Mubadalah.id – Alam semesta secara faktual adalah warna warni, beragam, dan plural. Keanekaragaman itu telah ada sejak Tuhan menciptakannya. Wujud keragaman alam semesta ini adalah Kehendak Tuhan untuk manusia.
Dalam warna warni ada keindahan, dalam keragaman ada rahmat, dan dalam pluralitas ada dinamika kehidupan.
Realitas alamiah semesta itu menunjukkan bahwa tidak ada makhluk yang sama di muka dunia ini sejak ia diciptakan Tuhan sampai hari ini dan mungkin sampai kiamat. Yang ada adalah kemiripan, keserupaan, dan seakan-akan belaka.
Perbedaan manusia tersebut tidak hanya menyangkut wajah, melainkan juga pikiran, keinginan, cita-cita, hasrat, keyakinan atau agama dan jalan hidup.
Perbedaan antar manusia adalah sunnatullah atau ketentuan Allah. Maka siapapun tak mungkin bisa menghilangkannya dan tidak bisa pula mengingkari. Pengingkaran adalah penolakan terhadap Kehendak Tuhan.
Semua diciptakan Tuhan untuk kebahagiaan manusia, Meskipun berbeda-beda, tetapi semua dan setiap manusia ingin bahagia dan ingin dihargai atau dihormati hak-haknya. Ini tak bisa dipaksakan oleh dan kepada siapapun.
Karena itu siapapun sejatinya tidak boleh memaksakan kehendaknya, keyakinannya, dan pilihannya kepada orang lain apalagi dengan menggunakan cara-cara kekerasan, karena hal itu berarti merenggut hakhak dasarnya, hak yang sudah diberikan Tuhan.
Tidak Boleh Memaksa Keyakinan
Bahkan tidak juga Nabi Muhammad Saw tak bisa dan tak boleh memaksakan keyakinan agama kepada orang lain. Kepada kekasih-Nya itu, Allah Swt mengatakan, “Kamu tidak punya hak memaksa mereka.” (QS. al-Ghasyiyah ayat 22).
Ketika Nabi bersedih karena ada keluarga yang ia cintai tidak mau mengikuti agamanya, padahal ia sangat menginginkannya, Tuhan segera menegurnya,
“Kamu (Muhammad) tidak bisa memberikan petunjuk (keimanan) orang yang kamu cintai. Tetapi Tuhanlah yang memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Allah Swt kehendaki.” (QS. al-Qashash ayat 56).
Tuhan dalam firmannya yang lain menegaskan,
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Artinya: Tidak ada pemaksaan dalam agama. Telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat. (QS. Al-Baqarah (2): 256).
Maulana Jalaludin Rumi, sufi penyair terbesar dari Konya, Turki, mengatakan, “Tak ada kuasamu menyingkirkan pikiran itu, meski kau kerahkan sejuta energi kreatif.”*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Islam dan Toleransi.