KUPI membuktikan bahwa perempuan memiliki kemampuan tidak hanya dalam ranah sosiologis, namun juga metodologis.
Mubadalah.id – Kemunculan budaya maskulinitas di kalangan masyarakat merupakan bukti akurat bahwa budaya patriarkhi masih terjalin erat dengan sistem dan kultur pada wilayah sosial kemasyarakatan.
Laki-laki menempati posisi dominan sehingga posisi perempuan menjadi marginal dan tersubordinat. Laki-laki selalu dianggap paling memiliki peran dan kapabelitas yang tinggi dibanding perempuan.
Sebagai satu contoh kongkrit adalah munculnya ulama par exellent yang dianggap tidak tertandingi dalam bidang hukum seperti imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, dalam bidang tafsir seperti Fakhr al-Din al-Razi, Jarir al-Thabari, Ibn Katsir dan al-Qurthubi. Bahkan tidak seorang pun nama perempuan yang masuk menghiasi nama ilmuwan dunia.
Padahal dalam tataran ideal moral, masalah kualitas berdasarkan oleh prestasi (achiefed status). Status sosial yang tinggi dapat ia peroleh secara individu tergantung seseorang yang menjalani.
KUPI membuktikan bahwa perempuan memiliki kemampuan tidak hanya dalam ranah sosiologis, namun juga metodologis. KUPI menyelenggarakan kelas diskusi dengan berbagai tema menarik tidak hanya sensitif gender. Namun juga tema yang bernafaskan nilai kebangsaan, seperti upaya penanganan dan pencegahan radikalisme.
Kelas yang saya ikuti misalnya, konsentrasi dalam kajian perkawinan anak. Kelas ini dibimbing langsung oleh ibu Lies Marcoes, aktivis serta pemerhati perkawinan anak yang mendirikan Rumah KitaB, bersama beberapa kawan santri yang membantu dalam perumusan metodologi dengan pendekatan Ushul fikih.
Setiap komisi akan memunculkan fatwa-fatwa mutakhir yang mencerahkan. Komisi kami misalnya, melahirkan fatwa terbaru tentang batas minimal perkawinan anak, yakni 18 tahun.
Pada umumnya ketentuan menikah anak usia dini adalah menggunakan legitimasi hadits ‘Aisyah yang mengukuhkan perkawinanaya pada umur 7 tahun dan digauli 9 tahun.
Menyikapi hal ini, ulama perempuan memberi pertimbangan dengan menetapkan 18 tahun umur anak sebagai batas minimal menikah.
Fatwa ini berdasarkan analisis kesejarahan, Jarir al-Thabari dalam tarikhnya menjelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad menjadi Rasul pada usia 40 tahun. Bersamaan dengan itu Abu Bakar dan ‘Aisyah yang saat itu berumur enam tahun masuk Islam. Lalu selang beberapa tahun kemudian baru menikahi ‘Aisyah setelah Khadijah meninggal, dan secara prediksi umur Aisyah sudah mencapai 18 tahun. []