Mubadalah.id – Sejak kecil kita mungkin sudah mengenal kata cinta. Apalagi sejak banyaknya tontonan yang menayangkan drama percintaan. Anak usia sepuluh tahun di kampungku bahkan sudah saling meledek temannya dengan cinta-cintaan. Cinta selalu identik dengan asmara, romantisme dan jalinan rasa kedua manusia. Makna cinta begitu luas jika didefinisikan. Setiap orang punya pandangan yang berbeda mengenai kata cinta.
Sebagai remaja, mungkin kita akan memandang cinta sebagai perasaan kepada lawan jenis. Dengan anggapan bahwa cinta adalah segalanya. Dan sebagai orang dewasa, pemahaman kita mengenai cinta tak mungkin sama dengan pandangan ketika masih remaja. Cinta yang dikenal oleh orang dewasa sangat luas cakupannya. Di fase ini juga kita mampu membedakan mana cinta dan mana yang hanya nafsu belaka.
Definisi cinta bukan hanya tentang dua insan manusia, karena ada juga cinta orang tua terhadap anaknya dan sebaliknya, ada cinta pada sesama manusia sebagai bentuk hubungan sosial dan kemanusiaan. Dan ada cinta yang lebih tinggi lagi derajatnya, yaitu mencintai-Nya. Sang maha cinta.
Beberapa hari ini sosial media kita kembali diramaikan dengan berbagai kisah percintaan. Ada pasangan selebgram yang memilih berpisah secara tiba-tiba dengan bumbu tudingan orang ketiga didalamnya, padahal kelihatannya selama ini mereka baik-baik saja. Walaupun belum ada fakta yang membenarkan tudingan tersebut. Toh keduanya kompak untuk tetap menjadi figur orang tua dihadapan anak-anaknya.
Selanjutnya, yang paling ramai dibahas saat ini, berita mengenai seorang vokalis band yang diduga menjadi orang ketiga dan menjadi penyebab retaknya rumah tangga sang rekan kerja. Dan label pelakor yang langsung disematkan oleh netizen kepadanya dengan stigma negatif lainnya yang dikaitkan dengan tampilan visual dirinya di layar kaca. Seperti kebiasaan, setiap ada perceraian selalu terhembus berita perselingkuhan dan orang ketiga didalamnya.
Cinta selain anugerah adalah cobaan dan godaan bagi manusia. Akan menjadi anugerah ketika kita mencintai seseorang yang tepat di waktu yang tepat. Menjadi anugerah pula saat seorang hamba mampu beribadah tanpa keluh kesah karena rasa cintanya lebih besar kepada-Nya. Namun cinta dapat menjadi ujian bagi mereka yang diuji oleh-Nya.
Nabi Daud As pernah diuji dengan mencintai istri orang lain. Saya teringat pada kisah nabi Daud As dalam kitab Uqudulijain. Nabi Daud yang tanpa sengaja jatuh hati kepada istri Auriya bin Hannan hanya melalui pandangan mata. Ia lantas berkata, “Ceraikanlah istrimu agar aku menikahinya.” Auriya malu untuk menolak permintaan Nabi Daud. Ia pun menceraikan istrinya.
Hal semacam ini menurut riwayat tersebut boleh dalam syariat Nabi Daud As dan telah menjadi tradisi saat itu. Umat Nabi Daud kala itu juga melakukan hal yang sama, jika tertarik kepada istri orang lain, ia lalu meminta suaminya agar menceraikan istrinya. Hanya saja hal itu menjadi tidak patut dilakukan oleh Nabi Daud As sebagai seorang nabi, sehingga Allah SWT menegur Nabi Daud.
Karena, sepantasnya ia bisa menahan diri karena telah memiliki 99 istri, sedangkan Auriya hanya punya satu istri. Hal ini menurut ulama menjadi hal yang menyebabkan Nabi Daud tidak bisa memberi syafa’at kepada umatnya kelak. Allahu a’lam bii showab.
Semua tradisi itu adalah proses yang kemudian dihapuskan oleh Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sejalan dengan visi dan misinya untuk menyempurnakan akhlak manusia. Bahwa batasan dalam memperistri perempuan adalah 4. Itupun harus dengan prilaku yang seadil-adilnya.
Sesuatu hal yang kini banyak ditentang oleh para aktivis. Bukan Al-Qur’an nya yang menjadi pertentangan. Melainkan ketidakadilan yang kerap diterima oleh perempuan dalam poligamilah yang ditentang. Allah menyerukan hambanya untuk berprilaku adil. Baik kepada pasangan, keluarga dan sesama manusia lainnya.
Tak ada yang salah dengan cinta. Dan menikah tidak otomatis membuat kita berhenti jatuh cinta. Akan selalu hadir cinta yang baru dalam perjalanan hidup ini, komitmenlah yang membuat pernikahan bertahan. Janji dihadapan Allah bukanlah permainan yang bisa diputus kapan saja. Kesetiaan, kesalingan, dan komunikasi sebagai ikhtiar dari kunci keberhasilan sebuah hubungan.
Godaan bagi setiap pasangan berbeda-beda. Ada yang diuji dengan harta, keturunan dan pasangan. Cinta dapat menggoda siapa saja, baik suami maupun istri keduanya sama-sama berpotensi. Cinta juga tak bisa diatur kepada siapa ia jatuh, contohnya dengan mencintai pasangan orang lain. Cinta urusannya dengan hati dan perasaan, karena itulah gunanya akal dan logika, untuk mengontrol cinta dan hawa nafsu. Orang yang berkomitmen tidak akan kalah begitu saja oleh cinta. Mereka akan menggunakan logika dan akal sehat sebelum dikendalikan oleh perasaan dan hawa nafsu.
Budaya patriarki dan misoginis yang kerap menempatkan perempuan sebagai orang yang dirugikan dari prahara cinta tersebut. Dari kasus perselingkuhan, timbul sebutan “Pelakor” yaitu perebut laki orang. Stigma itu dialamatkan kepada perempuan yang menjadi selingkuhan. Padahal kata perebut digunakan apabila seseorang mengambil barang secara paksa.
Sedangkan dalam konteks perselingkuhan laki-laki disamakan dengan barang yang dimiliki. Jika perempuan yang diselingkuhi terlihat “tidak baik” maka ia akan disalahkan dengan cap tidak pandai mengurus suami. Tak ada satupun yang menyudutkan laki-laki sebagai pelaku. Paling hanya dibilang kurang bersyukur. Setelah itu bebas, tak ada stigma yang melekat dalam diri laki-laki.
Beda kasus dengan perempuan. Walaupun peristiwa sudah terjadi bertahun-tahun lalu. Tetap akan dikaitkan dan diungkit ketika menemukan sesuatu yang menghubungkan. Sebagai korban perselingkuhan, perempuan akan dikenang sebagai sosok menyedihkan padahal faktanya kini dia telah bahagia dengan kehidupannya yang sekarang. Cinta memang sehebat itu. Mampu menggoda manusia, dan membutakannya. Karena itu, banyak yang menyebutkan bahwa letak cinta tertinggi adalah saat kamu tak lagi mencintai selain-Nya. []