• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Kisah Perempuan Berdikari dalam Drama The World of The Married Couple

Anisa Dewi Anggriaeni Anisa Dewi Anggriaeni
22/05/2020
in Sastra
0
The World of The Married Couple

(sumber foto idntimes.com)

210
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Dibuka dengan adegan kecurigaan istri terhadap suami perihal pengkhiatan, The World of The Married Couple berhasil menduduki puncak rating serial drama di Korea Selatan. Karakter dan karakterisasi yang dibangun begitu kuat dan rinci oleh Kang Eun-kyung, dan tentu arahan acting dari sang sutradara, serta actor dan aktris yang memang kompeten membuat drama Korea ini memiliki kesan di mata penonton.

Tema yang diusung begitu sederhana dan dekat dengan kita: keluarga dan pengkhianatan. Ji sun Woo, karakter utama dalam drama tersebut, sedari awal menarik perhatian penonton. Tak hanya pekerja keras, dia adalah representasi perempuan yang memegang peran ganda: karir dan keluarga. Peran yang bahaya di dunia yang masih memegang kultur patriarki.

Ketika mengetahui Lee Tae Oh, suaminya, selingkuh, ia pontang-pontang berusaha menghadapi permasalahan itu. Mulai dari menemui pengacara, menggugat cerai, memperoleh hak asuh anak dan yang banyak orang sayangkan: balas dendam.

Biografi rumah tangga merupakan konstruksi dalam sejarah yang meyangkut pemahaman konteks sosial, politik dan ekonomi yang dinegosiasikan antara suami dan istri untuk kemaslahatan anak-anaknya. Dewi Candraningrum (2013:7). Bagi siapapun, perceraian bukan perkara mudah. Tapi Sun-wo mengajarkan untuk tetap tegak dan memperjuangkan haknya. Ia tak membiarkan siapapun bertindak sewenang-wenang terhadap dirinya, juga putranya.

Da Kyung, selingkuhan Tae Oh, berasal dari keluarga kaya. Posisi ayahnya sangat berpengaruh terhadap keputusan apapun di Kota Gosan. Ia sadar dirinya adalah selingkuhan, tetapi demi mempertahankan cinta dan dirinya sebagai perempuan, ia meminta Tae Oh memilih. Memilih Da Kyung dan calon anak yang di perutnya atau Sun Woo dengan anaknya yang sudah berusia 15 tahun.

Baca Juga:

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

Bias Kultural dalam Duka: Laki-laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi

Bukan Tak Mau Menikah, Tapi Realitas yang Tak Ramah

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

Pilihan yang dilematis. Tae Oh, tidak ingin lepas dari Sun Wo. Sebab, selain ketergantungan finansial, ia juga merasa masih mencintai dokter itu. Pun kepada Da Kyung, baginya perempuan itu adalah sumber inspirasi membuat naskah. Tetapi selama 2 tahun selingkuh, tak ada hasil naskah apapun yang bisa digarap sampai diangkat ke layar lebar. Kecuali setelah mereka menikah. Itupun, karena ayah Da Kyung yang membiayainya.

Sun Wo yang terorganisir, strategis dan politis membuat tiap episode sangat menegangkan. Terlebih, dia yang memiliki motif balas dendam dengan Tae Oh. Sebagai pembalasan dendam atas tindakan suaminya, ia tidur dengan Je-Hyuk, suami Go Ye Rim. Mereka adalah teman akrab dan tetangga dekat.

Tentu saja, tak sekedar tidur, di sana ada transaksi. Sun Wo menginginkan laporan keuangan perusahan TO Entertainment dan aliran dana dari rekening pribadi Tae Oh. Je Hyuk sendiri merupakan konsultan keuangan yang mengetahui seluk-beluk dana kliennya.

Selain karakter Sun-wo yang diciptakan sedemikian rupa, ada Ye Rim. Perempuan rumah tangga yang bergabung dengan Asosiasi Wanita. Sebuah perkumpulan dari istri, yang suaminya bekerja. Saya tidak tahu peran Asosiasi Wanita ini, sayang sekali kalau hanya diciptakan sebagai pemanis. Lebih mirip sekumpulan orang tukang gosip, tak lebih. Padahal, dengan segala privilise yang mereka miliki, banyak hal yang bisa dilakukan selain bergunjing tentang Dokter Ji.

