Mubadalah.id – Adalah kehendak Allah juga jika tiba-tiba hati Khadijah binti Khuwailid Ra tertarik pada seorang pemuda ganteng nan baik hati dan amat jujur. Namanya Muhammad bin Abdullah bin Abd al Muthallib. Begitu juga sebaliknya, Muhammad tidak keberatan kepada Khadijah binti Khuwailid Ra, meski usia keduanya terpaut jauh. Khadijah 40 tahun, sementara Muhammad 25 tahun. Jadi Khadijah 15 tahun lebih tua dari Muhammad.
Perbedaan usia tak mampu menghalangi dua orang untuk saling tertarik secara spiritual maupun hasrat cinta Platonis. Status keduanya juga beda, Muhammad perjaka tulen sedang Khadijah Ra seorang janda. Status juga tak bisa menghentikan cinta. Khadijah Ra juga perempuan yang kaya raya, dan Muhammad, laki-laki papa dan miskin. Cinta tak mengenal identitas apapun dan tak bisa dinilai dengan apapun.
Sebuah puisi mengatakan :
الحب ذوق لا تدرى حقيقته.
اليس ذا عجب و الله والله
Cinta itu rasa yang misterius
Bukankah ini aneh, sungguh, sungguh
Bilakah ada pikiran mereka untuk menikah?.
Khadijah bint Khuwailid Ra, janda cantik, pedagang yang kaya raya dan keturunan bangsawan itu, sesungguhnya sudah sering mendengar kabar tentang pribadi Muhammad bin Abdullah. Ia terkenal sebagai pemuda yang baik hati, jujur (al-Amin) dan suka membantu. Wajahnya yang tampan selalu memperlihatkan senyuman menawan siapa saja yang menemuinya. Hari-hari pemuda terpuji ini, Muhammad, dilalui dengan kerja-kerja yang baik dan rajin.
Kekaguman Khadijah Ra
Keadaan ini menambah simpati dan kekaguman Khadijah kepadanya. Hatinya membisikkan rasa simpati. Maka Khadijah sangat berminat mengajak Muhammad untuk ikut bekerja membantu usaha perdagangannya di daerah Syam (sekarang meliputi empat negara: Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon).
Singkat cerita, kehadiran pemuda Muhammad dalam aktivitas perdagangan itu, telah menciptakan keadaan yang tak biasa. Khadijah memperoleh keuntungan berlipat ganda, jauh daripada keadaan sebelumnya. Perempuan pengusaha yang baik hati itu belum pernah memperoleh keuntungan besar saat tanpa Muhammad. Maesarah, asisten Khadijah menceritakan kepada majikannya tentang perilaku atau akhlak Muhammad. Katanya dia seorang yang jujur, ramah, murah senyum, disiplin dan kerja keras.
Dengan berjalannya waktu dalam kebersamaan, tanpa ia rekayasa, Khadijah merasa jatuh cinta kepada Muhammad. Rasa itu terus menggangu pikirannya, tanpa bisa terbendung. Malam-malam Khadijah sering ia lalui kerinduan kepada pemuda yang baik hati itu.
Begitu rasa cinta Khadijah membara, ia mengutus seorang perempuan, teman dekatnya, Nafisah binti Munyah, untuk menanyakan kepada Muhammad apakah bersedia hidup bersama dalam pernikahan dengannya. Dan Muhammad tak berpikir panjang. Ia setuju. Ia sudah tahu akhlaknya Khadijah, kelembutan hatinya dan seorang pemurah. Beberapa waktu kemudian Khadijah menyampaikan keinginan dan cintanya kepada Muhammad. []