Mubadalah.id – Pada tahun ke-8 Hijrah, setelah Fathu Makkah, semua kabilah Arab yang masih musyrik bersatu padu menjadi blok musuh bagi umat Islam. Ada 30 ribu tentara yang bersiap perang dari kabilah Tsaqif, Jasym, Nadhr, dan Qais bin Ilan.
Mereka dipimpin oleh jenderal perang yang cukup disegani di kalangan Arab, yaitu Malik bin Auf dan Duraid bin Shamah. Bagi mereka, penguasaan Kota Makkah oleh umat Islam adalah kesempatan emas untuk merebutnya, yang sudah ditunggu dari dulu.
Saat itu, Nabi Muhammad Saw. hanya memiliki 12 ribu tentara dengan peralatan yang sangat terbatas. Nabi menemui pimpinan Quraisy yang masih musyrik saat itu, yaitu Shafwan bin Umayah, untuk meminjam peralatan perang.
Bahkan, Nabi juga meminjam uang, makanan, dan berbagai keperluan dari orang-orang Quraisy yang saat itu juga masih banyak yang belum masuk Islam. Semua pinjaman ini, setelah selesai perang, dikembalikan kepada mereka dengan baik.
Karena peralatan yang sangat minim dan banyak pasukan Nabi Muhammad Saw. dari orang-orang yang baru masuk Islam, pertahanan mereka jebol. Banyak tentara terpukul mundur dan tercerai berai. Hanya tersisa sekitar 200-an orang yang terus bertahan dan maju bersama nabi, memukul ribuan pasukan musuh.
Karena itu, banyak peralatan perang yang dipinjam juga rusak dan hilang. Sehingga, nabi pun menawarkan ganti yang lebih baik kepada orang-orang yang memberi pinjaman kepada umat Islam.
Tercatat Dalam Sunan Dawud
Kisah ini bisa kita temukan dalam berbagai kitab sirah atau sejarah hidup Rasulullah Saw. Di antara kitab hadits yang mencatat hal ini adalah Sunan Abu Dawud, yaitu dalam teks, berikut ini:
“Dari seseorang kerabat Abdullah bin Shawfan bin Umayah, berkata: Rasulullah Saw. (menemui dan) berkata kepada Shafwan (yang saat itu masih musyrik dan statusnya kalah perang dari umat Islam). “Apakah kamu memiliki senjata?. Lalu, Shafwan menjawab, “Apakah mau Nabi pinjam dan kembalikan, atau Nabi rampas?” Tentu Aku pinjam dan akan kembalikan,” jawab Nabi Muhammad Saw.
Lalu, Shafwan meminjamkan antara 30-40 baju besi kepada Rasulullah Saw. (Setelah selesai perang), Nabi Muhammad Saw. menemuinya kembali dan menyampaikan, Beberapa baju besi kamu hilang. Aku akan memberi gantinya untukmu.’ “Tidak usah,” jawab Shafwan, “karena di hatiku sekarang sudah ada sesuatu (penerimaan Islam) yang sebelumnya tidak ada.’ Abu Dawud, perawi hadits, menafsirkan: “Saat memberi pinjaman, Shafwan belum masuk Islam, dan kemudian ia masuk Islam.” (HR. Abu Dawud, hadits nomor 3565).
Demikianlah, dalam situasi perang sekalipun, yang kala itu Nabi Muhammad Saw. adalah pemenang atas orang-orang Quraisy Makkah yang kalah dan berhasil Nabi taklukkan. Namun Nabi tetap memperlakukan mereka dengan relasi sosial yang berakhlak, meminjam barang yang mereka perlukan dan mengembalikannya dengan baik, atau membelinya dengan harga yang pantas.
Ini semua berarti bahwa berakhlak baik kepada manusia, siapa pun orangnya, sekalipun non-Muslim, adalah penting dan bagian dari ajaran Islam. []