Mubadalah.id – Praktik P2GP (Pemotongan atau Pelukaan Genitalia) merupakan isu sensitif yang kontroversial khususnya di kalangan masyarakat muslim, termasuk di Indonesia.
Perdebatan mengenai hukum P2GP tidak akan pernah berakhir, di antaranya karena di dalam sumber hukum Islam yang utama yaitu al-Qur’an tidak ada satu ayat pun yang menyebutkan mengenai P2GP secara tersurat (lughawi) maupun tersirat (ma’nawi).
Begitu juga di dalam hadis, tidak ada satupun hadis shahih yang menyebutkan mengenai hukum P2GP secara tegas dan eksplisit. Sehingga dari teks yang ada melahirkan berbagai pandangan ulama dengan argumentasinya masing-masing sesuai dengan pengetahuan dan perspektif yang dimilikinya.
Dalam pandangan Islam sumber hukum yang disepakati oleh mayoritas ulama, khususnya di kalangan sunni terdiri dari 4 (empat) sumber hukum Islam, yaitu: pertama, al-Qur’an. Kedua, Hadis Nabi. Ketiga, Ijma’ Ulama (kesepakatan semua ulama), dan keempat Qiyas (analogi).
Pertama, Nash al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam, di dalamnya tidak ada satu ayat pun baik tersurat maupun tersirat yang menjelaskan mengenai khitan perempuan (Serour, 2017; Al Qardlawi, Muhammad, 2010).
Menurutnya, khitan perempuan di kalangan masyarakat Muslim diperkirakan bersumber dari tradisi masa lalu yang sudah dilakukan sebelum Islam diturunkan, bahkan menjadi tradisi yang dilakukan hampir 2000 tahun sebelum Islam, tetapi FGM tidak dipraktikkan oleh mayoritas umat Islam di seluruh dunia.
Kedua, Nash Hadis. Di dalam hadis, ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang khitan atau khitan baik yang bersifat umum kepada laki-laki dan perempuan, maupun yang bersifat khusus kepada perempuan.
Hadis yang bersifat umum, di antaranya:
عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: “ada lima perkara yang merupakan fitrah manusia yaitu: 1) Khitan; 2) istihdad (mencukur bulu pada sekitar kemaluan); 3) mencukur bulu ketiak; 4) menggunting kuku; 5) memendekkan kumis”.
Makna Fitrah
Hadis di atas diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nsa’i, Ibn Majah, Ahmad dan lain-lain. Makna fitrah dalam hadis di atas, ada 3 (tiga) pendapat yaitu:
Pertama, fitrah artinya agama. Berarti lima unsur yang disebutkan dalam Hadis tersebut merupakan bagian dari agama yang harus dilaksanakan. Atau bisa disebut wajib hukumnya untuk dilaksanakan. Implikasinya pada khitan, hukumnya menjadi wajib dilaksanakan pada laki-laki dan perempuan.
Kedua, fitrah artinya sunnah, kebiasaan baik. Berarti lima unsur dalam hadis tersebut merupakan kebiasaan baik, hukumnya sunnah untuk dilaksanakan pada laki-laki dan perempuan. Implikasinya pada khitan, hukumnya sunnah bagi laki-laki dan perempuan.
Ketiga, fitrah artinya asal mula. Berarti semua hal yang kita sebutkan dalam Hadis tersebut tidak mengikat, tidak berimplikasi secara hukum apapun kecuali mubah. Termasuk khitan pun hukumnya mubah baik pada laki-laki maupun perempuan.
Hadis yang bersifat khusus, di antaranya:
الختان سنة للرجال مكرمة للنساء
Artinya: “Khitan sunnah bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan”.
Hadis tersebut menurut Fathullah (2010) memiliki dua jalur periwayatan: pertama, riwayat yang bermuara pada al-Hajjaj Ibn Arta’ah, beliau dikenal sebagai perawi yang lemah. Sehingga riwayatnya tidak bisa dijadikan hujjah, diriwayatkan secara marfu’ sebagai perkataan Nabi SAW. Namun sanadnya da’if.
Kedua, riwayatnya juga da’if, bahkan bukan sebagai perkataan Nabi SAW, namun hanya perkataan sahabat. Begitu juga menurut penilaian sebagian ulama hadis juga dla’if. Sehingga tidak dapat kita jadikan sebagai sumber hukum. []