Mubadalah.id- Kasus bullying yang terus meningkat harus mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Masyarakat ataupun korban bullying harus bersama-sama speak-up. Tindakan ini tidak boleh mendapatkan tempat sedikitpun untuk terdiamkan ataupun tertoleransi.
Jika bullying terus terbiarkan, maka akan semakin tumbuh subur yang berakhir pada hancurnya mental generasi bangsa. Jejak pendapat U-Report terhadap 2.777 anak muda yang berusia 14-24 tahun mencatat bahwa 45% dari mereka pernah mengalami bullying.
Terbaru, pada 2023 kasus bullying juga semakin meningkat signifikan di lingkungan sekolah sebanyak 30 kasus, yang mana notabenya adalah tempat pembentukan karakter. Dari 30 kasus, setengahnya terjadi di bangku SMP, 30 persen terjadi di bangku SD, 10 persen di bangku SMA, dan 10 persen di bangku SMK.
Efek Bullying bagi Korban
Bullying memiliki efek yang luar biasa buruk bagi korban. Korban bullying akan mengalami gangguan psikis, cemas, trauma hebat, trust issue, fungsi sosial yang buruk. Tak jarang korban bullying akan lepas kontrol hingga melakukan tindakan tak masuk akal, melukai diri sendiri, hingga berakhir pada bunuh diri karena trauma yang sangat dalam.
Perlu adanya upaya pemulihan psikologi bagi korban bullying yang mengalami depresi hebat agar mereka bisa bangkit. Korban bullying sangatlah perlu mendapat pendampingan dan perhatian lebih.
Al-Qur’an Mengecam Tindakan Bullying
Al-Qur’an sangat mengecam tindakan bullying. Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat [49]: 11;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan fasik) setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim”. (QS. Al-Hujurat [49]: 11)
Ibnu Jarir At-Thabari menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa ayat tersebut merupakan larangan untuk saling mencaci satu sama lain. Seseorang yang merasa memiliki kelebihan tidak diperkenankan mengolok-olok orang yang mereka anggap kurang.
Karena bisa jadi yang mereka olok-olok jauh mulia daripada yang memperolok. Ibnu Jarir At-Tabari menambahkan, orang muslim tidak boleh memperolok orang lain dalam segala hal dan tidak hanya terbatas dalam masalah harta, fisik, keilmuan, bahkan termasuk kepada pelaku dosa besar.
Ayat tersebut juga melarang memanggil orang lain dengan julukan yang tidak ia sukai. Ayat ini turun berkenaan dengan masa jahiliyyah yang lekat akan julukan-julukan yang begitu banyak. Kemudian saat mereka masuk Islam mereka melarang memakai julukan yang tidak disukai.
Manusia Makhluk Mulia dengan Potensi yang Ada
Tuhan sangat memuliakan manusia. Manusia adalah makhluk paling sempurna yang tercipta dengan segala potensi yang ada. Dalam QS. At-Tin ayat 4, Allah berfirman;
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (95:4)
Dalam ayat tersebut, Allah berusaha meyakinkan manusia, bahwa mereka adalah makhluk paling sempurna yang memiliki segala potensi yang ada. Bahkan para Malaikat mengakui kemuliaan manusia yang berujung kepada penghormatan mereka terhadap Nabi Adam.
Dalam tafsir Al-Qurtuby terdapat sebuah kisah, diceritakan Musa Al-Hasyimi adalah seorang yang sangat mencintai istrinya, namun suatu hari ia berkata kepada istrinya: “Jika besok engkau tidak mampu mengalahkan kecantikan rembulan, maka engkau aku cerai”. Istrinya sangat kaget dan menjauh seraya berkata; “berarti engkau telah menceraikan ku!”.
Istrinya merenung semalaman hingga saat pagi tiba, ia sowan kepada Abu Ja’far al-Mansur dan mengadu padanya. Abu Ja’far al-Mansur nampak resah luar biasa. Ia pun berniat mengumpulkan para ulama dan meminta fatwa mereka terhadap permasalahan istri Musa al-Hasyimi.
Semua ulama yang hadir sepakat bahwa ia telah terceraikan. Kecuali salah satu Ulama golongan Hanafiyah yg diam tak berkata apapun. Imam Mansur bertanya; “Mengapa engkau diam tidak berfatwa?”. Ulama tersebut lantas membacakan surat at-Tin dan berkata;
“Demi Allah Manusia adalah sebaik- baiknya makhluk Tuhan. Tidak ada sesuatu yang mengalahkan keindahannya. Ia indah baik luar dan dalam”.
Mendengar jawabannya, Imam Mansur pun memutuskan bahwa istri Musa al-Hasyimi tidak bercerai.
Manusia terhiasi oleh kecerdasan dan akal yang dapat membedakan benar dan salah. Ibnu Arabi bahkan berkata
“tidak ada makhluk Allah yang sesempurna manusia. Ia diciptakan dengan sifat-sifat yang melekat pada Tuhan; pintar, punya kuasa, berkehendak, berbicara, mendengar, mengurusi maupun menghukumi.”
Oleh karenanya, para filsuf mengatakan bahwa manusia adalah alam raya kecil yang menghimpun sifat dan keindahan seluruh makhluk Tuhan.
Sudah selayaknya bagi korban bullying untuk bangkit, tidak terus terjatuh dalam rasa trauma, takut, maupun frustasi. Korban Korban bullying seharusnya menyadari bahwa ia adalah makhluk mulia dan dimuliakan Allah. Allah membekali setiap manusia dengan berbagai potensi yang ada untuk menjadi hamba yang lebih baik.
Tokoh seperti Barack Obama, Tom Cruise, maupun Sumandi menjadi bukti bahwa korban bullying mampu bangkit dan menggapai masa depan. Alangkah meruginya bila korban bullying tidak menyadari akan potensi yang diberikan Tuhan kepadanya dan malah nyaman dalam lubang putus asa hanya karena perlakuan bullying terhadapnya. []