Mubadalah.id – Aktivis, penulis, dan akademisi Indonesia Julia Suryakusuma menegaskan bahwa feminisme tetap relevan dan mendesak dibutuhkan di Indonesia sebagai upaya melawan budaya dan politik patriarki yang masih mengakar kuat di berbagai sektor kehidupan.
Pernyataan tersebut disampaikan Julia dalam Dialog Publik Halaqah Kubra Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang diselenggarakan di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kamis (12/12/2025).
Dalam paparannya, Julia menyebut Indonesia saat ini menghadapi krisis multidimensi yang saling berkaitan. Krisis tersebut mencakup kemunduran demokrasi, menguatnya konservatisme sosial dan keagamaan, ketimpangan ekonomi, lemahnya tata kelola pemerintahan. Serta krisis lingkungan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, terutama kelompok rentan.
Menurut Julia, situasi tersebut memperlihatkan bahwa persoalan ketidakadilan tidak dapat dilepaskan dari relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, feminisme dibutuhkan sebagai kerangka berpikir dan gerakan sosial untuk menantang struktur patriarki yang melanggengkan ketimpangan dan diskriminasi.
“Feminisme bukan hanya soal perempuan, tetapi soal keadilan substantif bagi semua,” ujar Julia dalam video di forum tersebut.
Ia menekankan bahwa perjuangan feminisme tidak hanya menyasar isu kekerasan terhadap perempuan atau kesenjangan gender semata. Tetapi juga berkaitan erat dengan isu demokrasi, hak asasi manusia, keadilan ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan.
Julia juga mengingatkan bahwa hingga saat ini belum ada satu pun negara di dunia yang mencapai kesetaraan gender sepenuhnya.
“Berdasarkan berbagai laporan global, dengan laju perubahan yang berjalan sekarang, pencapaian kesetaraan gender masih membutuhkan waktu ratusan tahun,” jelasnya.
Karena itu, menurut Julia, feminisme tetap relevan sebagai alat kritik terhadap kebijakan publik, praktik sosial, dan tafsir keagamaan yang bias gender.
Ia menilai gerakan feminisme perlu terus kita perkuat agar mampu membongkar ketidakadilan struktural dalam ranah politik, ekonomi, dan sosial-budaya. “Sekaligus mendorong terciptanya masyarakat yang lebih adil dan bermartabat,” tukasnya. []









































