Mubadalah.id – Ma’had Aly perempuan yang diserukan KUPI ini diharapkan menjadi kawah candradimuka bagi generasi muda ulama perempuan yang kelak dapat berkontribusi dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam, kebangsaan dan kemanusiaan.
Kurikulum perlu dirancang untuk mempersiapkan para kader ulama perempuan ini tidak hanya mumpuni dalam ilmu-ilmu ke-Islaman tradisional. Tetapi juga mampu bergelut dengan realitas kehidupan masyarakat.
Sehingga mampu menggerakkan segenap potensi umat menuju perubahan ke arah yang lebih baik dan tatanan masyarakat yang berkeadilan dan berkesetaraan.
Pendidikan kritis dan inovasi dapat menjadi kunci utama dalam Ma’had Aly perempuan. Teks-teks keagamaan tidak hanya sekedar ia hafal dan kuasai maknanya. Tetapi juga ditafsir ulang sesuai semangat zaman dengan dilandasi metodologi studi keislaman yang kuat dan mendalam.
Para kader ini perlu pula kita bekali penguasaan teori-teori sosial budaya agar kelak mampu memimpin dan memberdayakan masyarakat.
Selain rumpun-rumpun keilmuan Islam tradisional yang sudah ada seperti terefleksi dalam fakultas–fakultas di berbagai perguruan tinggi keagamaan Islam yang tersebar di berbagai penjuru nusantara, rumpun-rumpun keilmuan modern perlu pula dibuka aksesnya dalam Ma’had Aly.
Sains dan Teknologi
Integrasi sains dan teknologi sebagai ranah baru perlu pula kita jajaki kemungkinannya. Mengingat dalam era ke depan, penguasaan kemampuan dan keterampilan ICT (Information, Communication and Technology) menjadi kebutuhan mendesak bagi para pemimpin agar dapat memberikan solusi terobosan bagi berbagai persoalan masyarakat.
Kemampuan dan keterampilan berpikir kritis konstruktif merupakan bekal mendasar bagi seorang kader ulama perempuan untuk mengidentifikasi berbagai problem kemasyarakatan yang perlu mereka carikan jalan keluar.
Hal ini perlu pula kita lengkapi dengan kemampuan inovasi dan eksekusi agar visi keadilan dan persamaan yang kita cita-citakan dapat mereka wujudkan dalam masyarakat.
Bahkan di tengah kontestasi penguasaan aset-aset ekonomi oleh segelintir elit, para kader ulama perempuan perlu pula dibekali pengetahuan dan keterampilan wirausaha agar mampu menjadi sosok seperti istri Nabi, Siti Khadijah, yang dengan kekayaannya mampu berjihad mal untuk kepentingan umat.
Selain itu, soft skills berupa leadership, public speaking dan literasi jurnalisme harus menjadi bagian integral dalam kurikulum pendidikan ulama perempuan. Kemampuan literasi jurnalisme sangat urgen kita tanamkan pada setiap kader ulama perempuan. Harapannya agar mereka mampu secara aktif berkontribusi dalam penulisan sejarah intelektualisme Islam.
Tentu saja hal ini perlu kita topang dengan kemampuan berbahasa asing, khususnya Arab dan Inggris. Harapannya agar suara-suara ulama perempuan Indonesia tidak hanya bergaung di dalam negeri. Namun dapat pula terlibat aktif dalam perdebatan intelektual global. []