• Login
  • Register
Minggu, 15 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Job Fair, Pengangguran Struktural, dan Nilai Humanisme

Fenomena rangkap jabatan di tubuh pemerintahan ini beririsan dengan banyak orang di level alit sedang berburu peluang kerja.

Khairul Anwar Khairul Anwar
14/06/2025
in Publik
0
Job Fair

Job Fair

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Seorang teman, Mulyadi (bukan nama sebenarnya), sudah hampir setengah tahun ini hidup luntang lantung nggak karuan. Dia hanya menghabiskan waktunya di rumah dengan rebahan, rebahan, dan rebahan. Tidak banyak aktivitas yang ia lakukan. Sesekali ia memang lari-lari kecil kalau pagi, namun intensitasnya rendah.

Mulyadi adalah lulusan sekolah menengah atas. Terakhir kali ia bekerja sebagai buruh pabrik sebelum akhirnya kena PHK. Ia lalu mencoba mendaftar pekerjaan di banyak tempat lain. Namun, ijazah SMA nya tak mampu mengantarkan dirinya menduduki kursi-kursi pekerjaan yang didambakan. Ia tertolak berkali-kali.

Mulyadi menjadi pengangguran sudah lima bulan. Ia tak tau arah harus mencari pekerjaan kemana lagi. Ia mengaku masih menunggu panggilan kerja di sebuah tempat yang gajinya UMR. Jika tidak diterima lagi, Mulyadi mengaku akan mengambil pekerjaan apa saja, yang penting halal dan mendapat penghasilan.

Kisah di atas hanya fiktif belaka. Namun, realitanya sering kita jumpai kisah-kisah seperti Mulyadi dan mungkin jutaan orang lain yang sedang berjuang memperoleh pekerjaan yang sesuai harapan. Kisah di atas juga linier dengan data dari BPS, yang menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang. Angka ini naik dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 7,20 juta orang.

Job Fair Hanya Formalitas

Ketika jutaan orang sedang dilanda kecemasan karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan, ketika banyak orang lagi nyari kerja, sebuah kabar di media sosial menghentak kita semua. Ajang job fair ternyata hanya formalitas semata. 

Baca Juga:

Mengapa Keadilan Sosial di Indonesia Masih Jauh dari Harapan?

Sekitar 90 persen perusahaan peserta job fair ternyata tidak sedang membuka lowongan kerja. Fakta tersebut terungkap oleh seorang praktisi Human Resource Development (HRD) melalui akun Instagram @folkkonoh. Pernyataan ini muncul tak lama setelah peristiwa para pencari kerja di event Job Fair Bekasi yang berdesak-desakan dan berakhir ricuh. 

Sang HRD mengklaim, keikutsertaan banyak perusahaan dalam job fair tidak selalu menandakan bahwa mereka benar-benar mencari kandidat pekerja. Bahkan, ia menyebutkan bahwa sebagian besar hanya datang untuk memenuhi kerjasama dengan instansi pemerintah atau sekadar branding institusi. Jika tak ikut job fair, perusahaan akan kena denda dari otoritas penguasa.

Pernyataan tersebut memicu diskusi luas di kalangan warganet dan para pencari kerja, terutama mereka yang pernah datang langsung ke lokasi Job Fair.

Berita itu bisa saja kurang tepat, bisa juga benar. Jika apa yang HRD sampaikan adalah benar, tentu ini menjadi pukulan telak bagi kita, terutama masyarakat dengan ekonomi kelas bawah. Kita tentu tak habis pikir kalau ternyata ajang Job Fair hanya sebatas seremonial. Lalu dimanakah prinsip keadilan yang sering digaung-gaungkan pemerintah itu?

Keadilan Sosial

Keadilan sosial tidak hanya terlukis pada sila kelima Pancasila, melainkan juga terdapat dalam Asta Cita pemerintahan RI 2024-2029. Dari delapan pilar yang tersusun di asta cita, satu di antaranya menekankan keadilan sosial (social justice) bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan di poin tiga, tersebutkan secara jelas: meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas. 

Artinya, pemerintahan Prabowo-Gibran sebenarnya ingin mewujudkan keadilan sosial melalui peningkatan lapangan kerja yang berkualitas. Saya yakin setiap pemimpin menginginkan rakyatnya sejahtera, makmur, dan sentosa. Tidak ada bos apalagi sekaliber presiden ingin rakyatnya miskin terus dan berakhir meminta-minta. Tidak. Itu tidak ada.

Akan tetapi, manusia hanya bisa berencana. Selebihnya Tuhan yang menentukan. Sebagus apapun rencana dan program kerja sebuah pemerintahan, tak akan berjalan dengan baik apalagi sempurna jika dinding sistem oligarki masih sangat tebal dan sulit kita runtuhkan.

Oligarki sangat berbahaya bagi rakyat seperti kita karena menyebabkan ketimpangan sosial-ekonomi, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan. Kelompok kecil yang berkuasa memiliki kendali penuh atas keputusan penting, sementara mayoritas masyarakat tidak memiliki suara yang signifikan.

Rakyat kecil hanya bisa berdoa, berdoa, dan berdoa, semoga tuhan memberinya nasi yang bisa ia makan keesokan hari. Dia memohon semoga dijauhkan dari nasib buruk yang bisa menimpanya kapan saja. 

Kemanusiaan yang Tak Terbangun

Kembali ke job fair. Banyak dari kita mungkin sangat sedih membaca pernyataan HRD tersebut. Ucapan yang bisa saja benar mengingat tak sedikit para pelamar kerja job fair, yang berkas lamaran pekerjaannya hanya berakhir di meja HRD tanpa ada tindak lanjutnya lagi. 

