Mubadalah.id – Relasi ayah, ibu dan anak dalam keluarga sangat menentukan terkabulnya doa di atas. Di sini, keluarga Nabi Ibrahim patut menjadi acuan relasi parental yang ideal.
Nabi Ibrahim adalah orang tua yang selalu berdoa untuk anaknya, menjadi contoh yang baik, mendidik anak dengan tempaan yang kuat, tapi penuh keyakinan kepada Allah, dan melibatkan anak dalam aktifitas orang tua hingga anak terbentuk jiwa, karakter, dan akhlaknya.
Hajar, sang ibu, juga pribadi luar biasa. Ketabahan dan pengorbanannya sangat heroik. Lebih dari itu cintanya kepada anak dalam satu garis dengan cinta kepada Allah, dan selalu satu visi dengan suami.
Hasilnya, Ismail kecil pun sudah memiliki kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual yang sangat mengagumkan. Ketika drama penyembelihan sang ayah sampaikan, Ismail menjawab dengan amat mengagumkan.
“Wahai ayahku, lakukan apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. Insya Allah engkau akan dapati aku sebagai orang yang sabar.” (QS. ash-Shaffat ayat 102).
Subhanallah. Ismail kecil telah menjadi qurrata a’yun ayah dan ibunya! Ismail dewasa terlebih lagi. Ia menjadi nabi, mewujudkan doa sang ayah.
Relasi marital yang berdasarkan iman, kesatuan visi, dan mawadah wa rahmah akan menjadi modal penting bagi terbangunnya relasi parental yang baik. Orang tua yang saleh adalah akar yang kuat bagi terwujudnya anak yang saleh. Ketika anak bertumbuh dengan kesalehan, saat itulah ia menjadi qurrata a’yun kedua orang tuanya. []