Mubadalah.id – Julia Suryakusuma, aktivis Indonesia mengapresiasi peran Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) sebagai gerakan intelektual dan sosial yang dinilainya berhasil mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan perjuangan keadilan gender dan kemanusiaan di Indonesia.
Apresiasi tersebut disampaikan Julia dalam Dialog Publik Halaqah Kubra KUPI yang diselenggarakan di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kamis (12/12/2025).
Menurut Julia, KUPI menawarkan pendekatan yang khas dan kuat melalui tiga paradigma utama, yakni ma’ruf, mubadalah, dan keadilan hakiki.
Ketiga paradigma tersebut, kata dia, menempatkan relasi antara perempuan dan laki-laki sebagai hubungan yang setara, saling bertanggung jawab, dan berlandaskan pada penghormatan terhadap martabat manusia.
Julia menilai kekuatan utama KUPI terletak pada kemampuannya membangun ruang dialog yang mempertemukan berbagai elemen sosial.
Bahkan, KUPI, menurutnya, tidak hanya melibatkan ulama perempuan, tetapi juga aktivis, akademisi, korban kekerasan, pembuat kebijakan. Serta masyarakat sipil, dalam satu forum yang seimbang antara kajian keagamaan, refleksi akademik, dan praktik sosial di lapangan.
“Gerakan KUPI menunjukkan bahwa tafsir Islam yang berkeadilan gender bukan hanya mungkin, tetapi juga relevan dan dapat diimplementasikan,” ujar Julia.
Ia menambahkan, di tengah menguatnya konservatisme keagamaan dan resistensi terhadap feminisme, kehadiran KUPI menjadi sangat penting sebagai rujukan keagamaan yang menegaskan bahwa kesetaraan gender dan keadilan sosial merupakan bagian integral dari nilai-nilai Islam.
Julia juga menilai pendekatan KUPI mampu menjembatani dunia pesantren dan kampus, tradisi keilmuan Islam klasik dengan kebutuhan zaman. Serta wacana lokal dengan isu-isu global.
Hal tersebut, menurutnya, menjadikan KUPI sebagai model gerakan keulamaan perempuan yang tidak hanya normatif. Tetapi juga responsif terhadap persoalan konkret masyarakat.
Ia berharap KUPI terus berperan aktif dalam merespons tantangan zaman. Termasuk persoalan demokrasi, krisis lingkungan, dan krisis kemanusiaan, dengan perspektif keulamaan perempuan yang kritis, inklusif, dan berkeadilan. []






































