Mubadalah.id – Jika merujuk Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang perkawinan, maka perkawinan bukan hanya sekedar ikatan saja, melainkan sebuah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan dengan tujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga (relasi suami dan istri) yang sakinah, mawadah, dan rahmah.
Setiap suami istri yang sudah terikat dalam sebuah ikatan perkawinan memiliki kewajiban luhur yang diamanatkan lewat pasal 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa pasangan suami istri memiliki kewajiban menegakan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Hak dan kewajiban suami istri erat kaitannya dengan kedudukan dalam rumah tangga. Karena kedua hal tersebut berimplikasi dengan pembagian peran masing-masing dalam rumah tangga. Undang-undang perkawinan telah membagi antara peran suami dan peran istri dalam keluarga. Dalam pasal 31 ayat (3) menyebutkan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.
Sebagai kepala keluarga, suami dibebankan tanggung jawab mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Adapun sebagai ibu rumah tangga seorang istri dibabani tugas untuk mengurus urusan domestik yang mencakup dapur, sumur, dan kasur.
Realitas
Ketetapan tersebut jauh berbeda dengan realitas yang sebenarnya ada dalam masyarakat. Karena dalam realitasnya tidak semua suami mampu menafkahi sebagaimana seorang kepala keluarga. Sebagian keluarga ada yang kebutuhannya tercukupi oleh nafkah bersama, bahkan ada yang justru seorang istrilah yang menjadi tulang punggung keluarga.
Ini menunjukan bahwa dalam mengemban pekerjaan itu tidak selalu lancar. Dalam kesempatan lain terkadang seorang suami mengalami masa-masa sulit dalam urusan keuangannya yang tidak jarang harus melibatkan bantuan istri demi kelangsungan keluarga.
Realitas seperti ini, saya temukan pada saat melaksanakan Praktik Islamologi Terapan (PIT) ISIF di Desa Kepunduan Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon. Di Kepunduan kebanyakan seorang istri tidak hanya berkecimpung di sektor domestik. Tetapi juga ikut serta bergulat di sektor publik sebagai pencari nafkah. Mereka bekerja di home industry kasur dan anyaman rotan, berjualan nasi uduk, bahkan menjadi buruh batu alam.
Salah satu warga Desa Kepunduan yang tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja tetapi juga bekerja mencari nafkah adalah ibu Marni (nama samaran).
Ibu Marni mulai bekerja mencari nafkah pada akhir tahun 2020. Waktu itu harga kebutuhan pokok melonjak tinggi. Sedangkan pendapatan suaminya hasil kerja sebagai buruh batu alam tidak bertambah. Hal ini menyebabkan semua kebutuhan keluarga yang mencakup sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya tidak tercukupi.
Bekerja
Menyikapi hal itu, demi kelangsungan keluarga, Ibu Marni bekerja disalah satu home industry yang terdapat di Desa Kepunduan. Dengan gaji yang dihasilkan dari keringat Ibu Marni, keadaan keluarga yang tengah mengalami pailit karena beberapa kebutuhannya tidak tercukupi akhirnya normal kembali.
Melihat inisiatif yang Ibu Marni lakukan dalam mengatasi kepailitan keuangan keluarga, suaminya pun berinisiatif membantu kerja-kerja domestik yang biasanya Ibu Marni lakukan.
Akibat kepailitan keuangan keluarga, pola relasi suami istri di keluarga Ibu Marni melahirkan sebuah relasi kesalingan dan kerja sama. Tanggung jawab nafkah dan domestik yang awalnya menjadi beban masing-masing berubah menjadi tanggung jawab bersama. Dengan relasi seperti ini, beban-beban keluarga akan terasa ringan karena mereka kerjakan secara bersama-sama sehingga rumah tangga akan terasa harmonis.
Maka dari itu, mengenai pasal 31 ayat (3) undang-undang no. 1 tahun 1974 tersebut dalam praktiknya sangat relatif dan menyesuaikan dengan kemampuan setiap pasangan suami istri. Termasuk dalam hal nafkah, istri pun boleh bekerja mencari nafkah.
Hal ini selaras dengan pendapat Kiai Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan Bukan Makhluk Domestik. Menurutnya, bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga adalah sesuatu yang baik bagi laki-laki maupun perempuan. []