Tidak ada rasa kemanusiaan yang terbangun, ketika ratusan ribu orang rela antri panas-panasan menghabiskan biaya untuk melamar kerja, banyak dari kita terhantam gelombang PHK, dan tak sedikit orang yang berjuang hidup di garis kemiskinan, para pengendali kebijakan di negara kita malah justru memperlihatkan perilaku yang kadang membuat masyarakatnya kecewa.

Kebijakan yang membuat kita lesu, dalam konteks ini, adalah aturan job fair yang tidak berpihak ke rakyat jelata. Ketika perusahaan tidak sedang membutuhkan karyawan, namun terpaksa ikut job fair dengan ancaman denda jika tidak ikut, aturan ini tentu perlu kita ubah. Pemerintah dan perusahaan harus benar-benar bisa menyediakan pekerjaan yang dibutuhkan umatnya.

Dalam pandangan saya, job fair yang katanya hanya formalitas, dan juga insiden kericuhan di job fair Kabupaten Bekasi, menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam menangani animo masyarakat yang tinggi terhadap lapangan kerja. Job fair bukan sekadar ajang seremonial tahunan. Melainkan, representasi dari masalah pengangguran struktural.

Pengangguran Struktural

Karl Marx mendefinisikan, pengangguran struktural sebagai keadaan di mana terdapat perbedaan antara jumlah pekerja yang tersedia dan pekerjaan yang tersedia, yang disebabkan oleh perubahan struktur ekonomi dan teknologi. Contohnya, seseorang yang kehilangan pekerjaan karena perubahan teknologi yang menggantikan pekerjaannya, atau petani yang kehilangan lahan pertanian karena pembangunan industri.

Contoh yang kedua saya yakin kerap terjadi di banyak tempat. Ketika lahan sawah bertransformasi menjadi gedung-gedung, industri dan perumahan, para petani kehilangan nafkah utamanya. Pada akhirnya mereka yang tadinya beraktivitas di ladang, harus berurbanisasi ke kota, dan di kota mereka hanya menjadi buruh yang digaji rendah. Gaji yang di bawah standar membuat mereka kesulitan menafkahi anak-anak dan istrinya.

Gaji rendah, pengangguran, kemiskinan, kurangnya kesejahteraan masyarakat, adalah beberapa problem yang harus menjadi perhatian penuh dedikasi para pemegang kekuasaan. Aturan dan kebijakan yang dibuat harus berlandaskan pada sisi humanisme, yakni yang mempertimbangkan dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi.

Dalam hal apapun, dimanapun, dan oleh siapapun, nilai-nilai humanisme ini patut untuk kita lestarikan. Termasuk dalam hal memberi akses pada pengangguran untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Kemanusiaan harus kita tempatkan di atas segala-galanya. Rakyat jelata yatim yang lagi nyari kerja misalnya, perlu kita dukung dengan nilai-nilai humanisme.

Nilai Kemanusiaan

Kemanusiaan sangat penting dalam membangun negara karena menjadi dasar bagi keadilan, perdamaian, dan kemajuan bangsa. Nilai kemanusiaan, menurut Gus Dur, harus menjadi pondasi utama dalam kehidupan, terutama bagi umat beragama. Sialnya, kita jarang melihat nilai-nilai tersebut terimplementasi dalam kehidupan bernegara belakangan ini.

Selain dibikin dongkol dengan ketidakmampuan pemerintah memberikan kesempatan kerja yang pantas kepada rakyat, kita juga dibuat kesal dengan para penguasa yang sudah memiliki jabatan tapi diberi lagi tugas sebagai Komisaris BUMN. Sudah kaya makin kaya. Luar biasa. Kita yang lagi nyari kerja, hanya bisa makan mie goreng ditambah nasi.

Fenomena rangkap jabatan di tubuh pemerintahan ini beririsan dengan banyak orang di level alit sedang berburu peluang kerja. Namun di ranah elite, malah bagi-bagi jabatan dan pekerjaan. Lantas, di mana letak nilai keadilan dan humanisme-nya? []

Tags: HRDjob fairKeadilan Sosialnilai humanismepengangguran strukturalPrabowo-Gibran
Khairul Anwar

Khairul Anwar

Lecturer, Sekretaris LTNNU Kab. Pekalongan & sekretaris PR GP Ansor Karangjompo, penulis buku serta kontributor aktif NU Online Jateng. Bisa diajak ngopi via ig @anwarkhairul17

Terkait Posts

Palestina-Israel

Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?

14 Juni 2025
Nikel Raja Ampat

Penambangan Nikel di Raja Ampat: Ancaman Nyata bagi Masyarakat Adat

12 Juni 2025
Tanah Papua

Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

12 Juni 2025
Kak Owen

Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

12 Juni 2025
Sejarah Perempuan

Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

12 Juni 2025
Pancasila

Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

12 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga

    Ketika Rumah Tak Lagi Aman, Rumah KitaB Gelar Webinar Serukan Stop Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Job Fair, Pengangguran Struktural, dan Nilai Humanisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ayat Al-Qur’an tentang Relasi Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?
  • Bagaimana Mewujudkan Perkawinan yang Kokoh dan Penuh Kasih Sayang?
  • Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara
  • Ayat Al-Qur’an tentang Relasi Suami dan Istri
  • Job Fair, Pengangguran Struktural, dan Nilai Humanisme

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID