Mubadalah.id – Bulan Muharam merupakan bulan yang sangat special, sebab menjadi bulan pembuka dalam kalender hijriah yang di dalamnya terdapat berbagai hikmah dan keutamaan. Sebagai permulaan tahun hijrah, juga mengandung banyak momen indah, semangat perjuangan tanpa putus asa, dan rasa optimisme yang tinggi. Yaitu semangat hijrah Rasulullah dan para sahabat yang telah melawan rasa takut dan sedih meninggalkan kampung halamannya menuju kota Madinah.
Jika menelusuri waktu pelaksanaan hijrah ke Madinah, memang riwayat yang mengisahkan peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rabi’ al-Awwal. Kemudian mengapa peringatan hijrah sering kita identikkan dengan bulan Muharam, sebagaimana Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa ternyata niat dan rencana berhijrah sudah ada sejak pertengahan akhir bulan Dzul Hijjah. Di mana Rasulullah dan para Sahabat sepakat untuk melaksanakan hijrah di bulan Muharram.
Namun sebagaimana kata Rasulullah sendiri, hijrah sejatinya tak hanya tentang perjalanan dari Mekkah ke Madinah. Tetapi juga memiliki makna hakikiyah, yakni proses seseorang berubah menuju kepada hal yang baik.
Dari hijrah Rasulullah, banyak hal yang umat Islam dapat mengambil ibrahnya, salah satu yang paling utama mungkin adalah keputusan Nabi Muhammad untuk mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dengan kaum Anshar di Madinah.
Keutamaan Muharam
Jumlah orang-orang yang hijrah dari Makkah saat itu sangat banyak. Sementara mereka tidak membawa perbekalan yang cukup dan tidak mengetahui di mana akan bertempat tinggal. Bahkan, beberapa ada yang rela meninggalkan keluarga dan harta mereka.
Hal tersebut pasti akan menimbulkan kesulitan bagi mereka. Kemudian Rasulullah memberikan solusi yakni dengan mempersaudarakan antara dua golongan tersebut atas nama ukhuwah Islamiyah. Inilah salah satu keutamaan Muharam, yakni sebagai bulan persaudaraan.
Bagi kaum Anshar ini merupakan sebuah kesempaatan yang diberikan Rasullah untuk membuktikan kecintaanya dengan menolong atau berbagi kepada orang Muhajirin meskipun sedikit. Namun, kaum Anshar tidak puas jika hanya sekadar memberi, bahkan persaudaraan atas prinsip persamaan, yaitu mereka memberikan separuh dari apa yang mereka miliki. Seperti halnya kisah Sa’ad bin Rabi’ Al-Anshari dengan saudaranya ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, yang ia memberikan setengah dari hartanya dan menceraikan salah satu istrinya agar ‘Abdurrahman menikahinya.
Persaudaraan yang ditanamkan Rasulullah pada komunitas Islam di Madinah bukan sekadar slogan kosong yang diperbincangkan dari mulut ke mulut, melainkan kebenaran praktik yang terhubung langsung dengan realitas kehidupan dan relasi sosial antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Berdasarkan persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar inilah Nabi saw memberi tanggung jawab kepada para sahabat, yang kemudian mereka tunaikan secara baik. Orang-orang Anshar mengutamakan dan mendahulukan kaum Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sebenarnya juga membutuhkan. Realitas itu menjadi satu bukti keimanan kaum Anshar, karena mencintai dan mengutamakan saudaranya merupakan benuk ketaatan kepada Allah.
Belajar dari Kaum Anshar dan Muhajirin
Sementara orang Muhajirin merasa malu dan tidak berkeinginan terhadap harta orang-orang yang ingin menolong mereka seperti ‘Abdurrahman bin ‘Auf contohkan. Saat ia tiba di Madinah, Sa‘ad bin ar-Rabi menawarinya separuh harta dan rumahnya. Akan tetapi, Abdurrahman menolaknya dengan santun. Ia mengucapkan terima kasih dan meminta ditunjukkan jalan ke pasar Madinah untuk mencari nafkah secara mandiri.
Dari kaum Anshar dan Muhajirin, umat Muslim di masa ini juga dapat memetik pelajaran bahwa saat dalam keadaan berada sebagaimana sahabat Nabi yang di Madinah, maka kita seharusnya bersifat itsar (mendahulukan orang lain padahal diri sendiri). Ketika dalam keadaan ketiadaan seperti orang-orang yang hijrah, maka bersifat ‘iffah (menjaga kehormatan diri).
Dengan demikian, dalam momentum memperingati dan merayakan bulan Muharram, kita dapat memaknai dan juga mengambil pelajaran. Khususnya dari peristiwa hijrah Nabi beserta sahabat. Kita merayakan bulan Muharam ini dengan perbuatan baik agar menjadi awalan yang baik untuk bulan-bulan berikutnya.
Kita rayakan pula bulan Muharam ini sebagai bulan persaudaraan, sebagaimana persaudaraan Muhajirin dan Anshar yang sukses mengawali peradaban Islam. []