Mubadalah.id – Lailatul Qadar selalu menjadi perbincangan yang sarat makna. Di mana malam ini merupakan malam yang lebih baik dari seribu bulan. Selain itu, menyimpan keistimewaan yang tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang hubungan manusia dengan alam. Tanda-tanda yang menyertai malam istimewa ini pun sejatinya mengajarkan harmoni dan keseimbangan, yang selaras dengan prinsip pelestarian lingkungan.
Tanda-tanda alam yang menyertai Lailatul Qadar memberikan pesan mendalam. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ، لَا حَارَّةٌ، وَلَا بَارِدَةٌ تُصْبِحُ الشَّمْسُ يَوْمَهَا حَمْرَاءَ ضَعِيفَةً
“Malam yang tenang serta tidak panas dan tidak dingin. Matahari terbit pada hari itu merah dengan sinar yang lemah.” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Hadis ini menunjukkan bahwa Lailatul Qadar tertandai dengan kesejukan dan kelembutan alam. Suasana ini mencerminkan keseimbangan ekosistem yang terjaga. Ketika lingkungan terawat, udara menjadi sejuk, dan cuaca terasa nyaman. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt:
وَالسَّمَاۤءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيْزَانَۙ. اَلَّا تَطْغَوْا فِى الْمِيْزَانِ
“Langit telah Dia tinggikan dan Dia telah menciptakan timbangan (keadilan dan keseimbangan), agar kamu tidak melampaui batas dalam timbangan itu.” (QS. Ar-Rahman: 7-8).
Pentingnya Menjaga Keseimbangan
Malam Lailatul Qadar memberikan isyarat tentang pentingnya menjaga keseimbangan. Ketika manusia mengeksploitasi alam tanpa batas, keseimbangan itu akan terganggu. Udara menjadi panas, sumber daya alam terkuras, dan bencana ekologis pun mengintai. Sebaliknya, alam yang terjaga dengan bijak membawa kesejukan dan ketenangan.
Dalam riwayat lain, menyebutkan bahwa Rasulullah Saw sujud di pagi hari setelah Lailatul Qadar dalam keadaan basah oleh air dan lumpur.
وَذُكِرَ أَنَّهُ سَجَدَ فِي صَبِيحَتِهَا فِي مَاءٍ وَطِينٍ
“Disebutkan bahwa beliau sujud di pagi harinya dalam keadaan basah oleh air dan lumpur.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Air dan tanah adalah unsur utama kehidupan. Keberadaan keduanya menunjukkan bahwa Lailatul Qadar mengajarkan hubungan erat manusia dengan alam. Air memberi kehidupan, tanah menjadi pijakan, dan keduanya harus kita jaga keberlangsungannya.
Alam yang lestari memungkinkan manusia beribadah dengan nyaman, sebagaimana Rasulullah Saw melaksanakan ibadah dalam kesejukan alam.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt juga berfirman:
اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ
“Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi, keduanya, dahulu menyatu, kemudian Kami memisahkan keduanya dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air? Maka, tidakkah mereka beriman?” (QS. Al-Anbiyā’: 30).
Menjaga Lingkungan bagian dari Perintah Illahi
Kehidupan bergantung pada air. Penyalahgunaan sumber daya air merusak ekosistem dan mengancam keberlangsungan hidup. Pesan dari Lailatul Qadar ini jelas, menjaga lingkungan bukan sekadar tanggung jawab sosial, tetapi juga perintah ilahi.
Adapun tanda lain dari Lailatul Qadar adalah matahari yang terbit tanpa sinar yang menyilaukan. Rasulullah Saw bersabda:
وَإِنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لَا شُعَاعَ لَهَا
“Sesungguhnya matahari pada pagi harinya terbit dalam keadaan tidak bersinar menyilaukan.” (HR. Muslim)
Fenomena ini mengingatkan pentingnya menjaga lapisan atmosfer. Polusi udara akibat pembakaran hutan dan industri berlebih merusak lapisan pelindung bumi. Cahaya matahari yang lembut di pagi Lailatul Qadar mengajarkan bahwa keseimbangan lingkungan adalah kenikmatan yang harus dijaga.
Selain itu, malam Lailatul Qadar penuh dengan salam kedamaian dari Tuhan semesta alam. Allah Swt berfirman:
سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ
“Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 5)
Kedamaian yang kita rasakan di malam Lailatul Qadar sejalan dengan keadaan alam yang harmonis. Kerusakan lingkungan menyebabkan bencana, konflik, dan ketidakstabilan. Memelihara kelestarian lingkungan menciptakan kehidupan yang aman dan damai, sebagaimana suasana malam penuh berkah ini.
Kesabaran dalam menjaga lingkungan juga ditekankan dalam sabda Nabi Saw:
وَالصَّبْرُ: عُصَارَةُ شَجَرٍ مُرٍّ
“Kesabaran adalah sari pati pohon yang pahit.” (HR. Abu Dawud)
Pesan Ekologis Lailatul Qadar
Upaya melestarikan lingkungan memerlukan kesabaran dan keuletan. Seperti pohon yang menghasilkan sari pati pahit, menjaga alam tidak selalu mudah, tetapi hasilnya memberi manfaat besar bagi generasi mendatang.
Lailatul Qadar bukan sekadar malam ampunan dan kemuliaan. Ia membawa pesan ekologis yang dalam. Kesejukan, keseimbangan, dan kedamaian yang menyertainya mengajarkan bahwa menjaga lingkungan adalah bentuk ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah Swt. Mengabaikan pesan ini berarti mengkhianati amanah sebagai khalifah di bumi.
Dengan memahami tanda-tanda Lailatul Qadar, manusia diajak merenungi hubungan erat antara spiritualitas dan ekologi. Malam istimewa ini menjadi pengingat bahwa bumi adalah anugerah yang harus dijaga, sebagaimana Swt berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A‘rāf: 56)
Lailatul Qadar menjadi momentum untuk membangun kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga alam. Menjaga lingkungan bukan sekadar tanggung jawab duniawi, tetapi juga bentuk ketaatan kepada Sang Pencipta. Inilah pesan istimewa dari malam yang penuh berkah dan kemuliaan.
Wallahu a’lam bis-shawab. []