Mubadalah.id – Sebagaimana dijelaskan Founder Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI) Dr. Nur Rofiah dalam berbagai kesempatan, keadilan hakiki adalah bagaimana menafsirkan teks dan realitas dengan kesadaran penuh pada dua kondisi khas perempuan yang tidak dialami laki-laki.
Ketika metode mubadalah menempatkan keduanya sebagai subjek utuh dan penuh, keadilan hakiki mengingatkan pada kondisi khas perempuan agar benar-benar menjadi subjek utuh dan penuh.
Dua kondisi khas yang dimaksud adalah:
Pertama, lima bersifat biologis, yaitu bisa mengalami menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.
Kedua, lima yang bersifat sosial, yaitu bisa mengalami stigmatisasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan, dan beban ganda semata-mata hanya karena menjadi perempuan.
Kondisi khas sosial yang perempuan alami ini biasa ia sebut sebagai lima bentuk ketidakadilan gender.
Dengan kesadaran keadilan hakiki ini, pemaknaan teks dan realitas harus kita pastikan tidak melahirkan pandangan yang mendorong seseorang. Terutama tidak melakukan keburukan pada perempuan yang sudah mengalami dua kondisi khusus tersebut.
Akan tetapi, mendorongnya mencari jalan untuk memfasilitasi perempuan melalui lima kondisi biologis secara baik dan prima di satu sisi, dan meniadakan kelima bentuk ketidakadilan sosial yang perempuan alami di sisi lain.
Dengan demikian, metode mubadalah harus integral dengan konsep keadilan hakiki. Jika tidak, ia bisa sebagian orang gunakan untuk melemahkan perempuan, alih-alih memberdayakan.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah.