Mubadalah.id – Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK-PBNU) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakornas) yang diikuti oleh pengurus wilayah LKK se-Indonesia, dan perwakilan dari beberapa pengurus cabang di The Acacia Hotel Jakarta, akhir pekan kemarin.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Ketua PBNU KH. Robikhin Emhas, sekaligus membuka Rakornas, dan Sekjend Kementerian Desa Dr. Anwar Sanusi sebagai Keynote Speaker lokakarya yang bertemakan “Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Keluarga.”
Ketua LKK PBNU Hj. Ida Fauziyah, M.Si mengatakan, hari ini tantangan yang dihadapi Indonesia begitu berat. Bagaimana mungkin membangun sebuah negara yang maslahah kalau tidak mengikhtiarkan mulai dari membangun keluarga yang maslahah.
“Banyak persoalan yang hari ini cukup serius dihadapi. Kalau kita ingin Indonesia menjadi keluarga yang maslahah, yang maju dan mampu berkompetisi dengan dunia global. Maka harus dimulai dari keluarga”, kata Hj. Ida Fauziyah dalam sambutannya.
Menurutnya, bagaimana mungkin tercipta keluarga maslahah, kalau hari ini Indonesia mendapatkan data supporting keluarga maslahah tidak terbangun dengan baik. Pasalnya, jika ditinjau dari angka perceraian, maka setiap tahun meningkat 3 persen, bahkan di tahun 2018 angka perceraian hampir setengah juta.
“Dan ternyata gugatan perceraian banyak dilakukan oleh perempuan. Tentu hal menjadi persoalan serius untuk membangun keluarga maslahah. Mengapa harus membangun keluarga maslahah dan mengapa ini menjadi perhatian yang cukup serius,” tanya Hj Ida.
Ia menegaskan, kalau ingin membangun keluarga maslahah, maka bagaimana Indonesia melahirkan orang tua yang sholeh dan sholehah. Bagaimana melahirkan anak yang abror (berbuat kebaikan) serta sholeh sholehah, maka hal itu bisa muncul dari orang tua yang sholeh dan sholehah.
Selain itu, Keluarga Maslahah juga harus ditunjang dengan ekonomi yang mencukupi lahir dan batin. Jadi Keluarga Maslahah tidak hanya berpikir untuk kepentingan keluarga saja, tetapi bagaimana kebaikannya mampu dibawa ke lingkup sosial secara lebih luas.
Maka dari itu, Keluarga Maslahah harus menciptakan kemaslahatan bagi lingkungannya. Karena betapa banyak masalah yang terjadi dalam keluarga. Betapa banyak keluarga yang tidak mampu melahirkan anak yang abror, sholeh dan sholehah. Yakni anak yang terpenuhi kebutuhan lahiriyah dan batiniyahnya.
“2,3 juta pelajar di Indonesia terpapar narkoba, setiap hari 15 orang meninggal karena narkoba dan yang paling menyedihkan, dari keluarga juga tumbuh bibit radikalisme,” tegasnya.
Kalau dibaca beberapa survey, lanjut dia, ternyata anak-anak pelajar mengenal paham radikalisme, bahkan 7 persen diantara mereka siap menjadi jihadis-jihadis baru. Karena menganggap Pancasila sudah tidak lagi relevan, dan mereka ingin menggantikan idelogi Negara dengan khilafah.
“Ternyata keluarga juga tidak mampu melahirkan semangat Islam washatiyah, Islam yang rahmatallil ‘alamien dalam lingkup keluarga jika berdasarkan data-data tersebut,” terangnya.
Berangkat dari beberapa persoalan di atas, kata Hj. Ida, kalau memang bersepakat membangun Indonesia yang maju dan maslahat, maka semua elemen bangsa harus serius menyiapkan dari lingkup terkecil yakni keluarga. Makanya, NU, melalui LKK menawarkan konsep Keluarga Maslahat untuk menjawab tantangan Indonesia.
Karena untuk membangun Negara yang tangguh, kuat, berkeadaban serta berkeadilan harus di mulai dari keluarga. Di mana keluarga yang sehat, sejahtera, bahagia lahir dan batin menjadi kunci bagaimana nanti Keluarga Maslahah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Kalau semua itu kita lakukan, kelak ke depan kita akan melahirkan generasi penerus yang berkualitas secara intelektual, emosional dan spiritual,” harapnya. (ZAHRA)