Mubadalah.id – Jenis kelamin adalah bagian dari rupa tubuh, yang tidak menambah atau mengurangi kualitas keimanan, keutamaan dan kesalehan seseorang.
Sebagai manusia, laki-laki tidak bertambah kualitasnya hanya karena memiliki penis, begitu pun perempuan, tidak berkurang kualitasnya hanya karena memiliki vagina.
Keduanya adalah manusia utuh, yang akan dilihat dari keimanan dan amal-amal yang dilakukan. Bukan dari jasad, rupa, maupun jenis kelamin. Demikianlah prinsip yang ditegaskan dalam Hadis Nabi Saw. di atas.
Hal yang serupa juga ditegaskan dalam ayat al-Quran, berikut ini:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia, Kami telah ciptakan kalian semua dari laki-laki dan perempuan, lalu Kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar kalian saling mengenal satu sama lain. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah itu Mahatahu dan Maha Mengerti.” (QS. al-Hujurat (49): 13).
Demikianlah yang ditegaskan al-Qur’an dan dikukuhkan Hadis. Bahwa kelelakian tidak menambah kemuliaan, dan keperempuanan tidak mengurangi keutamaan.
Ketakwaan
Begitu pun sebaliknya, satu-satunya tolok ukur amal dan kiprah seseorang adalah ketakwaan. Akal perempuan sebagaimana akal laki-laki bisa ia kembangkan dengan pembiasaan, latihan, dan pendidikan.
Tentu saja ada perbedaan genetik di antara laki-laki dan perempuan, bahkan di antara individu-individu. Tetapi perbedaan ini, sebagai sesuatu yang terberi, tidak menjadi tolok ukur penilaian Islam terhadap seseorang. Yang kita nilai adalah tindakan-tindakan melemahkan atau membesarkan akal yang terberi.
Hal yang sama juga dengan agama perempuan, persis seperti agama laki-laki, bisa melemah dan menguat, bukan karena jenis kelamin. Namun karena keimanan, amal, perbuatan, dan pembiasaan.
Karena pembiasaan dan latihan ini, dalam kenyataannya, ada banyak perempuan yang lebih pintar dari laki-laki, juga banyak perempuan yang lebih kuat agamanya. Karena itu, jenis kelamin laki-laki tidak bisa kita katakan lebih pintar dan lebih kuat agamanya dari perempuan.
Hadis-Hadis tentang akal dan agama perempuan, dengan demikian, harus kita maknai secara simbolik agar tidak bertentangan dengan fakta kehidupan dan prinsip Islam.
Jenis kelamin dan hal-hal lain yang sifatnya terberi (seperti ras dan warna kulit), bukanlah ukuran kemuliaan atau kenistaan seseorang. Melainkan keimanan, akhlak mulia, dan amal saleh.
Sehingga segala bentuk pelabelan negatif kepada perempuan dan tindakan diskriminatif dengan merujuk pada narasi “perempuan kurang akal dan kurang agama” bertentangan dengan visi dan misi Islam yang rahmah li al-‘alamin dan akhlak mulia. []