• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Ketika Non Muslim Boleh Shalat di Masjid

Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa kebolehan non muslim shalat di masjid tersebut sepanjang diperlukan dan asal tidak menjadi kebiasaan.

KH. Husein Muhammad KH. Husein Muhammad
18/05/2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Non Muslim

Non Muslim

330
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Karena tulisanku tentang “Muslim masuk Gereja” di  sini, seorang teman bertanya sebaliknya,  “Non Muslim masuk Masjid“.

Nah aku ingat, aku pernah menulis ini tahun 2018.

Di atas kereta api Bima, dalam perjalanan pulang ke Cirebon, kemarin, 12.02.18, aku ditanya teman sekursi soal ibadah (kebaktian) non muslim di masjid. Aku bilang persoalan ini sesungguhnya sudah lama sekali dibicarakan para ulama. Berpuluh abad lampau. Mereka berbeda pendapat soal itu dengan segenap argumennya dan perspektifnya atau kecenderungan ideologinya masing-masing. Ada hadits mengenai ini, tetapi ditanggapi secara berbeda, terutama dari sisi validitasnya (kesahihannya), meski soal validitas ini subyektif.

Peristiwa ini dikemukakan oleh antara lain Ibnu Ishaq, ahli sejarah Islam klasik.

Syahdan, suatu hari yang cerah di Madinah al-Munawwarah, Nabi SAW kedatangan rombongan umat Nasrani dari daerah Najran, sebuah daerah yang waktu itu bagian dari Yaman. Sekarang masuk wilayah Saudi Arabia. Mereka berjumlah sekitar 60 orang. Tujuannya berdebat soal ajaran teologis. Nabi menyambutnya dengan baik dan santun. Kemudian menempatkannya di masjidnya yang agung itu. Menurut seorang perawi, ketika rombongan sampai di sana, Nabi sedang melaksanakan shalat Ashar.

Baca Juga:

Tafsir Sakinah

Asma’ binti Abu Bakar Ra : Perempuan Tangguh di Balik Kesuksesan Hijrah Nabi Muhammad SAW

Islam Menolak Kekerasan, Mengajarkan Kasih Sayang

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Tak lama kemudian tiba waktu bagi mereka untuk melaksanakan kebaktian (ibadah). Disebutkan di situ : “Fashallu Fihi” (mereka shalat di situ). Para sahabat keberatan jika mereka melaksanakannya di masjid. Tetapi Nabi Saw mengatakan :

«دَعُوهُمْ»، فَاسْتَقْبَلُوا الْمَشْرِقَ، فَصَلَّوْا صَلَاتَهُم

“Biarkanlah mereka melaksanakan ibadahnya di masjid itu”. Mereka  lalu berdiri menghadap ke Timur dan melakukan shalat (kebaktian).

Usai itu mereka, rombongan non Muslim itu mengajak Nabi untuk berdiskusi soal ajaran agama. Beliau menyambutnya dengan senang hati dan pikiran terbuka. Manakala mereka memeroleh pengatahuan keislaman dan argumen mereka kalah, Nabi tidak memaksa mereka masuk Islam. Beliau memberikan kebebasan memilih.

Hadits itu diakhiri  dengan kata-kata yang menarik :

وقد أسلم بعضهم بعدما رجعوا إلى نجران

“Ketika mereka kembali ke Najran, desa tempat tinggal mereka, sebagian dari mereka masuk Islam”.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, ulama besar, ahli hadits besar, murid utama Ibnu Taimiyah mengatakan dalam karyanya : Ahkam Ahl al-Dzimmah”, I/397 :

” وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَنْزَلَ وَفْدَ نَصَارَى نَجْرَانَ فِي مَسْجِدِهِ وَحَانَتْ صَلَاتُهُمْ فَصَلوا فِيهِ وَذَلِكَ عَامَ الْوُفُودِ

“Ada hadits Sahih, bahwa Nabi menerima rombongan utusan komunitas Nasrani Najran, di masjidnya, lalu tiba waktu shalat mereka. Mereka pun shalat di situ. Ini terjadi pada tahun datang para delegasi dari luar negeri”.

Ibnu Qayyim juga menyampaikan hal yang sama dalam karya besarnya : “Zaad al-Ma’ad”, juz III/549).

Ibnu Qayyim selanjutnya menjelaskan bahwa kebolehan non muslim shalat di masjid tersebut sepanjang diperlukan dan asal tidak menjadi kebiasaan.

Ibnu Hajar dalam kitabnya yang terkenal “Fathul Bari” , komentar atas kitab Sahih Bukhari, juz II/107 mengatakan bahwa masalah ini diperdebatkan ulama fiqh. Mazhab Hanafi membolehkan orang non muslim masuk masjid mana pun, tak terkecuali masjid al-haram.

Mazhab Maliki melarang sama sekali. Mazhab Syafi’i membolehkan selain di masjid al-Haram. Sebagian berpendapat hanya boleh bagi “ahli Kitab”, (agama yang mempunyai Kitab Suci).

قال ابن حجر في فتح الباري “ج 2 ص 107” عن هذه المسألة فيه مذاهب، فعن الحنفية الجواز مطلقًا، وعن المالكية والمزنى المنع مطلقًا، وعن الشافعية التفصيل بين المسجد الحرام وغيره، للآية، وقيل: يُؤْذَنُ للكتابي خاصة،

Uraian tentang pandangan para ahli fiqh di atas berikut argumentasi mereka cukup panjang. Pertanyaan kita adalah mengapa tidak boleh? Apa yang salah dari non muslim, sehingga dilarang masuk dan shalat di masjid? Yang dibutuhkan oleh pertanyaan ini bukan soal “sanad” (transmisi) hadits, tetapi logikanya, rasioningnya, rasio logisnya? Jika larangan itu terjadi dalam situasi permusuhan, konflik atau perang, maka larangan itu bisa dipahami. Bagaimana jika dalam situasi damai? Atau mengapa dibolehkan? []

Tags: islamkeberagamanNabi Muhammad SAWPerdamaianPerjanjian NajranSejarah Duniatoleransi
KH. Husein Muhammad

KH. Husein Muhammad

KH Husein Muhammad adalah kyai yang aktif memperjuangkan keadilan gender dalam perspektif Islam dan salah satu pengasuh PP Dar al Tauhid Arjawinangun Cirebon.

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID