Mubadalah.id – Dalam setiap nasihat perkawinan kerap kali ceramah para khatib memunculkan kalimat bahwa perempuan dinikahi karena perilaku spiritual atau agamanya.
Para penceramah tersebut, biasanya mengutip hadis dari Abu Hurairah r.a dari Nabi Saw, bersabda,
“Seorang perempuan itu dinikahi karena empat hal: hartanya, status sosialnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah perempuan yang memiliki agama, agar kehidupan (rumah tanggamu) lebih terpuji dan lestari.” (Shahih al-Bukhdri, no. 3708 dan Shahih Muslim, no. 5146).
Pada Hadis di atas, Nabi Saw memberitakan tentang kebiasaan orang dalam memilih calon dengan mempertimbangkan harta, status, kecantikan, dan agama.
Nabi Saw memerintahkan untuk memilih pertimbangan utama, yaitu agama. Tidak salah jika mempertimbangkan juga faktor yang lain, sementara agama yang akan mengikat harta, rupa, dan strata sosial menjadi modal kebaikan bagi kelangsungan hidup berumah tangga.
Apa yang dimaksud agama dalam Hadis tersebut?
Agama yang dimaksud dalam teks Hadis tersebut adalah prinsip-prinsip yang diajarkan Islam sebagai fondasi moral dalam berumah tangga.
Seseorang, karena komitmennya pada prinsip-prinsip ini, akan menggunakan seluruh modal dan potensi yang ia miliki untuk mendatangkan kebaikan dalam rumah tangganya.
Termasuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, melindunginya dari segala keburukan, dan membuatnya lestari sebagai ikatan penuh kebahagiaan satu sama lain. Sebagaimana yang al-Qur’an anjurkan (QS. al-Rum (30): 21).
Lima Pilar Pernikahan
Prinsip-prinsip agama tersebut adalah lima pilar pernikahan dalam Islam. Lima pilar tersebut sebagai berikut:
Pertama, pentingnya komitmen pada pernikahan sebagai ikatan yang kokoh (mitsaqan ghalizan) (QS. al-Nisa 4: 21).
Kedua, prinsip berpasangan dan bermitra antara suami dan istri (zawaj) (QS. al-Baqarah (2): 187 dan QS. al-Rum (30): 21).
Ketiga, saling memberi kenyamanan dan saling ridha satu sama lain (taradh) (QS. al-Baqarah (2): 233).
Keempat, saling memperlakukan dengan baik (mu’asyarah bi al-ma’ruf) (QS. al-Nisa (4): 19). Dan kelima, kebiasaan pasangan suami istri untuk saling bermusyawarah (tasyawur) (QS. al-Baqarah (2): 233).
Dalam sebuah Hadis sahih riwayat Muslim menyebutkan bahwa agama adalah kehendak dan komitmen untuk mewujudkan kebaikan (Shahih Muslim, no. 205).
Artinya yang harus calon mempelai laki-laki maupun perempuan miliki adalah kehendak dan komitmen masing-masing untuk mewujudkan kebaikan dalam berumah tangga.
Lima pilar pernikahan yang al-Qur’an sebutkan di atas adalah kerangka yang dapat mengikat pasangan suami-istri untuk bisa mewujudkan agama (kebaikan) dalam kehidupan rumah tangga mereka. []