Ye Rim, yang saya kira akan terus mempertahankan rumah tangganya dengan Je-Hyuk, nyatanya berani juga menggugat cerai suaminya. Ia tahu betul, ia mencinai Je-Hyuk. Tapi cinta yang dilandasi ketakutan dan kecurigaan sangat tidak sehat untuk keberlangsungan hubungan. Dia sempat berpikir betapa menakutkannya kesepian dan sulitnya lepas ketergantungan dari je-Hyuk. Tapi di akhir, Ye Rim membuka kedai, ia menjadi wanita mandiri yang tak lagi bergantung pada siapapun.

Memutuskan hidup sendiri dan menjadi mandiri bukanlah sebuah kekalahan, malahan ia berdikari. Hidup tak hanya berkalang lelaki, begitu kira-kira kata Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia. Justru Je-Hyuk yang belum sepenuhnya melupakan Ye Rim. Terbukti, saat sedang jalan dengan kekasih barunya dan tetiba melihat tiramisu, ingatannya langsun tertuju pada Ye Rim, dengan raut wajah kesedihan, ia hanya menarik napas.

Da Kyung, lebih beruntung lagi. Sebagai anak satu-satunya, yang tergolong masih muda menghadapi konflik rumah tangga, ayahnya kerap terlibat dengan urusan-urusan yang mesti diselesaikan sendirian. Hal yang paling kentara adalah perceraian. Masalah sekrusial ini, ayahnya yang turun tangan. Pasca cerai, ia mulai merakit mimpinya kembali: mengelola galeri seni.

Di akhir justru Tae Oh kehilangan powernya. Da Kyung, menggugat cerai dan pindah ke kota lain, sementara Tae Oh terlunta-lunta. Yang paling mudah dijangkau adala menemui Sun Wo dan anaknya. Sayang, anaknya sudah terlanjur benci terhadap dirinya.

Sun-wo masih tegas, dia enggan rujuk, meskti Tae oh meminta belas kasih. Semua memang sudah selesai. Dengan Sun-wo meminjamkan uang kepada Tae-oh membuktikan bahwa dia memang karakter yang kuat. Ia punya daya tawar dan power untuk tetap bertahan dengan pilihannya.

Sun Wo, Da Kyung dan Ye Rim adalah representasi perempuan yang berani mengambil pilihan. Menjadi janda, di belahan bumi manapun akan mendapat sederet labelisasi stigma negatif. Orang akan membicarakannya, menyalahkan sebab mereka gagal mempertahankan keluarga, narasi khas patriarki yang merugikan perempuan. Padahal menjaga keutuhan keluarga adalah tanggung jawab bersama.

Mereka muncul untuk mendekonstruksi stigma janda. Kehidupan yang membaik, karier dan bisnis yang menghasilkan dan usahanya untuk tetap menegakan kepala pada pilihannya masing-masing meski hantaman begitu banyak.

Ada yang perlu digarisbawahi dari serial The World of The Married Couple, bukan saja perihal perselingkuhan tetapi juga kekerasan dalam rumah tangga. Entah fisik, verbal, ekonomi maupun psikis. Gambaran serial ini, adalah khas orang-orang menengah atas. Padahal, tak menutup kemungkinan masyarakat ekonomi rentan juga mengalami perselingkuhan.

Lebih kompleks dan jelas problematis. Perempuan bekerja, kerap menjadi satu-satunya opsi untuk terus hidup dan menghidupi. Mereka tak punya power sebagaimana Sun-wo yang mampu menyewa pengacara, biaya proses perceraian, ‘membiayai hidup’ Min Hyun Seo sebagai mata-mata, pindah rumah atau tempat tinggal sebagai proses healing.

Semua orang juga ingin terbebas dari hubungan yang beracun apapun bentuknya. Dan perceraian menjadi salah satu alternatif. Dibalik keberanian tentu ada hal lain yang mesti dipersiapkan; mental, finansial serta sosial. Dan mereka, suaranya perlu kita dengar. []

*)Referensi : Jurnal Perempuan Vol.18 Karier dan Rumah Tangga Edisi Maret 2013

Tags: pernikahanperselingkuhanRelasi Suami dan IstriResensi FilmReview Film
Anisa Dewi Anggriaeni

Anisa Dewi Anggriaeni

Terkait Posts

Kapan Menikah

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

29 Juni 2025
Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II

15 Juni 2025
Abah dan Azizah

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

8 Juni 2025
Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

1 Juni 2025
Menjadi Perempuan

Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

25 Mei 2025
Pekerja Rumah Tangga

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

11 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID