terima, pada Selasa, 17 Desember 2022.
Lebih lanjut, Koordinator Program ANDIL SAHATE dari organisasi perempuan PPSW Pasoendan Digdaya, Vina Kurnia juga turut menyampaikan Lembar Rekomendasi.
Vina mengungkapkan masyarakat sipil masih mengalami eksklusi karena kebijakan yang diskriminatif, minimnya pemenuhan tanggung jawab dari pemerintah, dan stigma negatif dari masyarakat.
Kemudian, mereka juga masih mengalami kondisi lembaga layanan kesehatan dan hukum yang belum maksimal, dan minimnya peran swasta dalam memberikan dukungan untuk pemberdayaan komunitas.
Kolaborasi Jadi Kunci
Sementara itu, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Sjamsul Hadi melihat bahwa kolaborasi multipihak menjadi kunci dalam menanggapi bulir-bulir rekomendasi.
Sjamsul berkaca dari pengalaman Kemendibud dalam bekerja sama dengan dua organisasi yang juga merupakan anggota dari Jaringan Indonesia Inklusi.
“Dari hasil lembar rekomendasi, semuanya merupakan bagian dari catatan tim kami. Dari pendataan, kesetaraan gender, pendidikan masyarakat adat,” papar Sjamsul.
“Di Sumba, di mana jumlah penghayat banyak sekali, layanan belum bisa terakses secara merata. Maka kami bekerja sama dengan Sumba Integrated Development (SID) dan Marungga Foundation untuk memastikan layanan di lapangan bisa terakses,” jelasnya.
Selain itu, perwakilan Cahaya Inklusi Indonesia (CAI), Kustini menyebutkan saat ini kita perlu adanya peran media. Apalagi seperti yang LBH Apik sampaikan tadi, belum ada bantuan hukum spesifik untuk penyandang disabilitas.
“Jadi, kalau ada tawaran dari media untuk berperan membantu ini, ini akan membantu sekali. Media bisa mendorong dan kerja-kerja kami bisa lebih terlihat,” tukasnya. (Rilis)