• Login
  • Register
Minggu, 11 Juni 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Kisah Kartini: yang Diingat Lalu Dilupakan

Kisah Kartini saat ini tetap terus mempengaruhi sudut pandang perempuan di Indonesia modern. Meskipun sebagian besar detail ideologinya telah hilang oleh waktu akibat politisasi narasi sejarahnya pada era sebelumnya

Cut Novita Srikandi Cut Novita Srikandi
19/04/2023
in Figur, Rekomendasi
0
Kisah Kartini

Kisah Kartini

708
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Siapa yang tidak kenal dengan nama Kartini? tanggal 21 April selalu mengingatkan kita akan sosoknya. Kisah Kartini hadir melalui berbagai ingatan budaya seperti peringatan hari kelahirannya dengan berbagai pawai dan perlombaan, simbol-simbol budaya, seperti sanggul “kartini” atau kebaya “Kartini”. Dan kisah hidupnya yang tertuang dalam berbagai produk budaya popular seperti film, novel, maupun lagu wajib.

Raden Ajeng Kartini, lahir pada tahun 1879. Ia berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang hidup selama periode kolonialisme Belanda. Kartini dianggap sebagai pelopor pergerakan perempuan karena latar belakang perjuangannya adalah pendidikan perempuan dan perlawanan terhadap apa saja yang ia anggap sebagai tradisi Jawa yang bersifat menindas. Oleh karenanya, Ia selalu dipandang sebagai perempuan yang luar biasa untuk zamannya.

Sebagai bagian dari priyayi Jawa, Kartini mendapatkan hak-hak istimewa dari sistem yang dibangun kolonial di Indonesia. Sistem priyayi memberikan satu kekuatan bagi pemiliknya untuk memiliki kekuasaan dalam masyarakat langsung di bawah Belanda. Semacam royalti birokrasi dalam masyarakat

Ayahnya bernama Raden Adipati Sosroningrat. Beliau merupakan bupati dari Jepara yang memiliki tradisi mempercayakan anak-anak mereka untuk mengikuti pendidikan Belanda. Ia termasuk dalam golongan priyayi Jawa yang percaya bahwa pendidikan Belanda akan bermanfaat bagi kehidupan anak-anak mereka  kelak, termasuk bagi anak-anak perempuannya, yang menurut tradisi hanya ditakdirkan untuk menikah dan menjadi istri yang hanya mendampingi suami.

Daftar Isi

    • Peran Sosroningrat dalam Pendidikan Kartini
  • Baca Juga:
  • Hak-hak Perempuan di Pesantren
  • Moetiah, Aktivis Perempuan Tertelan Kuasa
  • Pentingnya Memberikan Dukungan Kepada Perempuan Korban KDRT
  • Inara Rusli Melepas Cadar demi Pekerjaan Part II
    • Ketika Kartini Menolak Perkawinan

Peran Sosroningrat dalam Pendidikan Kartini

Pandangan Sosroningrat tentang pendidikan, tidak sepenuhnya terlepas dari tradisi. Ini terlihat saat Kartini terpaksa untuk keluar dari sekolah pada usia dua belas tahun. Seperti perempuan Jawa yang mengikuti tradisi, ia ditempatkan dalam pengasingan di dalam rumahnya (dipingit) dan dilarang berinteraksi dengan dunia luar.

Meskipun demikian, sang ayah tetap memberinya akses pada buku-buku dan majalah-majalah Belanda. Sosroningrat juga tetap mengizinkannya berkomunikasi melalui surat kepada kenalan-kenalannya orang Belanda. Pada momen itulah, Kartini akhirnya mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikiran feminis.

Baca Juga:

Hak-hak Perempuan di Pesantren

Moetiah, Aktivis Perempuan Tertelan Kuasa

Pentingnya Memberikan Dukungan Kepada Perempuan Korban KDRT

Inara Rusli Melepas Cadar demi Pekerjaan Part II

Saat berkenalan dengan The Dutch Lily, salah satu surat kabar yang terbit di Semarang, pemikiran liarnya terhadap tradisi zamannya mulai berkembang. Kartini mulai terinspirasi dari karya-karya feminis India. Ia terus terdorong berkat satu kutipan dari karya yang ia baca. Yakni “Bukan hanya perempuan kulit putih yang mampu mengurus diri mereka sendiri — seorang perempuan India coklat dapat membuat dirinya bebas dan mandiri juga.”

Ketertarikannya dengan pandangan feminis mendorong Kartini untuk menulis dan mengirimkan opini-opininya terkait kritikannya pada tradisi Jawa kepada teman-teman Belandanya. Ia juga sering menyampaikan keresahannya pada nasib perempuan Jawa yang sangat sulit lepas pada tradisi. Di mana itu sangat mengikat dan merugikan kaumnya.

Salah seorang teman Belandanya yang sering menampung surat-surat yang berisi keresahan hati Kartini adalah Nyonya Abendanon. Sang suami, yakni J.H. Abendanon yang merupakan menteri pendidikan lah yang kelak menerbitkan surat-suratnya, tentunya setelah melakukan penyuntingan.

Ketika Kartini Menolak Perkawinan

Kartini menolak perkawinan dan mengutarakan keinginannya untuk bekerja. Dia berpendapat bahwa Pendidikan wanita adalah kunci untuk kesejahteraan bangsa. Dengan pendidikan dan lebih banyak kesadaran akan pilihan, poligami akan berkurang dan hak-hak akan meningkat.

Kartini kita katakan mampu membengkokkan banyak aturan masyarakat Jawa, tetapi ironisnya, pada akhirnya hanya dalam perlawanan ‘terbatas’. Sebagian besar perjuangannya membuat identitasnya dipertanyakan. Baik sebagai seorang bangsawan, sebagai seorang perempuan, sebagai orang Jawa, sekaligus sebagai subjek kolonial.

Kartini memegang identitasnya sebagai seorang perempuan Jawa. Dia melihat ketidakadilan yang dipaksakan akibat kontruksi gender masyarakatnya, dari harapan keluarga hingga pengasingan secara fisik. Dia mengidentifikasi, apakah benar atau salah, kelemahannya dalam budaya Jawa, yang sebagian besar sejalan dengan Islam. Bahkan dalam surat-surat yang ia tujukan kepada sahabatnya Stella, ia memisahkan diri dia dengan menegaskan bahwa dia hanya mengikuti agama karena nenek moyangnya.

Kartini saat itu terus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan gerakan feminisme Belanda dan Barat yang berkembang. Membangun hubungan dengan para aktivis, membaca dan menulis tentang ide-ide yang ia terima.

Kisah Kartini saat ini tetap terus mempengaruhi sudut pandang perempuan di Indonesia modern. Meskipun sebagian besar detail ideologinya telah hilang oleh waktu akibat politisasi narasi sejarahnya pada era sebelumnya. Ada yang mengatakan bahwa kisah Kartini penting bagi sejarah Indonesia sebagai pemimpin gerakan perempuan Indonesia pertama, atau sebagai feminis Indonesia yang pertama.

Namun pada akhirnya, belum kita ketahui apa arti Kartini bagi publik saat ini. Gambarannya sangat terpengaruhi oleh interpretasi masa lalu. Terlebih dengan tambahan ingatan politik yang ambigu hingga saat ini. []

 

 

Tags: Bulan Kartiniemansipasihari kartiniKesetaraanpahlawan nasionalpendidikanperempuan
Cut Novita Srikandi

Cut Novita Srikandi

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019, Dosen dan Peneliti Sastra

Terkait Posts

Aktivis Perempuan

Moetiah, Aktivis Perempuan Tertelan Kuasa

10 Juni 2023
Perempuan Agen Perdamaian

Perempuan Agen Perdamaian Antar Umat Beragama

9 Juni 2023
Perempuan Daftar Haji

Perempuan Daftar Haji Karena Mampu atau Dikehendaki Suami?

8 Juni 2023
Perempuan Pesantren

Hati Suhita dan Tafsir Perjodohan Perempuan Pesantren

7 Juni 2023
Fatimah al-Banjari

Fatimah al-Banjari: Perempuan yang Mengisi Khazanah Kitab Kuning Nusantara

6 Juni 2023
Alasan Patriarkhi Tetap Bertahta

3 Alasan Patriarkhi Tetap Bertahta

6 Juni 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kawin Anak

    Dilema Hukum Dalam Kawin Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Moetiah, Aktivis Perempuan Tertelan Kuasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Invisible Disability dari Drama Korea Doktor Cha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sopo Aruh: Menjaga Persatuan Indonesia dalam Lanskap Kebudayaan Jawa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Memberikan Dukungan Kepada Perempuan Korban KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hak-hak Perempuan di Pesantren
  • Pentingnya Memperhatikan Kesejahteraan Mental Selama Kehamilan
  • Akar Masalah Pekerja Migran
  • Moetiah, Aktivis Perempuan Tertelan Kuasa
  • Pekerja Migran dan Tanggungjawab Islam

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist