Sabtu, 18 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

    Budaya Pondok Pesantren

    Budaya Pondok Pesantren yang Disalahpahami

    Berdoa

    Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

    Lirboyo

    Lirboyo dan Luka Kolektif atas Hilangnya Kesantunan Publik

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

    Budaya Pondok Pesantren

    Budaya Pondok Pesantren yang Disalahpahami

    Berdoa

    Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

    Lirboyo

    Lirboyo dan Luka Kolektif atas Hilangnya Kesantunan Publik

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

Krisis iklim tidak netral gender, karena perempuan adalah pihak yang paling dekat dengan sumber air, pangan, dan energi rumah tangga.

Yayat Hidayat Yayat Hidayat
18 Oktober 2025
in Publik
0
Suhu Panas yang Tinggi

Suhu Panas yang Tinggi

8
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di pekan-pekan terakhir, udara Indonesia terasa semakin menyengat. Termometer di beberapa kota besar menembus 37 hingga 38 derajat Celsius.

Bagi banyak orang, suhu panas yang tinggi ini terasa seperti sekadar fenomena musiman akibat posisi matahari di garis khatulistiwa. Namun, bagi para ilmuwan dan pemerhati lingkungan, ini bukan sekadar “musim panas”. Ini adalah tanda bahwa Bumi sedang kelelahan—dan manusialah yang menambah bebannya.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu panas yang tinggi dan cuaca ekstrem yang melanda Indonesia bulan Oktober ini bukan hal baru. Tapi bedanya, kali ini ia datang lebih lama, lebih kering, dan lebih tajam. Gerak semu matahari dan monsun Australia memperkuat gelombang panas, sementara minimnya awan membuat radiasi matahari menghantam langsung permukaan bumi.

Namun, di balik semua faktor meteorologis itu, ada sebab yang lebih dalam: perubahan iklim global. Data BMKG menunjukkan suhu rata-rata Indonesia pada September 2025 naik 0,35 derajat Celsius dibanding rata-rata tiga dekade terakhir. Angka yang tampak kecil, tapi dalam konteks planet sebesar Bumi, itu berarti tambahan energi panas yang luar biasa besar—setara ratusan miliar ledakan bom atom Hiroshima.

Politik yang Memanaskan Bumi

Pemanasan global bukanlah sekadar isu sains. Ia adalah hasil pilihan politik, ekonomi, dan gaya hidup manusia. Seperti ditulis Ahmad Arif dalam Kompas.id, Indonesia sempat berhasil menurunkan laju deforestasi antara 2017–2021 berkat moratorium sawit dan pengendalian kebakaran.

Namun kini, deforestasi kembali meningkat. Proyek Food and Energy Sovereignty Plan, pelonggaran izin tambang, serta ekspansi biomassa untuk energi “hijau” justru memperluas perusakan hutan.

Ironisnya, di satu sisi pemerintah menampilkan citra hijau di panggung internasional, tetapi di dalam negeri membuka ruang legal untuk pembabatan hutan. Padahal, setiap pohon yang tumbang berarti hilangnya sekat pelindung Bumi dari panas berlebih. Ketika hutan di Merauke, Gorontalo, dan Papua dijadikan lahan industri, kita sedang menandatangani kontrak penghancuran masa depan anak cucu sendiri.

Islam menegaskan bahwa alam bukanlah benda mati yang boleh dieksploitasi sewenang-wenang. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum [30]: 41)

Ayat ini bukan sekadar nubuat ekologis, melainkan cermin atas kondisi hari ini. Bencana iklim, panas ekstrem, dan kekeringan adalah cara bumi “bersuara” setelah lama diperlakukan sebagai komoditas.

Keadilan Iklim dan Amanah Khalifah

Pemanasan global menyingkap ketimpangan yang tajam. Mereka yang paling miskin dan paling bergantung pada alam—petani, nelayan, masyarakat adat—justru menjadi yang paling menderita. Ketika hujan tak menentu, panen gagal, dan laut naik menenggelamkan desa-desa pesisir, merekalah yang pertama kehilangan penghidupan.

Dalam pandangan Islam, keadilan bukan hanya antara manusia, tapi juga antara manusia dan seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Konsep mubadalah—timbal balik dalam kemaslahatan—mengajarkan bahwa relasi manusia dengan alam pun harus setara dan saling menghidupi. Alam memberi kehidupan, manusia menjaga keseimbangannya.

Sayangnya, logika ekonomi modern menempatkan alam hanya sebagai “sumber daya”, bukan “sahabat hidup”. Hutan ditebang demi energi, tambang dibuka demi mobil listrik, dan laut dicemari demi industri. Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Jika terjadi kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada bibit pohon, maka tanamlah.”
(HR. Ahmad)

Hadis ini menunjukkan bahwa menanam bukan sekadar aktivitas ekologis, tapi tindakan iman—pernyataan harapan di tengah kehancuran. Bahkan dalam kondisi paling akhir sekalipun, Islam mengajarkan optimisme ekologis: bahwa setiap pohon, sekecil apa pun, adalah saksi kesetiaan manusia pada amanahnya sebagai khalifah fil ardh—pengelola bumi.

Perempuan dan Ketangguhan di Tengah Krisis

Krisis iklim tidak netral gender. Dalam banyak masyarakat, perempuan adalah pihak yang paling dekat dengan sumber air, pangan, dan energi rumah tangga. Ketika sungai mengering, merekalah yang harus berjalan lebih jauh mencari air. Ketika sawah gagal panen, merekalah yang menanggung beban ganda—sebagai penyedia makanan dan penjaga keluarga.

Dari perspektif mubadalah, pengalaman perempuan bukan sekadar penderitaan, melainkan sumber hikmah dan inspirasi spiritual. Mereka menunjukkan cara bertahan dengan kasih, kerja sama, dan solidaritas. Di banyak desa, perempuan menjadi motor penggerak gerakan hijau: menanam pohon, mengelola sampah, dan menciptakan ekonomi alternatif. Dalam konteks ini, mereka menjalankan fungsi khalifah secara nyata—melindungi kehidupan dalam segala bentuknya.

Seruan Iman: Menyejukkan Bumi, Menyelamatkan Diri

Pemanasan global bukan hanya soal suhu, tapi soal moralitas. Ia menantang manusia untuk memilih: menjadi penjaga bumi atau perusaknya. Setiap keputusan politik, setiap izin tambang, setiap produk yang kita konsumsi adalah pilihan moral yang memihak kehidupan atau kematian.

Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.”
(QS. Al-A’raf [7]: 56)

Perintah ini menegaskan bahwa menjaga bumi bukan opsi, melainkan kewajiban spiritual. Menjaga iklim adalah bagian dari ibadah sosial, sebab tanpa bumi yang sehat, tak mungkin ada kehidupan yang makmur.

Maka, seruan iman di tengah panas yang kian meninggi adalah sederhana namun mendalam: kembalilah menjadi khalifah yang memelihara, bukan menjarah.
Mulailah dari hal kecil—mengurangi sampah plastik, menanam pohon, memilih energi bersih, mendukung kebijakan hijau, dan mendidik anak-anak untuk mencintai bumi. Sebab setiap tindakan baik, sekecil apa pun, akan menjadi naungan di hari yang lebih panas daripada hari ini.

Mengembalikan Sejuknya Rahmat

Bumi sedang demam, dan manusialah penyebab sekaligus penyembuhnya. Krisis iklim bukan kutukan, tetapi ujian keimanan. Apakah kita masih sanggup menjadi rahmat bagi semesta (rahmatan lil ‘alamin), atau justru menjadi sumber malapetaka bagi ciptaan Allah yang lain?

Panas yang kita rasakan hari ini mungkin baru permulaan. Namun, jika kita berani berubah—menata ulang politik, ekonomi, dan spiritualitas kita menuju keadilan ekologis—maka masih ada harapan. Seperti janji Allah dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d [13]: 11)

Perubahan itu bisa kita mulai dari kesadaran sederhana: bahwa iman sejati bukan hanya tentang hubungan vertikal kepada Tuhan, tetapi juga tentang kasih horizontal kepada sesama makhluk dan bumi yang menjadi rumah kita bersama. Dan mungkin, di tengah panas yang membakar ini, itulah bentuk ibadah paling penting di zaman kita—menyejukkan bumi dengan cinta dan tanggung jawab. []

Tags: bumiimanislamPanas yang MeninggiPemanasan GlobalPerubahan Iklim
Yayat Hidayat

Yayat Hidayat

Perantau-Santri-Abdi Negara

Terkait Posts

Siti Ambariyah
Figur

Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan

18 Oktober 2025
Berdoa
Publik

Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

16 Oktober 2025
Difabel Muslim
Publik

Pedoman Qur’an Isyarat; Pemenuhan Hak Belajar Difabel Muslim

16 Oktober 2025
Memperlakukan Anak Perempuan
Hikmah

Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

14 Oktober 2025
Diplomasi Iklim
Publik

Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

14 Oktober 2025
Menjaga Lingkungan
Publik

POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

13 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Guruku Orang-orang dari Pesantren; Inspirasi Melalui Lembaran Buku KH. Saifuddin Zuhri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan
  • Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga
  • Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi
  • Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi
  • Guruku Orang-orang dari Pesantren; Inspirasi Melalui Lembaran Buku KH. Saifuddin Zuhri

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID