• Login
  • Register
Sabtu, 4 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Kegelisahan Perempuan Modern: Heart, Home and Husband

Memilih bekerja sambil berumah tangga, tidak apa-apa, memilih menjadi ibu rumah tangga saja tidak apa-apa, atau fokus menjadi perempuan karir tidak masalah. Jangan sampai relasi dengan keluarga, khususnya suami dan anak justru memenjarakan perempuan sebagai manusia yang dinamis.

Muallifah Muallifah
07/07/2021
in Keluarga, Rekomendasi
0
Perempuan

Perempuan

179
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu hari, seorang guru menanyakan cita-cita pada murid laki-laki dan perempuan “apa cita-citamu Betty” Tanya guru pada siswi yang duduk itu. Lalu Betty menjawab, “ Saya ingin jadi guru bu, kaya, punya banyak asisten, dan segala macam”, dengan nada yang sangat lantang, guru juga bertanya dengan pertanyaan yang sama kepada murid laki-laki. Sebut saja Aldo. Jawaban Aldo sangat menakjubkan, “saya ingin jadi suami Betty saja bu, kan dia sudah kaya”. Seluruh murid-murid tertawa.

Anekdot ini sering kita dengar sebagai kritik kepada perempuan yang masih terbelenggu dengan budaya patriarki yang membentuk pemikiran perempuan itu sendiri. Kisah ini menjadi sangat familiar dikalangan feminis dengan tokohnya Betty Friedan, tokoh feminis yang hidup pada adad 19 dengan pemikiran-pemikiran yang revolusioner yang dimiliki.

Berbagai kegelisahan yang diungkapkan oleh Betty Friedan nampaknya sangat relevan ketika dihadapkan dengan persoalan masa kini. Bagaimana kiranya kita memposisikan diri sebagai perempuan? apa impian terbesar kita menjadi perempuan? masih banyak diantara kita yang bermimpi punya suami kaya, lalu menjadi ibu rumah tangga dan menikmati kekayaan suami.

Inilah yang kemudian kita sebut sebagai heart, home and husband. Hidup seorang perempuan, kemudian tercurahkan pada 3 hal tersebut. Sebab pada puncaknya, kehidupan perempuan tetaplah pada ranah domestik. Heart yang berarti hati, perempuan akan mengorbankan seluruh hatinya untuk keluarga, ia akan mencurahkan seluruh hidupnya untuk rumah dan kepada suami ia akan berbakti. Tidak heran, budaya semacam ini mengakibatkan pandangan perempuan untuk mengidealkan laki-laki yang kaya, kemudian hidupnya akan terjamin dan tidak pernah sengsara.

Tidak bisakah kita memilih untuk menjadi perempuan yang mandiri? Mencari uang sendiri, mengekspresikan kemampuan yang kita miliki. Merasa susah dan berjuang untuk mandiri tidaklah mudah, tapi inilah nikmat luar biasa. Sebab manusia adalah dinamis, bukan statis. Sehingga segala bentuk gerak yang dicurahkan oleh perempuan, khususnya. Ketika berjuang untuk hidup mandiri adalah bentuk kebahagiaan yang tidak bisa diekspresikan oleh kalimat dan kata-kata.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati
  • Kisah Saat Nabi Khidr As Menemui Pelayan Perempuan
  • Teladan Bersolidaritas dan Pesan Moral Untuk Masa Depan

Baca Juga:

Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

Kisah Saat Nabi Khidr As Menemui Pelayan Perempuan

Teladan Bersolidaritas dan Pesan Moral Untuk Masa Depan

Akan tetapi, budaya patriarkhi telah membentuk pemikiran sejak kecil, bahwa perempuan yang baik ialah yang berada di rumah. Tidak heran masih banyak laki-laki yang lebih memilih istri seorang bidan, perawat, daripada seorang aktifis. Sebab lebih mudah diatur, dan akan tetap stay di rumah. Stigma negatf semacam ini belum selesai, masyarakat juga tidak peduli pada seorang perempuan yang memiliki kecerdasan dalam dunia akademis, memiliki kemampuan di bidang hitung-hitungan, atau bidang yang lain.

Selama seorang perempuan tidak bisa memasak, tidak bisa mengurus anak dan keluarga, maka ia bukanlah perempuan ideal. Akhirnya, yang terjadi pada perempuan yaitu The forfeited self (diri yang dikorbankan). Perempuan setelah menikah, mengorbankan seluruh hidupnya untuk anak dan suami. Tidak jarang, menurut Betty, perempuan akan mengorbankan karirnya, bahkan kecerdasan di berbagai bidang untuk mengurus anak, melahirkan dan hanya menjadi mesin reproduksi.

Sangatlah bermasalah dalam fenomena ini ketika perempuan tidak merasa bahwa dirinya sedang menjadi sebuah permasalahan. Akhirnya, kebiasaan ini menyebabkan perempuan tidak percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, kecerdasannnya, dan lebih memilih untuk mencurahkan hidupnya untuk suami dan anak.

Barangkali, banyak yang tidak setuju dengan pemikiran Betty dalam konteks ini. akan tetapi, paling tidak kita memahami bahwa persoalan perempuan dalam budaya patriarki, persoalan yang muncul tidak hanya berasal dari pandangan laki-laki. Akan tetapi, justru dari perempuan itu sendiri yang merasa baik-baik saja dalam lingkaran penindasan budaya yang berkembang.

Akhir kata, menurut Betty “Tentu saja, ada banyak perempuan yang bahagia menjadi ibu, dan keahliannya sepenuhnya hanyalah menjadi ibu rumah tangga. Namun kebahagiaan itu tidak sama dengan kepenuhan hidup, karena manusia bukanlah makhluk statis”. Setiap perempuan memilih kehendak untuk memilih.

Memilih bekerja sambil berumah tangga, tidak apa-apa, memilih menjadi ibu rumah tangga saja tidak apa-apa, atau fokus menjadi perempuan karir tidak masalah. Jangan sampai relasi dengan keluarga, khususnya suami dan anak justru memenjarakan perempuan sebagai manusia yang dinamis. Bekerja bukan hanya perihal uang sebagai tujuan, akan tetapi mengekspresikan kemampuan ada dalam diri, merupakan bentuk syukur atas pemberian Tuhan, sehingga menjadikan kita sebagai perempuan yang merdeka dengan pilihan. []

Tags: feminismeGenderistrikeadilankeluargaKesalinganKesetaraanPeran Perempuanperempuanperempuan bekerjaRelasisuami
Muallifah

Muallifah

Penulis asal Sampang, sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tinggal di Yogyakarta

Terkait Posts

Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Peran Ayah bagi Anak Perempuan

Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

2 Februari 2023
Nikah di KUA

Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA

2 Februari 2023
Akhlak Manusia

Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

1 Februari 2023
Kesehatan Calon Pasangan

Pentingnya Mengetahui Kesehatan Calon Pasangan Sebelum Menikah

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Satu Abad NU

    Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist