• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kelahiran Otoritas Perempuan Pesantren sebagai Penyelenggara Kesejahteraan

Dalam perkembangan penulisan pesantren, muncul berbagai studi yang mencoba untuk memperlihatkan peran dan otoritas perempuan pesantren

Khoniq Nur Afiah Khoniq Nur Afiah
11/05/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Perempuan Pesantren

Perempuan Pesantren

845
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Eksistensi perempuan di lingkungan pesantren seringkali tak pernah terlihat. Meskipun ia memiliki posisi yang sangat strategis dalam pengembangan kesejahteraan pesantren. Jika menilik studi yang dilakukan oleh Zamakhsyari Dhofier dalam Tradisi Pesantren mengenai elemen dasar pesantren.

Dhofier hanya menyebut Elemen dasar dari pesantren adalah kiai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab klasik tanpa menyebut Nyai di dalamnya. Seolah perempuan di pesantren tidak memiliki kontribusi apapun dalam proses pengembangan pesantren.

Pun dengan studinya Martin Van Bruinessen dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Van Bruinessen melihat posisi dan peran perempuan subordinat di pesantren karena tidak satupun pengarang kitab kuning perempuan.

Padahal sebenarnya terdapat kitab yang dikarang oleh perempuan, tetapi tidak menggunakan nama aslinya, melainkan menggunakan nama paman penulis. Martin menjelaskan bahwa penggunaan nama laki-laki dalam karya seorang perempuan merupakan anggapan bahwa menulis dan mengarang buku di kalangan pesantren merupakan pekerjaan laki-laki.

Penulisan tentang Pesantren

Dalam perkembangan penulisan pesantren, muncul berbagai studi yang mencoba untuk memperlihatkan peran dan otoritas perempuan pesantren. Di antaranya adalah studi Eka Srimulyani tentang Nyai Khoiriyah dari Jombang yang mendirikan pesantren putri pertama di Makkah.

Baca Juga:

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

Peranan tersebut selanjutnya berkembang melampaui perhatian para Nyai kepada pengembangan pesantren. Namun juga masalah lain seperti kekerasan seksual, pemberdayaan buruh migran, kerusakan lingkungan dan penanganan bullying.

Studi yang Marhumah lakukan dalam Konstruksi Gender dalam Lingkungan Sosial Pesantren mengungkapkan bahwa perempuan berposisi subordinat dan dianggap tidak relevan, sehingga dia tidak dapat menempati posisi strategis, seperti pengembangan pesantren.

Selama satu tahun, penulis melakukan riset terhadap empat Nyai. Antara lain Nyai Nissa Wargadipura, Nyai Ida Fatimah Zainal, Nyai Hindun Annisa dan Nyai Umdatul Choirot, yang memiliki peranan cukup sentral dalam pengembangan pesantren.

Riset itu menunjukkan bahwa mereka menggunakan tiga elemen. Yaitu transformasi pengetahuan, optimalisasi modal dan politik keramahan untuk memperlancar misinya menyelenggarakan kesejahteraan di lingkungan pesantren.

Pertama, transformasi pengetahuan

Mereka melakukan pengajaran sekaligus pendidikan kepada para santri atau pengikutnya. Gagasan, ilmu, pengetahuan selalu mereka sebarkan secara terus menerus sehingga meluas. Transformasi pengetahuan mereka lakukan sebagai upaya untuk mencetak generasi penerus.

Kedua, optimalisasi modal

Modal yang dimaksud dalam konteks ini sebenarnya bisa kalangan anak muda sebutkan sebagai privilege. Mereka para Nyai ini menyadari betul kepemilikan sederet modal seperti seorang Nyai, berpengetahuan dan memiliki relasi yang luas.

Para Nyai mampu mengidentifikasi secara kuat terhadap modal yang mereka miliki sebagai instrumen yang memperlancar misinya untuk menyelenggarakan pemberdayaan. Modal-modal ini mereka optimalkan secara serius untuk memberikan dampak yang signifikan terhadap misinya menyelenggarakan kesejahteraan.

Ketiga, politik keramahan

Wajah yang empat Nyai tampilkan kepada publik termasuk kalangan oposisinya adalah sosok yang ramah. Ramah ini sebenarnya merupakan bentuk politik yang terus para Nyai gunakan dalam proses menghadapi tantangan dan juga memperlancar mewujudkan misinya untuk menyelenggarakan kesejahteraan. Tantangan yang sering muncul misalnya keraguan publik atas kehadiran perempuan sebagai pemimpin pesantren.

Elemen-elemen ini selain memperlancar para Nyai menyelenggarakan kesejahteraan juga mengantarkan untuk memasuki arena yang sebelumnya dianggap hanya milik laki-laki. Seperti berkiprah dalam ruang publik, menyelesaikan masalah-masalah sosial, dan memimpin.

Pada gilirannya, elemen ini mendorong peneguhan otoritas perempuan pesantren sebagai pelopor kesejahteraan. Perempuan pesantren mampu memberikan bukti yang konkret atas kemampuannya untuk ikut andil dalam berbagai pekerjaan yang selama ini dianggap hanya bisa laki-laki lakukan. Pencapaian ini memberikan dampak motivasi terhadap generasi setelahnya.

Nyai sebagai Role Model

Mereka menjadikan para Nyai sebagai role model dan mereka mengikuti jejaknya. Hal ini juga terbukti dari lahirnya banyak generasi atau santri dari para Nyai yang menuruni ideologi dan semangatnya. Yakni berkiprah untuk memberdayakan masyarakat pesantren maupun masyarakat secara luas.

Tiga elemen di atas yang para Nyai lakukan sejatinya tertopang oleh konsistensi, sehingga mereka mampu menduduki posisi sebagai penyelenggara kesejahteraan di pesantren sebagai sebuah arena yang menjadi perebutan. Hal ini sebagaimana yang sering Bourdieu bicarakan. Proses panjang tersebut selanjutnya bisa menjawab pertanyaan, bagaimana otoritas perempuan pesantren bisa lahir. Sekian. []

 

Tags: kiaiKitab KuningNyaiPerempuan PesantrenPondok Pesantrenulama perempuan
Khoniq Nur Afiah

Khoniq Nur Afiah

Santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek R2. Tertarik dengan isu-isu perempuan dan milenial.

Terkait Posts

Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID