Mubadalah.id – Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Buku Qiraah Mubadalah menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan sebagai khalifah di bumi. Keduanya telah Tuah karuniai akal budi serta amanah moral untuk memakmurkan kehidupan dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
Bahkan keduanya dipanggil untuk menjadi manusia saleh dan salehah, suami dan istri yang saling menumbuhkan cinta (mawaddah), kasih (rahmah), dan ketenteraman (sakinah).
Terlebih, keduanya pula yang harus bersama-sama mewujudkan masyarakat terbaik (khairu ummah). Bahkan negara yang adil dan menyejahterakan rakyatnya (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur).
Maka, ketika kita menafsirkan surga hanya dalam kacamata maskulin, artinya kita telah mengingkari spirit dasar Islam yang menempatkan laki-laki dan perempuan setara di hadapan Tuhan. Karena surga bukan ruang patriarkis, melainkan simbol keadilan dan kasih Tuhan bagi semua makhluk-Nya.
Dengan begitu, menafsir surga secara mubadalah berarti mengembalikan makna teks-teks keagamaan pada prinsip rahmah dan keadilan. Bahwa janji surga bukan hanya untuk satu jenis kelamin, melainkan bagi semua manusia yang beriman dan beramal saleh.
Dalam ungkapan Kiai Faqih, “surga juga menjadi tempat perempuan memperoleh segala kenikmatan yang paripurna.” Maka, sebagaimana laki-laki mendapat bidadari, perempuan pun berhak memperoleh bidadara, atau bentuk kenikmatan surga lain yang sesuai dengan kebutuhannya.
Surga bukan hanya tentang keindahan fisik, tetapi tentang kesempurnaan spiritual. Di sanalah, semua manusia akan menemukan cinta yang sejati, keadilan yang hakiki, dan kebahagiaan yang tidak pernah berakhir. []