• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Keutamaan Shaf Pertama bagi Perempuan

Mubadalah Mubadalah
10/02/2022
in Hikmah
0
Keutamaan Shaf Pertama bagi Perempuan

Ilustrasi Perempuan Shalat Berjamaah

227
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tulisan ini akan membahas mengenai keutamaan shaf pertama bagi perempuan dalam bentuk cerita yang kami sertakan dengan dalil hadis.

Sembari menunggu beduk maghrib, Kang Rohim terlibat perbicangan dengan kang Rohman.

“Man, menurutmu, kenapa ya, tempat shalat perempuan di masjid kita berada sejajar dengan laki-laki, dan terpisah dinding kayu di sebelah kiri?”

“Ah masa gitu aja ditanyakan,” celah Rohim kurang bersemangat.

“Soalnya posisi shaf perempuan dan laki-laki di masjid tidak semuanya seragam.”

Baca Juga:

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

“Maksudmu apa, Him?”

“Minggu lalu saya shalat berjamaah di masjid kota. Saya lihat jamaah perempuan berada di bagian belakang dan hanya dibatasi kain setinggi badan”

[baca: https://mubaadalahnews.com/2017/01/tujuan-syariat-adalah-membebaskan-dan-melindungi-perempuan/ ]

“Aku jadi inget, masjid di kampung mertuaku juga begitu. Bahkan di tempat lain saya pernah mendapati batas pemisahnya hanya kisaran satu meter,” sahut Rohman, sembari menerawang.

Keduanya sejenak hening. Sama-sama memikirkan, kenapa berbeda konsep shof untuk perempuan? Apakah ada perbedaan pendapat soal penempatan shaf perempuan dengan penyesuaian desain masjid? Kalau selama ini shaf terdepan diyakini punya keutamaan yang lebih, berarti masjid di kota memonopoli keuataman shaf hanya untuk laki-laki? Pikiran-pikiran itu kini menggelayuti mereka berdua.

Hening pecah karena salam kyai Manaf. Keduanya begegas mencium tangan kyai setelah membalas salam.

“Kebetulan nih, Him, kita bisa nanya soal ini ke Kyai.”

Melihat keduanya berbisik, Kyai Manaf melempar tanya, “ada apa?”

“Hmm begini kyai,” cerita Rahim, “kami bingung, sebenarnya mana yang dianjurkan dalam shaf shalat untuk perempuan, apakah sejajar atau di belakang laki-laki?”

Kyai mengambil duduk di antara Rohman dan Rahim lalu bertutur. Kyai memulai dengan menyitir sebuah hadits,
“Sebaik-baiknya shaf pria adalah shaf terdepan dan seburuk-buruknya adalah shaf yang terakhir, dan sebaik-baiknya shaf wanita adalah shaf yang terakhir, dan seburuk-buruknya adalah shaf terdepan.” (HR. Ahmad). Ada yang berpendapat bahwa shaf paling belakang adalah baik untuk perempuan untuk menghindari hal-hal yang bersifat maksiat antar keduanya, atau dengan kata lain menjaga kehormatan keduanya. Namun, menurut hemat saya,” ucap kyai sambil mengelus jenggotnya, “hal itu untuk menjaga ketertiban shaf berjamaah saja. Menurut Imam Maliki, Hambali dan Syafi’i, hadits yang menyebutkan tentang urutan shaf perempuan di belakang laki-laki adalah sunnah dan tidak membatalkan shalat seandainya shaf perempuan sejajar dengan laki-laki. Demikian pula jika ada seorang perempuan atau barisan perempuan berada di shaf laki-laki tidak batal shalatnya orang yang berada di sampingnya atau belakangnya atau di depannya maupun shalat si perempuan itu sendiri, melainkan hanya berkurang kesempurnaannya. (Fiqhul Islam Wa ‘Adillatuhu Jilid 2 Hal. 361).”

Lalu bagaimana jika di masjid atau mushola ada pembatas (tabir) yang memisahkan? Menurut Syaikh Abdullah bin Jibrin [Fatawa Ash-Shiyam, Syaikh Abdullah Al-Jibrin, hal. 94], jika keadaannya demikian (terpisah tabir), sehingga perempuan mengandalkan pengeras suara dalam mengikuti imam shalat, maka shaf pertama adalah yang lebih utama daripada shaf yang belakangnya. Laki-laki maupun perempuan sama-sama dianjurkan untuk mendapat keuatamaan shaf pertama sebagaimana HR Abu Dawud “Sesungguhnya Allah dan malaikat bersalawat untuk shaf-shaf pertama”.
Rohman dan Rahim masih khusyu’ menyimak. Kyai Manaf kemudian berdiri dan melangkah masuk masjid. Ia menghentikan kaki di langkah ketiga, menengok ke arah Rohman dan Rohim sembari menukil sebuah hadits, “Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala adzan dan shaf pertama, kemudian untuk mendapatkannya harus diundi, niscaya mereka akan mengadakan undian.” (Muttafaq ‘alaih).

Tags: keluargaKeutamaan Shaf Pertama bagi Perempuanperempuan
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Fikih Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

1 Juli 2025
amar ma’ruf

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

1 Juli 2025
Fikih

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

1 Juli 2025
Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Taman Eden

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID