Mubadalah.id – Dalam berbagai catatan kitab hadits, Nabi Muhammad Saw berkawan dan memiliki tetangga yang berbeda agama. Mereka saling berkunjung dan mengundang untuk makan bersama (Musnad Ahmad, hadits nomor 13403 dan 14068).
Dalam pergaulan ini, tentu saja akan terjadi saling memulai atau menjawab salam. Dalam hal menjawab salam, Nabi Saw selalu berpesan untuk senantiasa bersikap lembut dan baik. Sekalipun terhadap umat yang berbeda agama (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 6093).
Teks-teks tersebut bercerita tentang teladan Nabi Muhammad Saw yang mengajarkan kepada kita tentang pergaulan sosial dengan golongan yang berbeda agama.
Artinya, prinsip dasarnya adalah Islam menganjurkan pergaulan sosial yang baik dengan umat yang berbeda agama.
Pandangan yang melarang salam dan sejenisnya hanya berlaku pada musuhmusuh Islam dalam peperangan.
Dalam Islam, prinsip dan dasar keislaman adalah persaudaraan dan relasi yang baik antar manusia.
Terutama pada kondisi damai atau tidak dalam peperangan, sesungguhnya kita dituntut untuk mengembangkan lebih banyak lagi perdamaian dan kebaikan.
Prinsip inilah yang menjadi inspirasi yang terekam dari teladan Nabi Muhammad Saw.
Mengelola Perbedaan
Dalam pergaulan sosial, tentunya perlu disadari penegasan al-Qur’an dan fakta-fakta sosial bahwa manusia diciptakan berbeda agama.
Karena diciptakan berbeda, maka yang dibutuhkan adalah bagaimana mengelola perbedaan tersebut dengan tetap mengutamakan persaudaraan dan kebersamaan.
Mengucapkan atau menjawab salam merupakan bagian dari penguatan sosial dan persaudaraan antarsesama manusia.
Beberapa ayat al-Qur’an sudah menegaskan bahwa perbedaan agama di dunia ini adalah bagian dari keputusan Allah Swt (QS. al-Maa’idah (5): 48), agar setiap orang saling mengenal satu sama lain (QS. al-Hujuraat (49): 13).
Bahkan bisa saling berlomba-lomba antarumat yang berbeda agama dalam mewujudkan kebaikan (QS. al-Baqarah (2): 148).
Beberapa ayat juga menegaskan bahwa berbuat baik terhadap umat yang berbeda agama itu tidak terlarang (QS. al-Mumtahanah (60): 8).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama.