• Login
  • Register
Minggu, 18 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Ketimpangan Relasi dan Terbentuknya Generasi Sandwich

Mencegah lahirnya generasi sandwich bukan berarti mendorong anak untuk berlaku egois dan membiarkan orang tuanya begitu saja

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
04/05/2024
in Keluarga
0
Ketimpangan Relasi

Ketimpangan Relasi

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebagai orang tua, sudah pasti akan menyayangi anaknya. Kasih sayang orang tua pada anak adalah kasih sayang yang murni, tulus, naluriah dan tanpa syarat. Sehingga kasih sayang orang tua merupakan sebuah keniscayaan. Dengan kasih sayang yang melimpah itu, mungkinkah terjadi ketimpangan relasi antara orang tua dan anak? Simak ulasannya berikut ini!

Kewajiban dan Keniscayaan

Rasa sayang yang orang tua pada anaknya merupakan anugerah terbesar yang kita terima sejak pertama kali membuka mata. Bisa dikatakan kasih sayang orang tua merupakan perwujudan nyata kasih sayang Tuhan pada manusia, sekaligus cara-Nya menjaga setiap anak yang terlahir ke dunia. Bayangkan jika rasa kasih sayang itu tidak ada, berapa banyak bayi yang akan terabaikan setelah kelahirannya?

Namun masalahnya, Kasih sayang yang muncul dalam relasi ini bukanlah sesuatu yang resiprokal.  Kasih sayang anak pada orangtuanya bukan lagi sesuatu yang bersifat alamiah. Meskipun secara naluriah kasih sayang itu akan muncul sebagai timbal balik.

Namun kadarnya sudah jauh berbeda. Hal ini karena orang tua masih bisa bertahan hidup meski tanpa kasih sayang anaknya. Dengan kata lain ia  bukan lagi kebutuhan primer. Terlebih lagi jika terdapat beberapa gesekan selama masa pengasuhan.

Oleh karena itu tidak heran jika bakti pada orang tua menjadi sesuatu yang ditekankan secara normatif dalam berbagi apek kehidupan. Hal ini karena ia sudah bukan sesuatu yang alamiah lagi, sehingga memerlukan perangkat untuk menjaganya. Perangkat itu bisa berupa ajaran agama, norma, hukum sosial, bahkan undang-undang.

Baca Juga:

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Vasektomi Sebagai Solusi Kemiskinan, Benarkah Demikian?

Konsep berbakti pada orang tua menjadi sebuah ajaran yang diadopsi oleh banyak agama. Kewajiban bakti pada orang tua memiliki strata yang tinggi, bahkan terkadang bertempat di bawah kewajiban bakti kepada Tuhan. Mengapa demikian?  Karena relasi-anak dan orang tua menjadi relasi pertama yang dimiliki manusia saat lahir ke dunia.

Ketimpangan Relasi Anak dan Orang Tua

Dalam relasi anak dan orang tua seringkali terjadi ketimpangan yang membuat adanya superioritas salah satu pihak. Hal ini biasanya orang tua lebih sering menempati posisi superior. Di mana secara normatif anak dituntut melakukan bakti pada orang tua sebagai sebuah kewajiban. Sedangkan pengasuhan hanya sebuah konsekuensi atau tanggung jawab pernikahan.

Oleh karena itu bakti pada orang tua memiliki nilai yang lebih tinggai daripada pengasuhan anak. Bakti pada orang tua sangat berkaitan dengan nilai-nilai normatif baik secara sosial, moral maupun spiritual. Sedangkan pengasuhan anak cenderung lebih longgar dan fleksibel sesuai kesepakatan antar pasangan. Maka tidak heran jika  di tengah masyarakat kita lebih sering mendengar istilah anak durhaka daripada orang tua durhaka.

Superioritas orang tua pada anaknya kurang lebih dapat dibagi dalam dua fase. Fase pertama adalah saat anak masih kecil dan berada dalam asuhan orang tua. Dalam fase ini orang tua bahkan memiliki double superior. Yaitu superior secara lahir (fisik, akses, financial dll) sekaligus superior secara normatif. Dobel superior ini memberikan power pada oran tua untuk memegang kendali penuh terhadap anak di bawah asuhannya.

Sedangkan fase kedua terjadi ketika anak sudah dewasa dan lepas dari pengasuhan orang tua. Dalam fase ini orang tua mungkin sudah tidak lagi memiliki superioritas fisik. Bisa jadi anaklah yang justru memilikinya. Namun superioritas secara normatif tetap ada pada orang tua. Dalam Islam misalnya birrul walidain sangat ditekankan pada fase ini.

Dalam fase inilah generasi sandwich biasanya terbentuk. Misal ketika orang tua sudah tidak memiliki power dalam hal financial dan bergantung pada financial anak yang telah mandiri. Kemudian dengan superioritas normatif orang tua menuntut anak agar selalu memenuhi keinginannya.

Generasi Sandwich

Masih adanya superioritas orang tua di fase kedua memicu terbentuknya generasi sandwich. Di mana anak yang  telah mandiri dan mungkin sudah berkeluarga harus  menanggung kebutuhan orang tua yang sudah tidak produktif.

Mengingat kasih sayang dan jasa orang tua selama masa pengasuhan, maka menanggung kebutuhan orang tua di masa senja merupakan bentuk timbal balik yang semestinya anak lakukan. Namun masalahnya, bagaimana jika sang anak juga sudah berkeluarga dan memiliki tanggung jawab pada keluarganya, apalagi jika perekonomian mereka kurang stabil.

Tentu hal tersebut akan memberikan beban ganda pada anak, karena pada waktu yang bersamaan ia harus menanggung tiga generasi sekaligus (orang tua, diri sendiri, anaknya). Posisinya terhimpit seperti sandwich.

Ketergantungan

Generasi sandwich yang muncul karena faktor personal atau ekonomi bukanlah sebuah masalah. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika generasi sandwich terus terbentuk dan semakin massif akibat mental ketergantungan yang dinormalisasi secara terus menerus.

Dari sudut pandang orang tua sendiri, mendorong anak ke dalam generasi sandwich tentu bukanlah sesuatu yang bijak.  Apalagi jika hal tersebut adalah faktor kesengajaan dengan niat bergantung pada anak. Atau dari sejak awal memang memiliki niat menjadikan anak sebagai ajang investasi.

Namun, bukan berarti menanggung orang tua atau mengandalkan anak adalah hal yang buruk, dalam situasi tertentu hal tersebut bisa menjadi opsi demi kebaikan bersama. Misal ketika anak memiliki ekonomi yang telah mapan sedangkan orang tua masih dalam keterbatasan.

Pentingnya Skala Prioritas dalam Generasi Sandwich

Adapun yang perlu ditekankan di sini adalah mencegah lahirnya generasi sandwich bukan berarti mendorong anak untuk berlaku egois dan membiarkan orang tuanya begitu saja. Namun lebih kepada mengkompromikan ego masing-masing agar tidak saling memberatkan satu sama lain.

Sebagai anak tentu sudah sepantasnya melakukan hal terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya. Termasuk dengan menjamin kesejahteraan mereka di masa senja. Jika financial mencukupi maka tidak jadi masalah. Terlebih jika banyak saudara yang bisa bekerjasama. Namun jika tidak, maka ada baiknya jika anak membuat skala prioritas dalam memenuhi kebutuhan antara diri sendiri, keluarga dan orang tuanya.

Dalam hal ini, tentu anak harus sedikit mengalah dan mengesampingkan ego untuk kepentingan diri sendiri atau keluarganya, jika memang ada kebutuhan orang tua yang lebih penting. Misal terkait dengan kesehatan orang tua. Selain itu, komunikasi yang baik antara anak dan orang tua sangatlah penting guna menghindari konflik manakala kebutuhan orang tua harus dikesampingkan.

Sedangkan sebagai orang tua,  juga seharusnya lebih bijak dalam mempersiapkan hari tua. Khususnya secara financial agar kelak tidak perlu bergantung pada anak dan mendorong terbentuknya generasi sandwich. Misalnya dengan menyiapkan tabungan atau asuransi  hari tua.

Orang tua juga seharusnya lebih bijak dalam memahami kebutuhan anak dan keluarganya, jika memang terpaksa harus bergantung pada mereka. Serta jangan pernah menekan anak dengan dalih “wajib berbakti” untuk selalu diprioritaskan. []

Tags: Generasi SandwichHak anakkeluargaKetimpangan Relasiparenting
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Alumni UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Mahasiswa di UIN Sunan Kalijga Yogyakarta. Peserta Akademi Mubadalah Muda 2023. Bisa disapa melalui instagram @kholifahrahma3

Terkait Posts

Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Soft Spoken

Soft Spoken: Menanamkan Nilai Tata Krama pada Anak Sedari Kecil

25 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version